Chapter 23 • Bermain dengan Api

Start from the beginning
                                        

     Sambil mendongak, Noah menghembuskan napas yang panjang. Kacau. Pikirannya kacau. Memilih untuk melangkah pergi, Noah beranjak menuju perpustakaan, yang berada di gedung Senja. Sejujurnya, jarak gedung cukup jauh, tapi siapa peduli? Noah juga tidak masalah jika mereka tiba-tiba bertemu satu sama la—

     "GUE NGGAK MAU TAU POKOKNYA HARUS BISA SENJA!" ucap seorang lelaki dengan suara berat dan nyaring. "Kalau sampai besok lo belum juga selesai, gue bakal bilang ke semuanya ke asdos dan suruh dia lapor semuanya ke dosen. Ngerti?"

     Perempuan di hadapan lelaki itu mengangguk cepat. "I—iya. Maaf karena udah buat kamu repot—"

     "YA! Lo ngerepotin banget! Kalau udah sadar, harusnya lo nggak perlu repotin lagi! Nggak becus banget, sih, jadi manusia."

     Seperti tersulut api, emosi Noah membara mendengar itu. Langkahnya dengan berat namun cepat segera menghampiri kumpulan orang itu. Tepat beberapa langkah darinya, Noah segera mengambil kerah baju cowok itu dan menariknya. "Lo yang nggak becus jadi manusia, Brengsek!"

     Senja, yang menyadari suara siapa itu langsung melotot panik detik itu juga. Tanpa berpikir panjang lagi ia langsung mencoba meraih Noah dan menarik lelaki itu menjauh. Hatinya berteriak panik, memikirkan bagaimana Noah bisa ada di sini. Astaga ini buruk. Dari nadanya saja Senja tahu betapa marahnya Noah sekarang.

      "Noah ..." panggil Senja pelan. "Noah ... kamu ngapain di sini?" Tangannya kini menangkap lengan seseorang. Senja mengulurkan jari-jarinya, mencoba menggenggam tangan milik Noah.

      Lain dengan Noah yang dibuat mendengus mendengar pertanyaan tak penting Senja. Lelaki itu menarik tangan Senja dan menggenggamnya erat. Matanya terpaku pada cowok berkacamata yang berdiri di hadapannya. Napasnya panas dan memburu, sama seperti emosi yang membara dalam dirinya ini.

     "Ada masalah apa lo sama dia, hm?" tanya lelaki itu dengan nada rendah yang sangat menyeramkan. Tidak berbeda jauh dengan nada suaranya, tatapan Noah juga begitu tajam, dingin, dan menusuk.

     Hembusan napas pendek keluar dari bibir Senja. Salah satu tangannya yang bebas menyelimuti tangan Noah yang sedang menggenggamnya. "Noah, kami nggak berantem, kok. Mending sekarang kita pergi aja, yuk?" Senja tersenyum sembari memalingkan wajahnya ke arah lain. "Ndy, aku pamit dulu, ya. Tenang, aku usahain semuanya sudah selesai besok. Maaf sudah membuat kamu kerepotan."

     Lelaki bernama Randy itu menghembuskan napasnya kasar. "Bukan usahain lagi! Lo harus selesaikan semunya besok. Inget, sejak awal ini kerja kelompok. Mata lo nggak bisa jadi alasan," tukas lelaki itu keras sebelum akhirnya meninggalkan Senja yang hanya bisa diam mendengar itu. Tatapannya jatuh ke bawah, sedangkan senyum kecil penuh kepahitan terbit di wajahnya. Lagi dan lagi ia menjadi benalu bagi orang lain.

     Lain dengan Senja yang sedang sibuk dengan pemikirannya, lelaki jangkung yang berdiri di sampingnya itu sedang mati-matian menahan diri untuk tidak menerjang manusia sialan yang baru saja membentak seperti orang gila. Jika saja jemari kecil Senja tidak menahan baju Noah sekarang, sudah dipastikan keadaan fisik dan mental lelaki sialan itu tidak sebaik yang sebelumnya.

     Kedua tangannya terkepal dengan kuat, menampakkan urat di sepanjang kulitnya. Noah berusaha menjernihkan pikirannya agar tidak meledak di tempat. Karena jika itu terjadi, Noah tidak bisa memastikan bahwa ia tidak akan membuat banyak orang terluka. Pasalnya, detik ini juga Noah benar-benar ingin membanting barang, atau bahkan membanting manusia. Cowok berkacamata sialan itu!

𝐌𝐞 𝐀𝐅𝐓𝐄𝐑 𝐘𝐨𝐮Where stories live. Discover now