Skenario Tuhan [4]

34 21 4
                                    

Yang berat itu bukan Rindu.
Tapi yang berat itu, bagaimana kita bisa Istiqamah dalam ber-Hijrah.

#Skenario Tuhan
🍃🍃🍃
  


Mobil itu berhenti di depan gerbang rumah yang terlihat minimalis namun mewah. Saat ini pukul 19.00. Pemilik mobil itu segera keluar dari mobilnya. Kentara sekali bahwa dia sedang terburu-buru.

   "Bah, Kira ijin semalem aja ya nginep di rumahnya Aara." Kata gadis itu pada Abahnya.

   "Iya, kalo besok mau pulang telpon abah langsung aja, oke?!"

   "Siap bah, yaudah Kira masuk dulu ya! Abah hati-hati. Assalamu'alaikum." Pamit Syakira dengan mencium pipi abahnya.

   Syakira berlari sekeluarnya dia dari mobil dan langsung mengetuk pintu rumah tersebut.

   "Assalamu'alaikum, Rara! Rara, Assalamu'alaikum." Salamnya. Tak lama knop pintu tersebut bergerak menandakan ada orang yang membukanya.

   Nampaklah wanita paruh baya yang memakai gamis serta penutup kepala yang kini terkejud melihat Syakira yang ternyata bertamu ke rumahnya.

   "Wa'alaikumussalam, Syakira? Ya Allah.. kirain Umi siapa? Yuk masuk dulu!" Ajak perempuan paruh baya tersebut.

   "Eh iya Umi." Dia tersenyum dan langsung menyalami umi sahabatnya itu.

   "Umi, Syakira ijin nginep di sini sehari aja ya, umi? Boleh'kan?" Ijin serta tanya dari Syakira.

   "Ya boleh atuh Sya, mau kamu seminggu juga umi bolehin. Kamu langsung ke atas aja ya! Ale dari tadi nungguin kamu tuh. Umi mau siapin makan malem dulu buat kita."

   "Makasih umi. Siaap mandan. Hehehe.."
Tangannya bak seorang prajurit yang tengah hormat kepada sang pimpinan.

   "Sama-sama Sya."

Setelah umi menghilang dari hadapannya, Syakira langsung menaiki anak tangga menuju kamar sahabatnya. Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, dia langsung menyelonong masuk ke kamar Aara.

  "Door." Kejutnya pada Aara yang sedang duduk di kasurnya yang tengah fokus pada layar gawai miliknya.

   "......" tak ada respon yang dibalas oleh Aara.

   "Ishh, kok gak kaget Ra!" Tukas gadis hyperactive tersebut.

   "Iyalah, orang aku denger kamu ngucap salam, sama ngobrol sama umi. Wlee." Ujarnya santai dengan tetep fokus terhadap gawai miliknya,tak lupa untuk membuat Syakira tambah kesal dia menjulurkan lidahnya.

   "Heh, gak asik ah." Kesalnya seraya meletakan tas yang berisi perlengkapan selama satu hari menginap. Dan setehnya langsung bergabung dengan Aara yang ada di kasur yang king size.

   "Kenapa telat?" Tanya Aara pada Syakira yang berada di hadapannya.

   "Tadi tuh, aku nyariin hp, tapi gak taunya ada di laci lemari. Hehehe...keselip." Jawabnya dengan memperlihatkan gigi-gigi ratanya.

   "He he he he...jangan sembrono jadi orang!" Kilah Aara.

   "Iya, santai aja sih ngomongnya."

   Seperkian detik kemudian mereka terdiam menikmati langit yang ditemani oleh bulan dan banyaknya bintang dari jendela kamar Aara.

   "Ra? Gimana kalo sewaktu-waktu aku gak betah pake jilbabnya?" Pertanyaan itu sedari tadi selalu bergelanyut di pikiran Syakira.
Dia takut jika tidak bisa istiqomah dijalan-Nya.

   Aara kaget atas pertanyaan yang di lontarkan oleh sahabatnya tersebut. Dia mendengar ketakutan di dalam nada bicaranya.

   "Sekarang aku tanya deh! Kamu niat gak buat berubah? Landasan kamu mau berbenah tuh apa'sih?" Aara menanya balik tanpa menjawab terlebih dahulu.

