Pak Jonathan: "Emma, Emma? Kamu melamun?" Emma tersentak dari lamunannya, buru-buru merespon pertanyaan dari bos nya.

Emma: "Ah, maaf pak. Ada yang bisa saya bantu?" Pak Jonathan tersenyum kecil melihat asistennya yang tampak gugup.

Pak Jonathan: "Saya ada meeting di luar. Kamu ikut saya ya. Bawa tas mu, nanti saya antar pulang."

Mereka meeting hingga malam dan makan malam bersama client. Setelah selesai, mereka pun berpamitan dengan client.

Pak Jonathan: "Maaf ya sampai malam begini. Memang client yang satu ini suka ngobrol."

Emma: "Oh iya nggak apa-apa pak. Dan terima kasih saya diantar pulang. Sebenarnya nggak perlu, saya bisa pulang sendiri kok pak." Emma dan pak Jonathan baru saja masuk ke dalam mobil untuk pulang bersama.

Pak Jonathan: "Jangan, nggak aman perempuan pulang malam sendirian. Lagi pula rumah kita lumayan searah." Pak Jonathan memberi senyum simpulnya sambil menjalankan mobil.

Pak Jonathan: "Gimana setelah tiga bulan kerja disini? Betah nggak?" Emma mengangguk dan tersenyum.

Pak Jonathan: "Saya baca resume kamu, kamu jurusan teknik industri. Kenapa kamu malah jadi asisten pribadi?"

Emma: "Hmm.. saya baru lulus, dan nggak pilih-pilih pekerjaan. Karena saya butuh segera, jadi saya terima yang pertama terima saya aja." Jawaban Emma membuat pak Jonathan tertawa.

Pak Jonathan: "Langkah awalmu akan menentukan kemana kamu akan melangkah. Saya rasa kamu lebih cocok di posisi asisten manager, beberapa tahun ke depan kamu bisa jadi manager. Jalur itu lebih tepat, tapi saya rasa saya nggak bisa merelakan kamu pindah." Emma menoleh memandang wajah Pak Jonathan dari samping. Pak Jonathan meliriknya sesaat dan tertawa kecil.

Pak Jonathan: "Meskipun kamu nggak punya pengalaman kerja, tapi kamu cepat belajar. Saya suka. " Emma tersipu, menundukkan kepalanya menutupi senyum lebarnya yang tak bisa ia tahan.

Pak Jonathan: " Lobby yang mana?" Pak Jo bertanya setelah mobilnya sudah memasuki apartemen Emma.

Emma: "Lurus saja pak, yang itu." Emma menunjuk tower apatemen di depan. Emma melepas seat belt,  berterima kasih dan berpamitan dengan pak Jo. Saat ia turun, dan menutup pintu mobil, pak Jo membuka jendela mobil.

Pak Jonathan: "Jelaskan ke pacarmu biar nggak salah paham saya antar kamu ya."

Emma: "Oh saya nggak punya pacar pak, tenang saja, nggak ada yang salah paham kok." Emma melambaikan kedua tangannya untuk menjawab pak Jo. Pak Jo terdiam sesaat dan tersenyum.

Pak Jonathan: "Baguslah." Ia menganggukkan kepalanya sekali dan menjalankan mobilnya, meninggalkan Emma yang kaget dengan jawaban singkat itu. Emma masih terdiam terkejut dengan jawaban ambigu pak Jonathan.

'Apa maksud jawabannya? baguslah karna nggak ada yang salah paham, atau baguslah karna aku nggak punya pacar? Apa maksudnya?!' Emma berteriak dalam hati, menoleh memandang mobil pak Jo yang semakin menjauh dan hilang di ujung jalan. Emma menggeleng-gelengkan kepalanya, 'nggak, nggak mungkin lelaki komik itu tertarik padaku yang biasa saja ini. Sadarlah Emma!'.

Emma berjalan menuju lobby apartemen, melihat ke sekitar dan menghela nafas. 'Wolfy nggak pernah terlihat...' Ia berjalan menjauhi lobby apartemen Wolfy, berjalan pelan menuju lobby apartemennya yang berbeda dua tower dari tower apartemen Wolfy.

Emma selalu menyempatkan diri melewati apartemen Wolfy, berharap suatu saat ia bisa melihat Wolfy walau hanya sebentar saja. Namun selama beberapa bulan ini, ia tak pernah bertemu Wolfy. Emma mencari tahu kepada teman-teman di kampus, Wolfy sudah menyelesaikan sidang skripsinya sekarang. 'Apa yang dia lakukan sekarang?' Emma tenggelam dalam pikirannya yang campur aduk sambil berjalan mendekati apartemennya yang tinggal beberapa langkah.

WOLFYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang