Part 1. Hari Sial?

18K 1.4K 21
                                    

Wake up! Wake up!

Aku mengerang mendengar nada alarm dari ponsel. Ah, harusnya aku tak perlu memasang alarm hari ini kalau saja tak ada pergantian jadwal kuliah – semenjak  bergabung dengan agensi model, aku selalu memilih kuliah siang –. Dengan mata masih terpejam, kuraih ponsel dan segera mematikan alarm. Mungkin aku bisa tidur kembali –paling tidak sepuluh menit –sebelum mandi. Baru saja mata terpejam, aku mendengar bunyi alarm dari kamar sebelah menjerit. Sepuluh detik… tiga puluh detik… satu menit… Argh!! Kenapa si pemilik alarm tak juga mematikannya? Mau tak mau aku, aku harus bangun dan mandi.

Mandi selama dua puluh menit ternyata cukup ampuh untuk menghilangkan rasa kantuk. Aku merasa segar dan mataku sudah terbuka sempurna. Sekarang, jam menunjukkan pukul setengah tujuh  pagi, jadi aku masih mempunyai waktu untuk mengisi perut. Lagi-lagi makanan pertamaku  sepotong roti dan susu UHT, rasanya aku lupa terakhir kali makan nasi saat sarapan? Minggu lalu? Bulan lalu? Tahun lalu? Berbeda sekali dengan di rumah, saat bangun tidur, masakan Ibu sudah terhidang di meja. Kalau di kost, jam enam pagi tempat makan masih jarang yang buka.

***

Morning shock is here!

Seharusnya aku berangkat kuliah lebih awal atau lebih telat, atau sekalian saja tak kuliah hari ini. Bayangkan saja, baru melangkahkan kaki di kampus, aku sudah melihat pemandangan yang cukup menyesakkan dada. April turun dari mobil Yoga! Pagi-pagi saja, sambutannya sudah seperti ini, bagaimana dengan nanti? Oh, how I wish I don’t meet April today! Okay, focus Yuva! Abaikan saja mereka, pura-pura tak melihat, dan lanjutkan perjalanan menuju kelas! Tapi sekeras apapun usahaku untuk mengabaikan mereka, tetap saja aku masih bisa mengingat jelas saat Yoga membukakan pintu untuk April, April yang membelai mesra pipi Yoga, mereka yang tertawa cekikikan… ahhhh, lupakan! Lupakan!

“Yuva!”

Baru saja aku mau menuju kelas, Bruno sudah menginterupsi langkahku dan dengan seenaknya menaruh lengannya yang besar di pundakku. Ck, dasar gorilla! Segera kusingkirkan lengannya – mengantisipasi agar tak jadi bungkuk.

“Tumben sekali lo beramah tamah?” selorohku sarkastik.

“Tumben sekali gue lihat Yuva di kampus pagi-pagi?”

Kuputar mataku saat mendengar balasannya. “So, what’s up?

Bruno mengangkat bahunya acuh dan tersenyum padaku. “Nothing! I just wanna say hi.

“Ck! Jangan bilang lo menjadikan gue target selanjutnya karena April sudah jadian dengan Yoga!”

Mata Bruno seketika berbinar dan senyumnya semakin lebar. Gila!

“Woaa, kalau tahu lo sepintar ini, harusnya gue ngincar lo dari awal ya?”

What? Mana mau aku dengan laki-laki semacam Bruno yang terlalu lama pendekatan. Bisa-bisa aku jadi basi seperti April. “Mimpi saja lo!” Tanpa menunggu balasannya lagi, aku segera masuk kelas.

Bruno benar-benar gila! Bagaimana bisa dia semudah itu melupakan April? Apa jangan-jangan selama ini dia memang hanya iseng dengan April? Dasar laki-laki! Makin lama, makin jarang yang baik!

Pikiran tentang Bruno dan segala keanehannya segera kulenyapkan saat dosen memasuki kelas. Hah, benar-benar on time! Untung saja, tadi aku tak berangkat mepet seperti biasanya saat ada pergantian jam kuliah pagi, bisa mati aku!

Setengah jam pertama, aku bisa mengikuti perkuliahan dengan baik. Satu jam pertama, mataku sudah mulai mengantuk. Setengah jam kemudian, aku benar-benar mulai berkhayal kalau saja di sini ada bantal dan ada yang menawariku untuk tidur. Astaga, menahan kantuk sama susahnya dengan bergaya di depan kamera Yoga. Sekarang kursi kayu bahkan sudah terasa nyaman seperti ranjang putri kerajaan yang mewah.

To Be With You (Slow Update)Where stories live. Discover now