Chapter 9

79 9 0
                                    

PLAYLIST : HURT ROAD -DAY6

Haera dan Jae kembali pada kehidupan mereka. Berangkat di pagi buta dan pulang di malam hari. Jae tidak pernah mencari Haera, demikian juga dengan Haera. Mereka sedang saling membiasakan dengan kehilangan. Jae sesekali ditanyai teman sekantornya, kenapa pria itu berangkat sendiri dan kenapa pria itu tidak pernah berkunjung ke lantai Haera bekerja. Jae memilih bungkam, terkadang hanya ia jawab "gapapa, lagi gini aja." ia tidak merasa perlu untuk menceritakan kenyataan tentang perpisahannya dengan Haera.

Jae  memang tidak terlalu dekat dengan rekannya di kantor. Teman terdekatnya hanya member HariKeenam dan beberapa teman SMA nya. Jae yang biasanya selalu bersikap dingin di kantor, bahkan terkesan menyeramkan untuk bawahan. Ketika ia dan Haera berakhir, Jae berubah semakin menyeramkan bagi bawahannya. Ia semakin jarang tersenyum, bahkan jarang keluar dari ruangannya. Semua tau ada yang salah dengan pria itu, tapi tidak banyak yang tahu bahwa Jae menumpahkan semua kesedihannya dalam lembaran lagu.

Demikian juga dengan Haera yang selalu duduk dikubiknya,ia juga selalu memilih untuk membawa bekal, atau makan di luar kantor. Tidak memberi ruang bagi takdir untuk membuat mereka bertemu. Haera masih sering melamun dan seperti orang linglung, untungnya ada Jenie yang selalu menemani Haera. Dintara teman Haera hanya Jenie yang tau tentang keputusan mereka untuk berpisah. Jenie tidak banyak berkomentar, ia hanya menemani Haera sebisa mungkin. Sesekali Haera masih menangis, meski mungkin setiap malam itu bukan penjelasan yang tepat untuk kata 'sesekali'.

Jae lagi-lagi melamun di ruangannya, ada setumpuk kertas dihadapannya. Harusnya pria itu menyelesaikan semua tugasnya,namun ia malah tenggelam pada lamunannya. Lamunannya terhenti ketika ada panggilan masuk ke telponnya, dari Brian.

Jae : Halo
Brian : lagi dimana?
Jae : ngantor
Brian : gila ajalu, udah jam 8 malem masih aja di kantor. Ngapain? Ngepet?
Jae : ada kerjaan aja.
Brian : perusahaan gajilu berapa sih? Ampe segitunya?
Jae : berisik ah bri. Kenapa nelpon?
Brian : galak amat, sini ke kafe. Ada anak anak yang lain juga. Buruan.

Belum sempat menjawab, Brian sudah mematikan telponnya. Jae mendengus namun beranjak dari kursinya. Ia mengambil tasnya dan segera meninggalkan kantor. Saat tiba di kafe sudah ada anak HariKeenam, ia datang terakhir. Malam itu suasana kafe tidak terlalu ramai. Jae duduk di antara Wahyu dan Danu,  dihadapannya duduk Brian dan Said.

"lama amat, naik apalu?" tanya Brian

"becak. Ya mobil lah."

"galak amat bos, kaya cewek pms." ledek Brian. Jae mendengus dan meneguk kopi dihadapannya.

"eh punya gua diembat juga." komen danu, wahyu mengisyaratkan Danu untuk membiarkan Jae. Brian akhirnya pergi ke dapur. Menyiapkan minuman baru.

"lu gak papa Jae?" Tanya Said pelan pelan. Jae terkekeh. Meneguk minumannya lagi, Ketiga temannya menunggu jawaban Jae.

"emang gua kenapa?"

"kalo ada apa apa cerita ke kita, jangan diem diem sendiri." sambung said lagi.

"kalo gua cerita, dia juga gak akan balik kan?" suasana seketika hening. Brian yang baru kembali hanya bisa berdehem dan duduk di kursinya.

"sebenernya kalian kenapa pas di bandung? Kok lu tiba tiba nyerah gini?" tanya Said lagi. Hanya dia yang berani menanyakan perihal sensitif ini pada Jae. Sejak dulu memang hanya Said yang bisa menghadapi betapa keras kepalanya Jae.

"kasian dia, dia sakit hati terus sama gue."

"trus lu nyerah gitu?" giliran Brian yang bertanya. Jae diam, kembali menyeruput kopinya.

