28 B. Interogasi

8K 900 99
                                    


28 B. Interogasi

Warning : Saya nggak re-read ini, silakan kritik dan saran :)

Happy reading!

"Kamu pacaran dengan anak Tante, Yuva?" cecar Tante Dewi saat aku tak kunjung memberikan alasan mengapa anaknya membawaku bertandang ke rumah beliau.

"Saya... Saya..." Aku jadi gagu seketika.

"Ma..."

Aku dan Tante Dewi sontak menoleh ke ambang pintu dan mendapati Yoga berdiri di sana dengan penampilan yang... mau tak mau kuakui dia terlihat lebih tampan dan panas saat bangun tidur. Matanya yang sayu, rambut ikalnya yang acak-acakan dan topless! Kutekankan lebih dulu bahwa Yuvanka Maharani itu tidak mesum, tapi kalau gadis berumur dua puluh tahun, lajang dan disuguhi pemandangan seperti ini sudah barang tentu pikirannya kemana-mana.

Tidak ingin lebih terlena oleh Yoga, aku mengalihkan pandangan ke taman. Tetapi sialnya pikiranku masih berkelana ke ujung segitiga yang mengintip di atas piyama laki-laki itu.

"Yoga! Kamu itu sudah tahu di sini ada tamu, masih saja berkeliaran setengah telanjang begitu."

Aku penasaran dengan ekspresi Yoga saat dimarahi mamanya, tapi kutahan diri agar tidak menoleh. Selanjutnya aku memilih mendengarkan sambil lalu omelan Tante Dewi yang dibalas dengan malas-malasan oleh anaknya.

"Lo suka bunga?"

Aku nyaris meloncat mendengar suara itu. Di sebelahku kini sudah ada Yoga yang menatapku sambil cengengesan. Kuabaikan dia. Mataku sibuk menyusuri teras belakang untuk mencari keberadaan Tante Dewi. Aneh, tadi bukannya masih berdiri di ambang pintu?

"Nyokap gue udah masuk. Lo ngelamunin apa sampai nggak sadar?"

Lidahku berdecak. "Bukan urusan lo!"

"Kopi?" Yoga menggedikan dagu ke meja di tengah kami. Terdapat dua cangkir berisi cairan hitam, kuambil cangkir yang paling dekat denganku.

"Thanks," ucapku setelah tegukan pertama. Aku tak tahu jenis kopi apa yang disajikan oleh Yoga, tapi aromanya sedap. Menurutku, aroma kopi sama dengan bau-bauan aroma terapi yang lain, membuat rileks.

Kutatap Yoga yang kini sedang menikmati kopinya. Carannya menikmaati kafein sama dengan ketika dia meminum wine. Dihirup aromanya lalu baru diminum.

"Nyokap lo tanya, apa hubungan kita. Gue jawab, kita hanya rekan kerja, memang seperti itu kan?"

Yoga meletakkan cangkirnya yang sudah kosong, kemudian memutar kursinya agar langsung berhadapan denganku. "Nyokap gue nggak akan percaya."

Tanpa Yoga bilang pun aku sudah tahu. Mana ada rekan kerja yang dibawa pulang?

"Lain kali, jawab saja kalau gue suka sama lo."

***

Mbak Rika berbicara panjang lebar di telepon tanpa memberiku kesempatan untuk membalas. Tadi setelah pembicaraanku dengan Yoga yang berakhir menggantung, aku langsung menuju kamar untuk menghubungi Mbak Rika. Biar bagaimana pun aku harus laporan kan? Aku takut kalau tidak mengabarinya, keadaan bisa semakin kacau.

Oh, keadaan memang tidak bertambah kacau –mungkin belum –tapi Mbak Dewi tidak berhenti meracau.

"Kamu dengar kata-kata Mbak kan, Va? Jangan sampai ketahuan! Atau Mbak saja yang jemput kamu di Bogor? Ini sih Mbak lagi di Tangerang, tapi nggak apa-apa lah, demi kamu ini. Naik mobil dari Tangerang ke Bogor nggak akan bikin Mbak mati."

To Be With You (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang