3. Look at Her, Forget Her

669 68 24
                                    

[Riani]

Gue berharap pagi ini berjalan biasa aja.

Yah, setelah kejadian tiga hari kemaren yang kalau diingat lagi, rasanya aneh. Jasper berakhir nganterin gue pulang. Begitu sampai di rumah, ada Kak Reihan yang di luar dugaan justru mengajak Jasper masuk. Mengejutkan, karena Kak Reihan bukan tipe orang yang bawa orang sembarangan buat masuk, bahkan teman kuliahnya sekali pun. Tapi, ada apa dengan Jasper? Kenapa dia bisa masuk dengan gampang padahal dari sudut pandang mana pun keliatan tuh orang sembarangan banget?

Kak Reihan juga sempat mengajak Jasper berbicara, yang sebisa mungkin nggak terlalu gue pedulikan.

Tapi tetap aja.

Bisa dibilang itu pertemuan kedua mereka setelah yang pertama di rumah sakit. Bahkan di rumah sakit pun, mereka nggak berbicara sama sekali. Selain nggak mengizinkan sembarang orang masuk, Kak Reihan juga tipe orang yang nggak bisa langsung akrab dengan seseorang di awal pertemuan. Sekali lagi, ada apa dengan Jasper?

Dih, kenapa gue kedengeran peduli banget?

Gue melengos, berusaha membuang lamunan itu dan lanjut memakai seragam. Pintu tiba-tiba diketuk. Gue selalu berasumsi yang mengetuk pintu gue adalah mbak Nirna, tapi kali ini bukan. Yang gue dapati ketika membuka pintu adalah Kak Reihan.

"Ada apa?" Tumben banget.

Kak Reihan nggak menjawab pertanyaam gue dan langsung aja nyodorin tas bekal. "Lo nggak akan sampai pingsan kemaren kalau tenaga lo lagi nggak lemah."

"Gue lagi nggak butuh ceramah ala anak kedokteran."

Kak Reihan menatap gue datar, nggak ada perubahan emosi yang kentara di sana. Dia lanjut menyerahkan tas bekal itu. "Kalau lo nggak suka sarapan, seenggaknya makan sesuatu di sekolah."

Gue menatap tas itu sesaat, "Ini... yang bikin siapa?"

"Mbak Nirna."

"Dari enam bulan lalu gue udah bilang ke mbak Nirna untuk nggak bikinin bekal. Nggak ada alasan mbak Nirna tiba-tiba bikin lagi."

Kak Reihan diam beberapa saat, ekspresinya masih sama.

"Atau jangan-jangan lo yang—"

"Kalau lo nggak mau bawa, yaudah."

Setelah ngucapin itu, Kak Reihan langsung pergi tanpa ngucapin apa-apa lagi. Bikin gue menghela nafas.

Gue keluar dari kamar setelah selesai berganti pakaian, menyandang tas dan baru aja mau pasang sepatu ketika melewati dapur yang berantakan. Itu nggak mungkin karena mbak Nirna, beliau selalu mastiin dapur bersih setelah dipakai. Tapi kalau bukan mbak Nirna... siapa?

Masa dia beneran bikin bekal buat gue sih...

Gue menggeleng lagi, berusaha nggak terlalu memikirkan itu dan langsung keluar selepas pasang sepatu. Begitu membuka pintu dan sampai di pagar, gue berharap gue salah liat karena sekarang, ada Jasper di sana, berjongkok sambil melukin tubuhnya di depan pagar.

"Lo..... ngapain?!"

Cowok itu langsung berdiri, ekspresinya gelagapan macam orang ke-gap abis aneh-aneh, kemudian menggaruk kepalanya sesaat sebelum bersuara, "Oh, udah selesai ya? Kuy berangkat."

Gue mendecak, lantas menyilangkan tengan. "Jawab pertanyaan gue."

"Jangan geer dulu," Jasper buang muka. "Riani, gini ya, setelah dipikir-pikir, mending gue kena amuk karena nyamperin lo daripada nurutin kemauan lo tapi perasaan gue nggak enak."

May The Flowers BloomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang