Chapter 14

99 13 0
                                    

Masih adakah yang menunggu wattpad ini update? 👉👈 atau haruskah aku unpub?  🙄🙄

Enjoy!

PLAYLIST:
DAY6-LIKE A FLOWING WIND

Jae sedang sibuk mengatur gitarnya di atas panggung. Di sebelahnya Said melakukan hal yang sama, tak jauh darinya Danu sedang duduk di depan drumnya bersama Wahyu. Brian di depan panggung sedang berbicara dengan panitia. Mereka sedang melakukan check sound sebelum menampilan mereka nanti malam. Hati Jae sedang tadi sedang tidak karuan. Sejak telpon di malam itu, ia tak bisa menemui Haera. Gadis itu tak terlihat di kantor. Pesan Jae juga tak pernah dibalas. Jae takut gadis itu benar-benar tak datang.

"Pucet banget Jae. Kaya gak pernah manggung aja." Ucap Said menyadarkan Jaevran.

"tremor dah lama gak manggung."

"gak usah lebay Jae. Umurlu masih 25 bukan 55." Brian yang melewati mereka ternyata ikut mendengar percakapan keduanya.

"deg deg an mau ditonton doi ya bang?" Danu ikut mendekat.

"gak usah berisik ya Dan. Lu balik sono ke drum lu." Jae mengusir Danu, Danu cemberut dan berjalan kembali ke Drumnya. Wahyu tak ikut berkomentar segera menuju keyboardnya.

"Tenang aja Jae, dia pasti dateng." Said menenangkan pria jangkung disebelahnya. Jae hanya mengangguk.

Haera membuka lemarinya. Menelusuri satu persatu baju yang ada di dalam sana. Ia sedang memikirkan kostum apa yang harus ia gunakan malam nanti. Padahal ini baru jam 10 pagi. Dia sepertinya terlalu bersemangan. Ia sudah memutuskan untuk memulai kembali dengan Jae. Ia tak bisa mengingkari kenyataan bahwa ia masih menginginkan pria itu. Tak lama handphonennya bergetar, pesan masuk dari Rene, sahabat yang akan menemaninya malam ini. Gadis itu mengatakan bahwa ia akan menjemputnya nannti, Haera tidak membalasnya. Ia hanya melihatnya dari notifikasi, sebab ia sedang sibuk memilih pakaian.

Now playing : DAY6-LIKE A FLOWING WIND

Tak lama ponselnya kembali bergetar, kali ini lebih lama. Tanda bahwa ada pesan masuk. Ia kira dari Rene, namun ternyata bukan. Ayah. Itu yang tertera di kayar handphonennya. Tumben sekali ayah menelponnya. Buru-buru ia mengangkatnya. Ini adalah telpon pertama ayahnya setelah peristiwa ia menangis kala itu.

"Halo yah." Ucap Haera pelan, ia mendengar diujung sana ayahnya berdehem.

"Kamu lagi dimana?"

"lagi di apartemen yah, kenapa?"

"Ayah didepan." Pernyataan Ayahnya membuat Haera kaget. Ia segera memarikan telpon. Merapikan kembali pakaiannya

Ayah Haera kini duduk disofa ruang tamunya. Haera membawakan dua gelas teh Jasmine. Kesukaan Jae, pikir Haera, namun ia segera menyingkirkan pikirannya tersebut. Ayahnya sejak tadi tak bicara, pria separuh baya itu sibuk menatap setiap sudut apartemen Haera. Haera kini duduk dihadapan pria itu. Ia menatap Ayahnya yang menggunakan kemeja garis-garis putih dan celana bahan cokelat.

"ayah tumben kesini. Ada apa?" Tanya Haera pelan.

"kamu gak kerja kan akhir pekan?" tak menjawab ayahnya justru bertanya kembali.

"gak yah."

"kenapa jarang pulang?" ayah haera menyesap Teh jasminennya.

"bandung jakarta gak sedeket itu Yah. Kadang juga aku ada janji sama temen-temen."

"Jaevran maksudmu?" Haera terdiam ketika ayahnya menyebut nama Jae.

"kamu masih pacaran sama dia?" Haera masih diam.

Break Up After LoveWhere stories live. Discover now