BAB 5

93 18 1
                                    

Siena sudah selesai memoles lipstik ketika Daffa masuk ke kamar. Pria itu baru saja pulang dari kantor. Siena menoleh ke arah jam dinding di kamar mereka yang menunjuk pada pukul enam. Tumben sekali Daffa pulang cepat hari ini. Biasanya ia akan pulang jam delapan atau sembilan.

Ponsel di meja riasnya bergetar. Siena membaca pesan dari Rangga yang mengatakan bahwa ia akan tiba tiga puluh menit lagi. Buru-buru Siena memakai anting, jam tangan dan tak lupa menyematkan jepit kecil di sisi kanan rambutnya sebagai penutup. Tindakannya tak luput dari perhatian Daffa. Pria itu duduk di sofa sembari melepas sepatunya.

Siena mengambil tasnya dari lemari dan memasukkan dompet juga ponselnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Siena mengambil tasnya dari lemari dan memasukkan dompet juga ponselnya. Setelah benar-benar yakin bahwa ia sudah siap, Siena pun keluar dari kamar. Ia tidak menyapa Daffa sedikitpun atau sekadar menatap wajah pria itu. Ketika pintu tertutup di belakangnya, Siena bersandar ke dinding dengan lemas. Daffa bahkan tidak peduli padanya. Pria itu sama sekali tidak penasaran ke mana dan bersama siapa Siena akan pergi. Siena tersenyum miris.

Buru-buru ia mengerjapkan matanya agar air matanya tidak keluar. Siena tidak boleh menangis. Ia tidak boleh lemah hanya karena ia mencintai pria itu.

Yunada tidak terlihat di mana-mana ketika ia turun. Jadi Siena bisa pergi dengan bebas. Ia membuka pintu utama dan berjalan kaki menuju gerbang. Pak Harten yang melihatnya bergegas mendekat.

"Mau ke mana, Bu? Gak bawa motor?"

Siena menggeleng. "Saya dijemput sama teman, Pak."

Pak Harten mengangguk dan membuka gerbang untuknya. Siena pun keluar dari sana setelah mengucapkan terima kasih. Ia berjalan kaki menuju ujung jalan di mana ada sebuah gang kecil yang mengarah pada kontrakan-kontrakan kecil. Rangga tidak akan curiga jika ia mengatakan bahwa ia tinggal di dalam gang ini.

Ia menunggu hampir sepuluh menit barulah Rangga tiba. Pria itu membuka kaca penumpang dan melongokkan kepalanya dari dalam. "Ayo." Cengiran khasnya terlihat. Siena pun tertawa dan masuk ke mobil.

"Cantik banget lo," goda Rangga. Padaha Siena hanya mengenakan dress sederhana dipadukan dengan flatshoes yang senada dengan gaunnya. Rambutnya ia gerai, hanya jepit hitam yang tersemat di sisi kanan kepalanya.

"Lo kenapa bisa tinggal di dekat rumah Daffa?"

Siena pikir pertanyaan itu tidak akan terpikirkan oleh Rangga namun ia salah. Terpaksa Siena harus mengarang kebohongan lagi.

"Di situ kontrakannya murah-murah," jawabnya berusaha terdengar meyakinkan. "Lagipula masih dekat sama kantor."

Rangga mengangguk walau terkesan paksa. "Penawaran gue ke lo masih berlaku. Ralat, akan terus berlaku."

Hidden MarriageWhere stories live. Discover now