"gak ada yang bilang dia sekarang jadi lebih bahagia setelah gak sama lo." Tutup Brian. Jae tertawa pelan, menertawakan semuanya. Danu dan wahyu menatap ngeri pada Jae.

"gak gila kan lu? Mabok ya? Ini kan kopi. Masa mabok." Tanya Danu polos.

"eh bentar ada yang nelpon gua nih. Lah ini si Haera ngapain nelpon gua?" tanya Wahyu tiba-tiba, semua mata menatap Wahyu yang menunjukkan layar handphonenya. Mereka dengan jelas melihat wajah Haera di profil panggilan whatsapp itu.

"angkat ga?" tanya Wahyu, matanya menatap Jae.

"angkat." jawab Jae singkat. Wahyu segera menerima panggilan itu.

Disinilah Jae sekarang, di depan pintu apartemen Haera. Padahal jam menunjukkan pukul 11 malam. Ia belum pulang kerumahnya setelah dari kafe Brian. Alasan dibalik telpon Haera adalah, gadis itu meminta Wahyu mengatakan pada Jae untuk mengambil barang-barangnya. Memang ada beberapa benda Jae yang ada di rumah Haera, seperti Hoodie, obat dan sepatu. Jae dengan patuh mendatangi Haera, didepan apartemen gadis itu sudah ada sebuah kotak besar yang berisi barang-barangnya. Jae berdiri menatap pintu apartemen Haera yang tertutup rapat. Menerka nerka apa yang sedang gadis lakukan didalam sana.
..

Haera memasukkan Hoodie Jae kedalam kotak besar berwarna abu-abu, namun tak lama ia mengeluarkannya lagi. Mengenakan hoodie itu, walau ukurannya jelas tidak sesuai dengan badan mungilnya. Ia kemudian beranjak ke rak sepatu. Mengambil sebuah sepatu kets abu-abu yang berada disamping sepatu kets yang sama persis, meski ukurannya lebih kecil. Ia memasukkan sepatu itu ke dalam kotak. Terakhir ia memasukkan beberapa botol vitamin ke dalam kotak itu. Kemudian ia menutup rapat kotak itu, meletakkanhya di depan pintu apartemennya. Mengunci pintu itu rapat dan menelpon seseorang. Tepat setelah ia menelpon, ia entah kenapa kembali menangis. Tidak menyangka semuanya akan semenyakitkan ini. Ia akhirnya tertidur. Haera terbangun ketika mendengar ada seseorang yang memencet bel apartemennya. Gadis itu bergegas membukakan pintu, dengan keadaan setengah terbangun. Namun, kesadarannya segera terkumpul ketika menemukan seorang pria yang masih menggunakan kemeja cokelat dan celana hitam lengkap dengan dasi merah maroon berdiri dihadapannya.

"kenapa?" Tanya Haera. Pria itu diam, Haera berniat menutup pintu. Sayangnya pria itu menahan pintu dengan tangannya. Sia-sia semua usaha Haera menghindari pria itu.

"Ini maksudnya apa?" Ujar Jae. Ia menunjuk kearah kotak abu-abu itu.

"itu barang kamu. Ya kamu ambillah."

"buat apa vitaminnya? Aku juga toh ga akan inget minumnya."

"kamu bisa atur alarm. Atau minta diingetin Wahyu."

"sepatu kets itu dari kamu, ngapain disitu?"

"itu udah jadi punya kamu sejak aku kasih ke kamu Je." Panggilan itu, panggilan yang Jae rindukan.

"tapi semua barang itu juga biasanya disini kan? Kenapa harus dibalikin. "

"karena kamu gak perlu ke sini lagi."

"Hoodie biru itu katanya kamu suka? Kenapa disitu?"

"aku udah gak suka."

"kalo hoodie maroon itu, kamu suka?" Haera bingung, Jae menunjuk ke arahnya. Bodohnya Haera, ia lupa melepas hoodie Jae yang tadi ia gunakan. Gadis itu panik, buru-buru ingin melepas hoodie itu. Namun Jae justru melangkah masuk ke dalam apartemen Haera. Mendekap Haera. Cukup erat, sampai Haera terdiam.

"Ra, aku kangen. Sayangnya hoodie kamu gak bisa aku pake."




Jangan lupa komen, like dan vote ya kawan kawannnkuuuu!!!

Break Up After LoveWhere stories live. Discover now