   "Niat kok, aku kepengen berbenah ya karna aku malu sama diri aku sendiri, terlebih sama Allah. Aku sadar diri, kalo aku itu bukan hamba yang baik, trus aku malu karna aku nampakin rambut aku atau aurat lainnya. Yah, meskipun aku gak pernah pake baju yang terbuka banget." Jelas Syakira.

   "Aku ngerasa selama ini Allah baik sama aku, DIA kasih apa yang aku butuh. Trus dia nutupin kejelekan aku di depan banyak orang, buktinya aku yang buruk ini kok dianggap baik sama orang? Aku ngerasa benci sama diri aku sendiri, Ra." Aara masih mendengarkan penuturan dari sahabatnya itu.

   "Alhamdulillah Sya, kalo kamu sadar diri dan malu. Artinya kamu masih punya iman. Kamu tau? Iman itu banyak ciri atau struktur penyusunnya. Dan malu itu salah satunya."

   "Hijrah itu mudah, tapi istiqamahnya yang susah. Makanya kalo orang bilang yang berat itu rindu, mereka salah besar! Yang berat itu ya tadi, istiqamah dalam berhijrah. Bismillah Sya! Yakin kalo niat kamu berubah cuma karna Allah, gak ada niat selain Allah." Aara meyakinkan sahabatnya itu, agar Syakira tak perlu ragu untuk melangkah dalam hal kebaikan.

   "Gitu ya?! Ra..apa sih balesan dari seseorang yang mau berhijrah?" Syakira menanyakannya agar kiranya dia mantap dalam hal berhijrah.

   "Hidup enak dunia akhirat! Wajar kalo istiqamah itu susah Sya, karna balesan yang kita dapet emang gak ngecewain. Selain hati kita tenang, kita malu untuk berbuat dosa. Trus, hidup jadi lebih baik, tentram, bahkan berkah. Dan in syaa Allah, surga merindukan kita-kita yang teringin menjadi wanita sholehah." Jelas Aara panjang lebar.

   Syakira tersenyum atas penjelasan Aara, hatinya kini tak ragu lagi untuk melangkah menuju keberkahan.

   "Selain aku berbenah dalam hal pakaian, ada lagi gak Ra yang harus aku benerin? I mean, what do me do for the step one?" Tanya Syakira lagi.

   "Gak perlu muluk-muluk. Perbaiki dulu sholat kamu, in syaa Allah. Allah perbaiki hidup kamu." Kata Aara sambil tersenyum.

   Syakira merasa beruntung berteman dengan Aara. Dia menjadi lebih baik bersama Aara.

   "Oh iya Ra, mulai kapan nih aku nutup aurat aku?" Tanya Syakira semangat.

   "Hari ini, di jam ini, menit ini, detik ini juga! Karna maut gak bisa main tunda-tunda'an, jadi kamunya harus gercep juga buat ngejer Surga". Kini yang semangat malah Aara.

   "Tapi aku gak bawa jilbab, buat sekarang Ra."

   "Aku punya, pake dulu aja. Kan besok  kita mau cari baju tuh, nah sementara juga kamu pake baju aku plus jilbabnya sekalian."

   "Makasih ya Ra, makasih bangeet!" Saking senangnya Syakira spontan memeluk Aara yang tak dalam kondiso pasang.

   "Sama-sama, Sya. Kita perbaiki diri, dan pakaian lagi ya?! Bismillah, kita pasti bisa!!" Ajak Aara.

   "Yes, we can do it! Bismillah!"

   Mereka berpelukan setelahnya dengan suasana hati yang senang sekaligus haru. Pada saat mereka asik berpelukan, umi Aara memanggil dari bawah agar mereka segera turun, karna makan malam sudah siap.

   "Ale, Sya! Turun dulu nih makanannya udah siap!" Uminya berteriak dari arah bawah.

   Mereka melepas pelukan mereka, dan tersadar mereka tersadar bahwa tindakan mereka sekarang layaknya anak kecil saja.
Mereka tertawa dan Sya segera memaikai jilbab Aara yang kebetulan sudah tergantung di dinding samping kasurnya.

   "Iya, umiii!!" Teriak mereka tak kalah kuat.

🍃🍃🍃🍃

Haaii, Assalamu'alaikum.
Pendek, ya? Afwan ya ukhti wa akhi.
TBC, aja kuuy! Tinggali jejak dulu ya sebelumnya, biar Nay tambah semangats
Komen juga dong, request juga boleh kok😊
Oke, dadaah. Wassalamu'alaikum

Skenario Tuhanحيث تعيش القصص. اكتشف الآن