corat coret 8

51 47 0
                                    


Plak!!!!!! Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Haris. Karin menamparnya dengan sangat keras setelah memergoki pacarnya sedang bersama cewek lain di sebuah cafe. Rupanya ini alasannya perubahan sikapnya selama ini. Karin menatap cewek di sebelah Haris yang ikut bangun. Siswa anak pindahan itu juga tampak merasa tak enak.

"Biar aku jelasin rin," Haris menahan tangan Karin yang siap melayangkan tamparan yang kedua.

"Apa ris yang mau kamu perjelas? Apa?" tanya Karin dengan nada berteriak.

"Tenang sayang jangan berteriak." Haris risih melihat keorang-orang sekitar yang menonton mereka. Sebagian bahkan merekam dengan phonselnya.

"Kenapa? kau malu?" tanya Karin retoris. "Mungkin dengan begini kau akan jauh lebih malu." Karin meraih segelas air di meja lalu menuangkan minuman manis itu tepat diatas kepala Haris. Setelah puas dia beranjak pergi dengan di buntuti oleh Alice yang dari tadi geram menonton sahabatnya.

Sepanjang perjalanan Karin menumpahkan tangisannya di bahu Alice. Padahal tadi dia tampak kuat, wanita memang pandai menyembunyikan air mata.

Sesampainya di rumah pun Karin masih terus menangis. Rasa sesak di dadanya begitu membuncah. Dulu sebagai kakak kelas Haris terlalu memujanya seolah tak akan ada wanita lain, selain dia. Kini dengan mata kepala sendiri Karin menyaksikan Haris tengah merayu gadis pindahan sekolah.

"Kenapa dia?" Malik muncul dengan tiba-tiba setelah Karin dan Alice duduk diruang tamu rumahnya.


Kedua perempuan itu tak menjawab. Karin sibuk menghapus airmatanya dengan tisu dan Alice tak lepas membelai punggung sahabatnya untuk menenangkan.

"Kenapa sih kayak abis diputusin aja?" Ucap Malik asal.

Karin melotot. "Aku yang mutusin dia." Malik kaget dibuatnya.

"Ah tak mungkin. Kamu terlalu...." Malik memberi jeda untuk merangkai kata. "Apa itu istilah nya? Bucin. Iya kamu terlalu bucin sama dia."

"Tapi dia sungguh melakukannya." Jawab Alice.

"Sungguh?" kini Malik duduk disebelah Karin. Karin mengangguk.

"Dia melakukannya dengan sangat keren!" Alice memperagakan kata demi kata yang diucapkan Karin. Malik begitu terhipnotis oleh pesona gadis yang bercerita tanpa sela, sampai-sampai Malik tak sadar saat Alice mengambil cangkir yang isinya kopi tinggal setengah, entah sisa siapa. Byur.... Aroma kopi terasa mengalir dari rambut, dahi dan terus menetes membasahi kaosnya yang putih.

Ekspresi Malik yang cengok karena tiba-tiba disiram kopi entah bekas siapa. Mau marah tapi dia suka ngeliat Alice tertawa renyah, kini mereka seolah tiada jarak. Alice berani mengerjai dia layaknya teman, itu sebuah kemajuan bagi Malik.

"Apa aku selingkuh? Kenapa aku disiram?"

"Itu hanya contoh, maaf kelewatan." Jawab Alice menahan tawa. Adegan itu juga membuat Karin tertawa.

"Parah kamu lis. Masa di siram beneran... untung juga nggak ditampar beneran." Komen Karin melupakan tangisannya.

"Ditampar? Haruskah?" Alice sudah mengambil aba-aba untuk menampar, tentu saja dia hanya bercanda tapi hal itu membuat Malik buru-buru ke kamarnya.

"Ah sudahlah aku mau keramas." Malik berjalan kekamarnya sambil mengacak-acak rambutnya yang lengket. "kamu! Tunggu pembalasanku." Malik menunjuk kearah pelaku penyiraman. Alice membalas menjulurkan lidahnya lalu terpingkal-pingkal tanpa dosa setelah Malik hilang di pintu kamarnya.

"Bagaimana dengan kalian?" Pertanyaan Karin membuat Alice berhenti tertawa.

"Apa maksud kamu?"

"Kalian tidak akan selingkuh bukan? Bukankah kalian semakin dekat?" Karin penasaran.

"Tentu saja tidak." Jawab Alice dia memang paling benci dengan perselingkuhan. "Aku dengan Radit memang sedang renggang, karena berbeda pandangan." Alice murung mengingat pacarnya.

"Kalian sedang renggang lalu datang Malik yang tampan bukankah itu godaan?" tanya Karin lalu beberapa saat dia menangis lagi.

"Jangan-jangan saat itu aku tidak merasa kalau kami sedang rengang lalu dia tergoda sama anak baru yang cantik itu... hwaaaaaa."

"Radit si sialan itu, memandang rendah profesi yang aku cita-citakan."

"Penulis novel? Apa yang dia katakan?" Karin penasaran.

"Aku nggak bisa mengulang kata-kata nista nya, aku merasa terhina." Karin merasa sakit didadanya setiap mengingat ucapan pacarnya. "Dia tidak bisa di samakan dengan kamu rin, kamu baik, nggak pantes dikhianati." Alice menatap sahabatnya tulus. Lalu, dia teringat sesuatu untuk di tunjukan, "Kau harus melihat ini." Alice mengeluarkan sesuatu dari tasnya.

"Pencil?" Karin mengernyitkan dahinya.

"Ini bukan pencil biasa, kita akan bersenang-senang dengan pencil ini."

"Kau akan apa dengan pencil itu? melukis? Atau apa?"

"Aku akan menulis kisah." Jawab Alice percaya diri sambil mengeluarkan buku tulisnya.



Sampai sini dulu ya... Penasaran nggak apa yang bakal Alice tulis?
Penasaran atau nggak penasaran InsyaAllah besok publish lagi hehehehe...
Tolong tinggalkan pesan dan Vote yaaaa
Salam literasi


Alice And Magic Pencils [On Going]Where stories live. Discover now