3 - I Love You

5.4K 254 73
                                    

Aku keluar dari rumah. Matahari pagi hangat menyiram tubuhku. Sarapanku sudah habis, sekarang waktunya berangkat menuju sekolah. Papa sedang tidak bisa mengantar, sudah pergi kerja pagi-pagi sekali. Jadi, hari ini aku akan menaiki angkot ke sekolah.

Aku menghadap ke dalam rumah, menyalami Mama. "Ma, Ra berangkat dulu, ya."

"Iya, hati-hati di jalan." Mama lembut mengusap kepalaku.

"Selamat pagi, Tante. Pagi, Ra."

Eh? Aku menoleh ke belakang. Suara khas itu terdengar jelas sekali. Tidak salah lagi, itu adalah Ali. Aku mematung tidak percaya. Lihatlah, Ali menyisir rambutnya rapi, ia sudah tidak pantas lagi disebut Tuan Rambut Berantakan. Bajunya juga disetrika licin. Entah mengapa Ali selalu berpenampilan rapi setiap datang ke rumahku.

"Eh, Ali. Selamat pagi." Mama menjawab Ali ramah. Ali balas mengangguk sopan.

"Saya boleh pergi bersama Ra, Tante?" Ali bertanya sopan, menyalami Mama. Aku masih mematung.

"Tentu saja, kebetulan hari ini Raib naik angkot. Kamu bisa berangkat dengan Ra," jawab Mama.

Ali menatapku, mungkin hendak berkata, ayo berangkat, Ra! Tapi aku masih mematung.

"Ra! Melamun saja, itu ada Ali menjemput."

"Eh, iya, Ma. Raib pergi dulu!" wajahku memerah seketika. Menyalami Mama lagi, sampai lupa kalau aku sudah melakukannya.

"Duluan, Tante." Ali melambaikan tangan, tersenyum ramah.

"Iya, jaga Raib, Ali." Mama balas melambaikan tangan.

Aku dan Ali memasuki angkot. Sepi. Hanya kami berdua di sana. Sopir angkot juga terlihat sibuk menyetir. Jadi, aman-aman saja kalau membahas tentang dunia paralel.

"Kamu sebenarnya mau apa, Ali?" tanyaku. Ali tidak mungkin menjemputku tanpa alasan.

"Ini, Ra." Ali memberiku secarik kertas bertuliskan I Love You. Tulisannya indah sekali. Seketika wajahku memerah seperti kepiting rebus. Ali memberikan kertas ini untukku? Aku benar-benar malu setengah terharu.

 Ali memberikan kertas ini untukku? Aku benar-benar malu setengah terharu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Aku nembuat ini untuk Ilo, Vey, dan Ou." Ali berkata santai sambil memandangi kertas yang ia beri padaku.

Tunggu, apa? Jadi kertas ini bukan untukku? Wajahku semakin memerah.

"Terakhir, Ilo mengirim surat lewat kurir dunia paralel memintaku untuk menuliskan surat dari kita. Hanya menanyakan kabar saja."

Aku mematung.

"Di situ, aku menuliskan I Love You agar mereka bisa mengenang Ily, singkatan dari I Love You yang bisa berarti Ilo, Vey, dan Ou juga. Nanti, dibalik kertas ini kita bikin tulisan untuk mereka," jelas Ali.

Aku tidak percaya.

"Aku ingin minta tolong, mungkin kamu bisa menghilangkan kertas ini di kamarmu agar sampai di kamar Ou. Biar kejutan saja, tidak lewat kurir dunia paralel. Tapi kalau kamu tidak mau tidak apa-apa, aku bisa menggunakan kurir itu."

Aku menatap Ali, masih tidak percaya.

"Aku belum memberitahu Seli, ingin meminta pendapatmu dulu. Nanti di kelas, saat sedang sepi, kita bisa menulis surat itu bertiga."

Ali balas menatapku. Wajahku memerah sepuluh kali lipat.

"Jadi bagaimana, Ra? Mau menghilangkan ini di kamarmu atau menggunakan kurir dunia paralel?"

"Terserah!" Aku berseru ketus. Entah bagaimana wajahku sekarang, mungkin perumpamaan seperti kepiting rebus tidak cukup, wajahku sudah lebih merah dari itu.

"Kamu kenapa, Ra? Sakit? Astaga! Wajahmu merah sekali." Ali terlihat sangat khawatir, memegang dahiku. Wajahku benar-benar akan meledak sekarang.

Aku menepis pelan tangan Ali. "Aku tidak sakit, Ali!"

"Terus kenapa, Ra?" Ali masih bertanya khawatir.

Ali mendekatkan wajahnya, menatapku lekat. Aku menelan ludah. Ini terlalu dekat! Dari jarak sedekat ini, wajah Ali terlihat sangat... ya, apalagi dengan penampilannya yang rapi.

"Aku hanya... mengira itu... untukku." Aduh! Kenapa aku malah mengaku, sih?

"Ya ampun, Ra! Kamu mengira kertas ini untukmu?" Ali tertawa, menjauhkan wajahnya dariku. Beberapa orang mulai memasuki angkot. Sekarang angkot menjadi ramai.

Aku melipat kedua tangan, mengalihkan pandangan dari Ali. Si biang kerok ini memang selalu menyebalkan. Kalau sedang tidak berada di angkot yang ramai, aku sudah melakukan teknik menghilang sekarang juga.

***

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Raib Seli dan AliWhere stories live. Discover now