6 - Bahasa

4.9K 279 87
                                    

Raib POV

Namaku Raib. Aku akan kembali bercerita sekarang. Ya, setelah si biang kerok itu yang bercerita.

Bagaimana rasanya ketika Ali yang bercerita? Sayangnya aku tidak bisa membaca tulisan Ali, dia melarangku habis-habisan. Memang apa sih yang Ali ceritakan?

Ali berkata kalau itu rahasianya, tidak boleh dibaca siapa-siapa. Aku jadi kesal.

Kalau rahasia, lantas mengapa Ali membolehkan kalian para pembaca membaca tulisannya? Dipublikasikan di wattpad pula!

Padahal dia bilang kalau tulisannya tidak boleh dibaca siapa-siapa. Ah, si biang kerok itu memang aneh. Tapi bikin suka. Eh? Sudahlah lupakan!

Baiklah, sekarang aku akan memulai ceritanya. Selamat membaca!

***

Cahaya matahari lembut menyelimuti tubuhku. Aku melangkah memasuki kelas. Hari ini aku datang lumayan pagi, tidak banyak anak di kelas. Sepi.

Aku melihat Seli yang ternyata sudah datang juga. "Selamat pagi, Ra!" Seli menyapaku lebih dulu.

"Pagi, Seli." Aku tersenyum, menghampiri Seli. "Kamu datang pagi sekali, Seli."

"Ya, hari ini aku lagi semangat sekolah saja. Lagi pula kalau datang lebih pagi aku bisa membaca novel ini di kelas. Di rumah membosankan." Seli menjelaskan.

Aku manggut-manggut mengerti. "Eh, novel apa?" Aku bertanya, teringat sesuatu.

"Novel ini." Seli menunjukkan novelnya. Aku tercengang.

"Seli! Kamu tidak boleh membaca novel itu di sini!" Aku berseru protes. Ternyata Seli membaca novel tentang dunia paralel itu.

"Santai saja, Ra. Kelas kan lagi sepi."

Aku menghembuskan napas. Ya, baiklah. Aku mengalah. Memang lagi sepi di sini.

Aku melirik novel itu, berusaha membaca yang sedang Seli baca. Tunggu, bahasa apa ini? Aku tidak bisa membacanya.

"Ini bahasa apa, Seli?" Aku bertanya.

"Klan Matahari, aku menggunakan alat penerjemah Klan Bintang untuk menerjemahkannya menjadi bahasa Klan Matahari," jelas Seli.

Aku menatap tidak mengerti. "Kenapa harus bahasa Klan Matahari? Bahasa Klan Bumi juga bisa, kan?"

Seli mengangkat bahu. "Suka-suka aku, Ra. Kalau pakai bahasa Klan Matahari kan kamu jadi tidak bisa membacanya."

"Memangnya kenapa aku tidak boleh baca?"

"Tidak apa-apa, Ra. Kamu sendiri yang bilang kalau tidak boleh membaca novel ini di kelas." Seli tertawa.

Aku mendengus.

"Omong-omong soal bahasa Ra..." Seli mengalihkan pandangannya dari novel yang ia baca kemudian menatapku.

"Iya? Ada apa dengan bahasa?" Aku bertanya.

"Menurutmu kenapa Ali belajar bahasa Klan Bulan, ya? Maksudku, saat kita berada di Klan Bulan, dia langsung belajar bahasa klan itu. Sementara saat kita di Klan Matahari, aku sama sekali tidak melihat Ali belajar bahasa Klan Matahari."

"Entahlah, Seli. Itu urusan si biang kerok. Buat apa aku peduli?" Aku melipat tangan di dada. Mendengar nama Ali membuatku jengkel, sekaligus berdebar.

"Kalau menurutku nih, Ra..." Seli tersenyum jail.

"Apa?" Aku menatap Seli penasaran.

"Tapi kamu harus berjanji tidak akan marah."

"Iya, iya. Sudah bilang saja!"

