10. DIMENSI LAIN

Mulai dari awal
                                    

Lantas kemanakah Suki sekarang?

Emmm, mami mau ke atas dulu nemuin papi, sekalian mau ngelayat.

Kedua anaknya mengangguk paham. Lilis menaiki tangga menuju kamar suaminya di lantai dua. Dan tinggallah Veranda dan Keynal di ruang tamu.

Veranda menyoroti sosis bakar di atas piring dengan penuh minat. Nal, gue boleh minta sosisnya satu?

Ambil, aja! Keynal membalas sambil menyuapkan mie ke dalam mulutnya, tanpa menatap Veranda.

Jika mau dibilang, Keynal bukanlah seseorang yang memiliki relasi baik dengan orang—orang di sekitarnya. Bukan karena perangainya, atau karena ulah—ulahnya yang bertingkah negatif. Bukan karena ekstremisnya yang membuat orang mengerutkan dahi tak paham, melainkan karena dia tumbuh menjadi pemuda dingin yang pelit suara.

Veranda meraih garpu plastik berukuran kecil di samping piring, lalu menusuk sepotong sosis berwarna merah kecoklatan itu dan memasukkan potongan sosis itu ke dalam mulutnya. Veranda mengigitnya dalam potongan kecil, mengunyah sosis itu dengan perasaan gembira sebab Keynal ada di sampingnya.

Pih, seru Keynal, Veranda menengok ke belakang. Dimana orang tua mereka berjalan melewati keduanya, lengkap dengan pakaian rapi.

Mih, Pih, Keynal ikut ya.”

Nggak Nal, Kalian disini aja, hati—hati dirumah. Dan ingat, jangan biarkan orang asing masuk.”

Risal dan istrinya membuka pintu dan pergi keluar menggunakan mobil. Setelah kedua orang tuanya benar—benar menghilang. kedua kakak beradik itu justru sibuk bergelut dengan pemikiran masing—masing.

Nal,” Suara Veranda menyerukan namanya.

Hmmm.... Keynal hanya membalas dendam gumaman.

Gue, takut.”

Tidur sana! Keynal berkata dengan geraham yang dirapatkan, matanya menajam.

Nggak berani, temanin ayok! Veranda merengek sembari menarik—narik kaus putih Keynal kenakan. Keynal lantas menepis lalu membuang muka.

Melihat respons Keynal yang demikian Veranda bungkam. Pemuda enam belas tahun itu melirik Veranda sejenak dan memutar—mutar matanya.
Tanpa sepatah kata pun Veranda memilih bangkit dan berjalan ke salah satu bilik tak terjangkau. Keynal tak mendengar apa—apa lagi. Selain langkah kaki Veranda yang semakin menjauh.

Beberapa menit tak terlihat, akhirnya Keynal mendengar kasak—kusuk di belakangnya. Dia menoleh sekilas dan melihat Veranda, kembali dengan satu ekspresi ceria lebih tepatnya, menatapnya dengan satu cengiran aneh.

Bukannya istirahat di kamarnya Veranda malah membawa selimut dan bantal, serta beberapa bungkus camilan. Veranda memilih berbaring di dekat Keynal yang duduk termenung.

Malah tidur dimari, dasar merepotkan!

Nah. Selesai sudah. Keynal mengumpat dalam hati.

Veranda mengerutkan alis, terkekeh dengan cara yang menyebalkan di telinga Keynal.  Ada diam sejenak yang mendominasi, interogatif Keynal melesat masuk ke kepalanya dengan begitu tepat.

Kejadian tadi mengganjal hati Keynal. Keynal berpikir ada yang tidak beres dengan pria misterius yang tadi berpapasan dengannya. Bukankah jalan itu tak jauh dari lokasi mayat Ulfa ditemukan. Ditambah lagi noda darah di telapak tangannya, itu semakin menambah keyakinannya.

Better With You [VENAL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang