8 - 21 Mei

5.1K 258 253
                                    

"Ra, hari ini Mama ada reuni SMA. Jadi, nanti kamu di rumah sendiri, ya?" Mama bertanya memecah keheningan di tengah-tengah sarapan. Hanya ada aku dan Mama. Papa sudah berangkat kerja, bahkan Mama berkata kalau Papa juga akan pulang larut.

Di rumah sendiri? Benar-benar tidak asyik! Tidak ada Papa dan Mama. Aku menghela napas dan akhirnya mengangguk. "Iya, Ma..."

"Yaudah, sekarang cepat habiskan sarapannya."

Setelah sarapan, aku berangkat sekolah menaiki angkot. Hari ini hari Senin, perjalanan ke sekolah lumayan macet. Beruntung aku sampai di sekolah tepat waktu.

Di tengah perjalanan menuju kelas, aku berpapasan dengan Seli. Tapi, tunggu... mengapa Seli tidak menyapaku? Tumben. Biasanya dia yang menyapa duluan. Baiklah, aku yang akan menyapa duluan.

"Pagi, Seli!" Aku memasang senyum terbaik.

Aku benar-benar tidak percaya! Seli tidak menjawabku. Ia hanya melewatiku begitu saja, bahkan melirikku pun tidak. Ada apa ini? Apa aku punya salah dengan Seli? Aku menghela napas. Baiklah, mungkin nanti aku akan coba minta maaf dengannya.

Aku memasuki kelas.

"Hei, boleh aku duduk di sebelahmu?" Seli bertanya kepada salah satu siswi.

"Tentu saja, kebetulan dia tidak masuk hari ini. Barusan aku dapat pesan darinya."

Deg! Aku menahan napas. Seli... Seli tidak duduk di sebelahku? Aku berusaha tetap tegar dan berjalan ke arahnya.

"Seli, kenapa kamu tidak duduk di sebelahku? Apa aku punya salah padamu? Aku minta maaf, ya..." Aku menjulurkan tangan kananku di hadapan Seli.

Seli tidak meresponku. Dia malah asyik mengobrol dengan teman sebangku barunya itu. Bahkan teman sebangku Seli juga tidak menanggapiku. Seolah aku tidak ada. Apa aku tidak sengaja mengaktifkan teknik menghilang? Bah, tentu saja tidak!

Aku menghela napas, menarik tanganku kembali. Kuputuskan untuk duduk saja di kursiku sambil membaca buku, mungkin itu bisa sedikit membantu suasana hatiku yang sedang mendung.

"Kamu sudah mengerjakan PR?" Aku bertanya pada siswi yang duduk di depanku, mencoba berbaur dengan yang lain seperti Seli.

Aneh... dia juga tidak menganggapiku. Aku menghela napas. Lagi. Benar-benar hari yang buruk.

Tak lama kemudian bel masuk berbunyi. Pelajaran Bahasa Indonesia. Setidaknya hari buruk ini bisa sedikit tertutupi dengan pelajaran favoritku. Tapi ternyata aku salah, guru Bahasa Indonesia tidak masuk. Kami hanya diberi tugas merangkum. Sungguh tidak menyenangkan sama sekali.

Tiba-tiba pintu kelas terbuka. Ali! Itu adalah Ali. Aku tersenyum melihatnya. Ya, setidaknya tabiat Ali masih sama. Rambut berantakan, wajah kusut, mata lelah, di tambah telat. Aku tidak terlalu peduli mengapa ia telat dan matanya terlihat lebih lelah dari biasanya, yang terpenting Ali ada. Semoga saja dia tidak mengabaikanku seperti yang lain.

Waktu istirahat. Saatnya bertanya kepada Ali, mungkin dia tahu mengapa satu kelas mengabaikanku. Aku berjalan ke belakang mendekati tempat duduknya,

"Hai, Ali! Aku boleh bertanya?"

Ali menatapku. Bagus! Setidaknya dia masih menganggapku ada.

Aku bertanya pelan, "Kamu tahu apa yang terjadi pada Seli dan yang lain?"

KACANG!

Sirna sudah semua harapanku. Ali tidak menjawab, bahkan mengangkat bahu seperti biasanya pun tidak. Dan tatapannya... tatapannya berubah menjadi tatapan sinis. Aku menelan ludah. Ali hanya lewat begitu saja, beranjak dari kursinya. Rasanya... menyesakkan.

Raib Seli dan AliWhere stories live. Discover now