28 A. Interogasi

7.3K 853 43
                                    


28 A. Interogasi

Ps. Silakan beri saya kritik dan saran mengenai bab ini. Beneran! Saya legowo dan nerimo lho. Saya re-read bab ini Cuma setengah doang soalnya, yang setengahnya udah nggak kuat karena mata tinggal segaris.

Selamat membaca! Happy reading! Monggo diwaos!

Aku tidak banyak tingkah sejak memasuki rumah orang tua Yoga. Tadi kami disambut oleh Bu Isah –satu-satunya asisten rumah tangga di sini– dan tak lama kemudian kedua orang tua Yoga datang menghampiri kami. Melihat raut mama dan papanya yang mengantuk khas baru bangun tidur, aku sangat tidak enak. Dalam hati aku juga mengutuki Yoga yang tetap menggandengku –nyaris menyeret –untuk masuk rumah.

Hal pertama yang kulakukan saat kami bertemu tentu mengenalkan diri dan meminta maaf sebesar-besarnya karena menganggu waktu istirahat mereka. Iya, hanya sebatas itu tingkahku dan menjawab seperlunya saat ditanya.

"Ma..."

Panggilan Yoga menghentikan Tante Dewi dari kegiatannya mengamatiku. Beliau lantas memberikanku senyum sopan, semacam senyum yang tidak terlalu ramah dan tidak pula sinis.

Aku sendiri tidak menyalahkan Tante Dewi yang memindai pandangannya kepadaku. Ayolah, semua ibu-ibu juga akan melakukan hal yang sama saat anak laki-lakinya tiba-tiba membawa pulang anak gadis pada malam hari. Memang di sini aku dan Yoga yang tak tahu aturan.

"Jadi, Yuva ini adalah teman April?" Kali ini Oom Surya yang menanyaiku. Nada bicaranya tegas, sama sekali tidak menunjukkan suara serak yang biasa muncul saat bangun tidur. Aku menduga semua rasa kantuk beliau menguap begitu mengetahui ulah anaknya yang tak tahu aturan.

Auranya yang berwibawa dan cenderung kaku juga sukses membuatku ingin berlari pulang saat pertama kali bertemu.

"I-" Aku berdeham untuk menghilangkan gugupku. "Iya, Oom. Saya teman kuliah April.".

Oom Surya hanya mengangguk samar atas jawabanku. Kemudian tatapannya berganti ke arah Yoga. "Kenapa kamu bawa anak gadis orang malam-malam?"

Tanganku saling terkait erat mendengar ada kemarahan di suara Oom Surya. Ya Tuhan, tidak bisakah ini menjadi lebih mudah saja? Misalnya Tante Dewi dan Oom Surya langsung menyambutku dengan sukacita sambil mengatakan "oh ini calon mantu kami". Sepertinya aku pernah tahu kisah seperti itu... di novel!

Sudahlah! Aku memang terlalu gugup sampai mengharapkan hal konyol. Tapi kulihat Yoga juga sama gugupnya denganku. Ia masih belum menjawab pertanyaan Oom Surya, atau jangan-jangan dia mengkhayalkan hal yang sama denganku?

Fool me!

Kusenggol siku Yoga agar dia bersuara. Aku tak mau duduk pada situasi seperti ini semalaman hanya untuk menunggu jawabannya. Oom Surya pun tak terlihat akan melepaskan laki-laki ini begitu saja tanpa ada alasan yang memuaskan.

"Yuva sedang ada masalah di Jakarta, Pa. April minta aku buat menjaganya." Di luar ekspektasiku, Yoga bisa menjawabnya dengan tenang. Ia sepertinya cukup sadar dengan respon papanya yang tidak setuju membawaku bertamu malam-malam.

Kurapalkan doa dalam hati. Jika seandainya aku benar-benar diusir malam ini, kuharap Yoga mau mengantarkanku ke hotel. Biar bagaimana pun semua ini salahnya kan sampai kami berakhir di Bogor?

Dan doaku langsung tidak terkabul!

Tante Dewi menginterupsi ketegangan di antara kami dengan menyuruhku istirahat setelah menempuh perjalanan cukup jauh. Dan jangan membayangkan ada sukacita berlebihan! Beliau mengatakannya dengan datar, masih sebagai bentuk kesopanan terhadap tamu.

To Be With You (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang