“Ngomong-ngomong, kapan berangkatnya, Ma?”

“Antara besok atau lusa, Mama bakal buat stok makanan di rumah supaya Mbak Anisa gak ke luar rumah ninggalin kamu sendiri di sini.”
Keyra hanya mengangguk ,menurut kemauan mamanya mungkin dengan begitu dapat sedikit mengurangi kekhawatirannya.

“Oh iya, ada yang mau dititip dari sana?” tanya Rika.

Keyra tampak sedang berpikir. “Nanti aja, pas Mama udah di sana baru Keyra minta.”

Keyra kembali memfokuskan diri pada nasi gorengnya yang belum habis. Suasana kembali senyap yang terdengar hanya suara sendok yang beradu dengan piring.

Usai makan siang, Rika pergi ke kamarnya untuk memilih baju atau barang apa yang harus di bawanya. Sedangkan Keyra, dia sepertinya akan kembali pada salah satu rutinitas sekaligus pekerjaannya; yaitu membuat desain baju.

“Huh, di mana gue letak earphone, ya?”
Keyra mencari sambil mengomel, tangannya terus merogoh ke sela sela tempat tidur dan tempat sempit lainnya.

Keyra juga mencari di bawah kolong meja rias, tapi hasilnya nihil. Keyra sudah capek mencari, dia berbaring sejenak di lantai yang dingin.

Mata Keyra menangkap sebuah kotak di atas lemarinya. Kotak itu tidak terlalu besar, ya, bisa dikatakan sedang.

Keyra berniat mengambilnya, ingin tau apa isi kotak coklat tua itu. Jadi, Kerya memanjat kursi agar ia sampai ke atas.
“Huff.” Keyra meniup debu yang bertumpuk di atas kotak.

Setelah turun dari kursi, Keyra segera membuka kotaknya. Agak susah untuk di buka, mungkin sudah terlalu lama di tutup.

“Wah ....”

Mata Keyra seketika berbinar melihat isinya. Sungguh mengingatkan kembali masa kecil. Di mana masih bebas bermain ke taman dan ke mana saja ia suka.

Keyra mengeluarkan sebuah boneka barbie, rambutnya kelihatan berantakan dan tulisan namanya di punggung berbie itu masih ada.

Keyra mengusap lembut punggung boneka itu yang bertuliskan ‘Keyra' sambil mengenang sedikit memori yang masih tersimpan di otaknya.

“Ayo main, Key bawa boneka baru,” ucap Keyra kecil pada temannya.

“Mainnya di teras rumahku aja, oke,” ujar Debi.

Keyra senyum sendiri bila kembali mengingat hari di mana boneka ini baru dibeli Rika dari pasar.

Keyra melihat lagi ke dalam kotak, di sana ada fotonya dengan sang ayah. Keyra menatap foto itu dalam dalam. Matanya bahkan tidak berkedip.

“Pa ...,” ucap Keyra.

Keyra menahan semua rindu serta air mata yang ingin keluar. Ia harus berhenti menangis, bila tidak ia akan kehabisan stok saat dia benar benar membutuhkannya nanti.

Keyra memasukkan tangannya ke dalam kotak untuk mengambil sebuah kertas dengan coretan gambar di sana.
Keyra tertawa, bahkan dulu membuat garis saja tidak lurus. 

Keyra sedikit terkejut, foto yang lama ia cari ternyata di sini. Foto saat ia berulang tahun yang kesepuluh tahun. Dia didandani cantik bak putri dari sebuah kerajaan. 

“Wah, waktu itu masih bisa ngumpul sama teman teman.”

Ceklek....

“Lagi bongkar apa itu, sibuk ya? Pentas aja dari tadi Mama panggil gak nyahut.”
Rika duduk bersila di sebelah Keyra. Ikut memegangi foto di sana.

“Ini kamu masih lucu banget, liat deh sekarang anak Mama udah besar makin cantik,” puji Rika.

“Ma ...,”

Rika menoleh saat dirinya di panggil. Keyra malah menggeleng.

“Keyra cuma mau manggil aja, masih sama gak dengan Keyra kecil?”

“Hampir, kalau Keyra kecil biasa memanggil sambil merengek minta dibelikan es krim coklat.”
Rika tertawa, memori itu terputar otomatis di kepalanya.

“Kamu tau, dulu saat di taman kalau udah liat balon warna biru pokoknya harus dibeli kalau enggak kamu bakal nangis sekuat kuatnya.”
Keyra tidak ingat kejadian itu, tapi Keyra ikut tertawa bersama Rika.

“Dan, ke mana Mama pergi kamu harus ikut. Gak mau di suruh tinggal, sekarang anak Mama ini udah besar, berani di rumah sendiri bahkan gak merengek minta ikut ke Medan bareng Mama.”
Keyra tiba tiba merasa sedih. “Maaf, ya, Ma.”

Rika tersadar dari hayalannya kemudian menggenggam erat tangan Keyra.
“Gak gitu, sayang. Mama gak minta kamu ikut, kok. Mama tau sekarang situasinya berbeda. Gak mungkin Mama ambil resiko mengajakmu.” Rika terseyum.

“Maaf, Ma. Karna fobia Keyra kita gak bisa bareng lagi main ke luar.”
Rika menggeleng, menahan kepedihan di hatinya. Tidak ingin ia menangis di hadapan anaknya.

“Aduh, kenapa jadi melow gini, udah itu gak usah dibahas, sayang.”
Rika memeluk Keyra, sesekali menepuk dan mengelus punggungnya.

“Ah, Mama sampai lupa tadi Mama ke sini mau panggil kamu, bantuin Mama kemas.”

Keyra dibantu Rika untuk membereskan barang yang di keluarkan Keyra tadi dari dalam kotak dan mengembalikan kotak itu ke tempat semula.

“Keyra pengen jadi kecil lagi, Ma. Biar buat Mama bahagia terus,” gumam Keyra.

Mereka berjalan menuju kamar Rika, kamarnya agak berantakan ada baju di mana mana.

“Mama di sana berapa lama?” Tiba tiba terbesit pertanyaan itu di kepala Keyra.

“Seminggu, tapi Mama usahakan lebih cepat dari itu.”

Keyra mengangguk, lalu duduk di kasur sambil melipati kain yang berserak. Saat keyra melamun, Keyra teringat kejadian semalam di mana ada orang yang memanggilnya dari luar, ya Keyra tidak memberi tahunya pada Rika.

Ia takut, bila Rika tau, seratus persen Rika bakal mengurungkan niatnya untuk pergi meninggalkan Keyra di rumah.
Semoga saja, orang itu tidak datang lagi dan menakuti dirinya. Semoga Tuhan mendengar doanya lagi.

.

.

.

.

.

.

Give me support, thanks 🤓
Sampai ketemu di part selanjutnya 🍪

SERENDIPITY [PROSES TERBIT]Where stories live. Discover now