"Menurutku Ali belajar bahasa Klan Bulan agar dia bisa mengobrol secara pribadi denganmu, Ra. Jadi kalian bisa rahasia-rahasiaan berdua yang aku saja tidak mengerti. So sweet banget." Seli menjelaskan.

"Seli!" Aku berseru kesal.

"Jangan marah, Ra. Kamu sudah berjanji. Aku belum selesai bicaranya."

Aku mendengus, berusaha menahan amarah. Lagian kenapa Seli jadi menghubung-hubungkan pembicaraan tentang Ali denganku?

"Aku lanjutkan ya, Ra?"

Aku tidak menjawab Seli, malas menanggapinya. Tapi Seli tetap melanjutkan.

"Terus, kalau misalkan nanti kalian menikah, anak kalian berdua jadi bisa memanggil kalian dengan panggilan khusus. Papa dan Mama dalam bahasa Klan Bulan misalnya. Kan jadi seru, Ra."

"SELIII!!!!!"

Astaga! Aku benar-benar sudah menimpuk Seli dengan tempat pensilku. Lupakan soal janjiku yang tidak akan marah. Bagaimana tidak marah coba? Perkataan Seli tadi sudah melewati batas. Apa tadi katanya? Menikah? Punya anak?! Wajahku memerah seketika, aku kembali menimpuk Seli.

"Aduh, ampun, Ra! Kan tadi aku bilang MISALKAN. Berarti belum tentu."

Akhirnya aku menahan diri. Menghembuskan napas, berusaha agar tidak marah lagi.

"Lagi pula, bisa saja Ali juga belajar bahasa Klan Matahari, Seli. Tidak hanya bahasa Klan Bulan. Ia punya tabung dari Av, bisa belajar dari sana. Bahkan mungkin Ali bisa belajar bahasa Klan Bintang sekaligus dalam waktu setengah hari, ia kan genius." Aku berusaha mencari pembelaan dari perkataan Seli tadi.

"Oooh, jadi sekarang kamu sedang memuji Ali, Ra?" Seli tertawa.

"Au ah!" Aku cemberut, wajahku kembali memerah. Aku benar-benar sangat kesal sekarang. Percuma mencari pembelaan dengan Seli, malah semakin menjadi-jadi.

"Hei selamat pagi, Seli!"

Aku tertegun. Suara khas itu menyapa Seli.

"Pagi, Ali!" Seli menjawab.

"Selamat pagi Raib! Hei, kamu kenapa? Masih pagi begini sudah cemberut saja, Ra." Ali tertawa kecil, menatapku.

Seli menatap Ali bingung, ia tidak mengerti apa yang Ali ucapkan.

Eh? Mengapa bahasa yang Ali gunakan tadi berbeda? Ali berkata dengan bahasa Klan Bulan kepadaku!

"Kamu tidak boleh menggunakan bahasa itu di sini, Ali!" Aku berseru protes.

"Memangnya kenapa, Ra? Tidak ada yang memperhatikan kita kok, tenang saja." Ali masih memakai bahasa Klan Bulan.

"Tapi ini di sekolah Ali!" Aku jadi ikut-ikutan berbicara bahasa Klan Bulan tanpa sadar.

"Kamu sendiri memakai bahasa itu!" Ali berkata, masih dengan bahasa Klan Bulan.

"Kalian bicara apa sih? Aku tidak mengerti." Seli menyela.

"Aku cuma menggunakan bahasa Klan Bulan, Seli. Eh, Raib malah langsung marah. Padahal sendirinya pakai bahasa itu." Ali menjelaskan.

"Tuh kan, yang aku bilang tadi benar, Ra! Kalian berdua bisa rahasia-rahasiaan dengan memakai bahasa Klan Bulan. Jadi apa yang kalian bicarakan? Jangan-jangan lagi jadian, ya?

"Enggak lah!" Aku dan Ali berseru bersamaan. Wajah kami berdua memerah.

***

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Raib Seli dan AliWhere stories live. Discover now