Demi apapun, pria itu berkali lipat jauh lebih menderita darinya. Menyimpan ponselnya di nakas, Jisoo mengusap matanya ketika sang ibu sudah berdiri di pintu kamar miliknya.

“Kau sakit?”

Hana bertanya dengan nada sedikit khawatir. Memperhatikan kedua mata dan ujung hidung Jisoo yang memerah.

“Tidak bu. Hanya saja tadi habis kena debu dari luar makanya hidungku gatal dan mataku perih.” kilah gadis itu lalu tersenyum.

Hana menghela napas lega, “Kalau kau sudah baikan, nanti kita jenguk Yejun ya.”

Jisoo mengangguk lemah, hingga akhirnya sang ibu keluar dari kamarnya dan meninggalkan gadis itu sendiri.

Kejadian beberapa hari yang lalu, cukup membuat Jisoo kehilangan waktu tidurnya. Gadis itu tidak bisa beristirahat dengan nyenyak karena selalu terpikirkan oleh Yejun, ia sangat merasa bersalah dengan bayi mungil itu. Terlebih dengan ayahnya, — Sehun hanya diam tanpa mengatakan sepatah kata pun ketika dua hari yang lalu Hana dan Jisoo mengunjungi rumah keluarga Oh.

Untuk sementara ini, Yejun diasuh oleh neneknya, Nyonya Ye Hwa. Tidak terkecuali pamannya yang ceroboh, Sejin.

Awalnya Hana dan Jisoo menolak, mereka bersikeras mempertahankan Yejun agar tetap bersama mereka tanpa harus menggunakan tenaga pengasuh.

Tapi lagi dan lagi, Sehun berdalih bahwa ia akan merindukan putranya jika selalu berada jauh dari Yejun. Ternyata pria itu masih cukup baik hati untuk tidak memberitahukan kepada ibunya dan ibu mertuanya tentang alasan sebenarnya yang membuat pria itu enggan memberikan Yejun kepada Jisoo dan Hana.

Jisoo sedih, namun dilain sisi ia juga bersyukur. Keadaan tak seburuk yang ia kira, walau kadang perasaan lama itu kerap kali muncul ke permukaan. Membuat isi kepalanya berantakan, membuat semua yang ingin ia percayakan kepada pemilik satu nama— Jung Jaehyun menjadi sirna.

Gadis itu hanya perlu meyakinkan perasaannya. Ia butuh Jaehyun, untuk ke depannya gadis itu yakin. Bahwa ia bisa sepenuhnya memberikan hati untuk pria baik hati yang beberapa kali sudah menemaninya di titik terendah hidup gadis itu.

***


Mengulum senyum, Jisoo tidak bisa menahan rasa gemas ketika melihat Yejun tertawa riang di pangkuan Sejin.

“Kak, boleh pinjam lipstikmu?”

Jisoo mengernyit, “Untuk apa?”

“Berikan saja jika kau tidak ingin Yejun menangis.”

Mendengar nama Yejun dibawa-bawa dan dengan embel-embel kata menangis, Jisoo dengan cepat meraih tasnya. Mengeluarkan benda berharga di mata perempuan— yang diminta bocah lelaki tengil di hadapannya saat ini.

Jisoo dan Hana sudah sampai sejak sekitar setengah jam yang lalu. Sehun belum pulang, sementara kedua wanita lanjut usia itu sibuk mengobrol sambil meminum teh di taman belakang halaman rumah keluarga Oh.

“Astaga kau ini...”

Jisoo geram, karena ketika ia mengangkat kepala, matanya menangkap sebuah pemandangan yang membuat kepalanya ingin pecah.

Di depannya, Sejin— dengan wajahnya yang sudah penuh akan coretan dari lisptik milik Jisoo— yang pelakunya adalah Yejun sendiri.

Bayi laki-laki menggemaskan itu susah payah menggenggam dan mengarahkan lipstik milik tantenya ke wajah paman konyolnya.

Pola berantakan itu terlihat semakin abstrak ketika Sejin tidak berhenti berceloteh dan tertawa sendiri— yang membuat Yejun pada akhirnya juga ikut tertawa.

ENDLESS [✔]Where stories live. Discover now