"Berani bayar berapa?" Tanya Shan menantang.

"Lo maunya berapa?"

"Semua, semua harta yang lo punya," sahut Shan seraya tersenyum tipis, membuat Brian tertawa pelan.

"Serius Shan, gue bisa bayar lo berapapun, tapi kalau semua harta gue itu gak masuk akal."

"Gue becanda, gue gak jual diri," sahut Shan, ia tidak menjual diri, tapi terkadang ia membiarkam tubuhnya dijamah laki-laki lain tanpa bayaran, hanya untuk kesenangan.

Tuk tuk

Shan dan Brian menoleh pada laki-laki yang mengetukan jemarinya di atas meja bar. Shan mengerutkan dahinya mendapati Jeno disana.

"Gue pergi dulu," bisik Brian, lalu ia pergi meninggalkan Shan dan Jeno.

"Kasih gue minuman terbaik yang pernah lo bikin," pinta Jeno, tanpa menyahut pun Shan segera membuatkannya untuk Jeno. Shan yakin Jeno sudah agak mabuk, terlihat dari matanya yang memerah.

Setelah minumannya jadi, Shan menaruh minuman itu di depan Jeno.

"Udah gue duga, lo bukan anak cowok yang suka berkutat sama buku pelajaran tanpa senang-senang," ujar Shan seraya tersenyum tipis.

Jeno meminum minuman itu sampai habis, dan Shan hanya diam memandang wajah Jeno yang terlihat menikmati minumannya.

"Temen gue ada yang mau sama lo," ujar Jeno seraya tersenyum mengejek, membuat senyuman Shan luntur dan berubah menjadi dingin.

"Apa 50 juta cukup? Ah enggak, 5 Juta. Cewek kayak lo gak pantes dihargain semahal itu," ujar Jeno seraya tertawa pelan, Jeno benar-benar telah mabuk.

"Bilang sama temen lo, kalau miskin jangan coba-coba nawar gue," gumam Shan.

"Dia juga tau mana yang harus dibayar murah dan mahal, jangan sok jual mahal, Shan."

"Mau semurah apapun gue di mata lo, duit lo gak akan cukup buat nyewa gue," desis Shan seraya tersenyum remeh.

"Jen, lo cuma cowok miskin yang butuh hiburan, tapi tetep keliatan miskin walaupun lo nongkrong di tempat mahal kayak gini. Jadi jangan ngomongin soal nyewa gue yang gak cukup buat dompet lo, okay?" Shan menepuk-nepuk bahu Jeno.

Jeno menunduk, ia benar-benar mabuk, mungkin ia tak mendengarkan ucapan Shan.

"Hey, dimana Sena?" Tanya seorang laki-laki lain yang datang menghampiri Shan, kebetulan Sena baru saja kembali dari toilet, dan menghampiri Shan.

"Apa lo mau pulang sekarang?" Tanya Sena seraya memberikan korek pada laki-laki itu untuk menyulut rokoknya.

"Iya, sebentar lagi," sahut laki-laki itu seraya duduk di kursi, tepatnya di samping Jeno yang sudah terlelap.

"Kalau begitu bawa Jeno pulang sama lo, dia abis diputusin ceweknya," ujar Sena seraya tertawa pelan, membuat Shan mengerutkan dahinya.

"Lo kenal Jeno?" Tanya Shan pada Sena.

"Iya, Jeno temen SMA gue. Oh ya Shan, kenalin ini Hyunjin, temen SMA gue juga. Gue, Jeno, dan Hyunjin sahabatan," ujar Sena, lalu Shan menjabat tangan Hyunjin yang sudah terulur.

"Shannon," ujar Shan, lalu ia melepaskan tangan Hyunjin, membuat Hyunjin tersenyum kecil.

"Jadi, dari mana lo kenal Jeno?" Tanya Sena.

"Barusan, dia mabuk dan banyak omong," sahut Shan seraya melirik Jeno.

"Dia abis diputusin pacarnya, makanya kayak gitu, sebenarnya dia jarang dateng ke Bar," ujar Sena, dan Shan hanya mengangguk kecil.

"Tatto lo asli?" Tanya Hyunjin yang terlihat tertarik dengan Tatto yang Shan miliki, mengingat seragam yang Shan gunakan berupa kaos lengan pendek.

"Ya, permanent," sahut Shan seraya tersenyum kecil.

"Wow! Nyali lo gede juga, gue mau pasang tato juga. Menurut lo, dimana letak yang bagus?" celetuk Hyunjin yang membuat Sena berdecak sebal.

Shan meneliti tubuh Hyunjin, lalu ia melihat lengan Hyunjin yang terdapat urat-urat yang tercetak jelas di sana.

"Lengan lo, menurut gue di sana bagus," sahut Shan seraya menunjuk lengannya Hyunjin, mengingat Hyunjin mengenakan kaus pendek juga saat ini, dengan jaket kulit yang sengaja di sampirkan di bahu kanannya.

"Jangan coba-coba Jin, bisa abis sama bokap lo." Sena mengingatkan, dan Hyunjin hanya tertawa pelan.

Shan melepas apronnya, "gue ke toilet dulu," ujar Shan, dan Sena menganggukkan kepalanya.

Shan berjalan menuju toilet yang lebih dekat, ia baru saja hendak memasuki toilet wanita, namun seseorang menariknya dan membenturkan punggungnya ke dinding, membuat Shan meringis.

Shan mengangkat wajahnya, hingga matanya bertemu tatap dengan mata tajam laki-laki yang ia cari selama ini.

"Jaehyun," lirih Shan yang nampak terkejut dalam diam, membuat laki-laki yang ia panggil Jaehyun itu menyeringai tipis.

"Lo, terlihat beda," gumam Jaehyun.

Shan mengubah ekspresi wajahnya menjadi angkuh, kemudian ia tersenyum kecil dan melipat kedua tangannya di depan dada.

"Lo terlihat sama aja, sama-sama terlihat brengsek," sahut Shan dengan telak, membuat Jaehyun tertawa pelan, terlihat begitu tampan dengan wajah yang terlihat lebih dewasa dari 3 tahun yang lalu.

Jaehyun mendekatkan wajahnya pada wajah Shan, ia menatap mata indah Shan dengan intens.

"Gue senang kita ketemu lagi," bisik Jaehyun.

"Ya, sama," sahut Shan yang berusaha mengontrol emosinya, ia tidak mau terlihat lemah di hadapan Jaehyun.

"Jadi, berapa untuk semalam?" Tanya Jaehyun dengan bisikan, bahkan bibirnya menyentuh daun telinga Shan dan menghembuskan nafasnya di sana.

Shan mengepalkan kedua tangannya di kedu sisi tubuhnya, ia tidak pernah semarah ini jika seseorang menawarkan tubuhnya, tapi emosinya memuncak ketika itu Jaehyun, pria yang telah menghancurkan hidupnya.

"Dengar Jae, lo gak bisa beli gue walau lo ngeluarin semua uang yang lo punya," bisik Shan seraya meremat jaket yang Jaehyun kenakan.

"Lo, gak akan pernah bisa nyentuh gue lagi," desis Shan, lalu ia mendorong keras tubuh Jaehyun, lalu memasuki toilet wanita.

Shan berdiri di depan wastafel dengan kedua tangan yang gemetar, ia mengusap wajahnya dan berusaha menenangkan diri. Ia kira, kembali bertemu dengan Jaehyun akan membuatnya lebih tenang dan bisa membalaskan dendam, namun nyatanya tidak, ada ketakutan di dalam dirinya ketika menatap mata tajam Jaehyun.

"J-jung Jaehyun bajingan," desis Shan dengan suara gemetar.

.
.
.
.
Tbc

Next?

My Bad Sister || Hold Me Tight + Lee Jeno ✔️Where stories live. Discover now