"hahaha, yaudah deh. Kamu masak apa nih?" ucapnya mulai mengalihkan kecanggunganku.Kami pun sarapan bersama setelah itu.

Sejak semalam aku jadi lebih percaya pada suamiku. Aku yakin dia benar-benar ingin berubah dan menyesali semua perbuatannya. Aku berjanji, mulai hari ini aku akan membuka diri untuk Mas Devin dan belajar untuk lebih percaya lagi padanya.

"jadi, kapan Mas Devin terakhir sholat Mas?" tanyaku di sela-sela makan kami.

"hehe, udah lama banget Za. Nggak inget." jawabnya sambil melahap sarapannya.

"mulai sekarang tolong biasain sholat ya Mas. Karna sholat tu wajib Mas hukumnya." ucapku lagi padanya.

"iyaaa sayang. Kamu tenang aja." jawabnya.

Semoga saja itu benar. Aku tidak keberatan jika bukan imamku yang menuntunku melainkan aku yang mengajari imamku. Aku percaya, semua butuh waktu dan juga proses. Begitupun dengan Mas Devin, aku yakin dia bisa berubah dengan seiring berjalannya waktu. Apapun yang terjadi aku akan ada disampingnya dan mendukungnya.

Seperti biasa aku akan mengantar Mas Devin hingga depan pintu dan mencium punggung tangannya. Lalu setelah itu aku memberikan tas kerjanya.

Cup..

Astaga, jantungku berdebar dengan sangat kencang. Mas Devin baru saja, dia baru saja mencium keningku. Ya Allah, untuk pertama kalinya dalam hidupku aku merasakan ini. Selama ini aku tidak pernah dekat dengan lelaki manapun. Setelah menikah dengan Mas Devin pun kami juga tidak terlalu dekat. Dan tiba-tiba...

"aku berangkat yah.. " ucap Mas Devin dengan senyuman manis.

"i.. iya Mas." jawabku. Aku benar-benar gugup sekarang.

¤¤¤¤¤

Hari demi hari berlalu begitu saja. Semakin hari hubunganku dengan Mas Devin semakin dekat. Walaupun sebentar kami selalu menyempatkan bertukar cerita. Sekarang pun aku sudah tidak canggung lagi saat berbicara dengannya.

Kabar baiknya adalah saat ini Mas Devin sudah bisa menjadi imam sholatku. Walaupun belum menjalankan sholat berjamaah di masjid yang dimana itu wajib untuk seorang lelaki, setidaknya dia sudah bisa menjadi imamku sekarang. Aku senang karena dia benar-benar mau belajar dari awal hingga bisa menjadi imam sholatku sekarang. Yah, walaupun hanya surah-surah pendek dasar yang bisa ia bacakan saat mengimamiku tapi aku benar-benar senang karena akhirnya cita-citaku untuk diimami oleh suamiku saat sholat bisa terwujud.

"Mas.. "

"Fiza.. "

Ucap kami hampir bersamaan.

"eh kok bisa bareng sih. Kamu dulu aja deh." ucap Mas Devin menyusul duduk disampingku.

Saat ini kami memang sudah ada di kamar. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam dan kami akan segera tidur sekarang. Tapi aku ingin membicarakan suatu hal penting kepada Mas Devin sebelum kami benar-benar tidur. Namun ternyata dia juga ingin membicarakan sesuatu.

"enggak pa-pa Mas, kamu duluan aja." ucapku.

"yaudah deh kalo kamu maksa. Nih buat kamu." ucap Mas Devin memberikan aku sebuah kotak kecil.

"ini apa Mas?" tanyaku.

"buka aja." jawabnya.

Akhirnya aku membuka kotak itu. Dan aku bingung ketika melihat isinya yang terdapat beberapa kartu dan juga buku kecil disana. Kartu? Kartu apa ini?

"ini apa Mas?" tanyaku bingung.

"itu kartu ATM, kartu kredit sama buku tabungan. Mulai sekarang kamu yang pegang keuangan di rumah ini. Dulu Mama pernah bilang kalo bendahara terbaik dalam rumah tangga itu ya istri. Waktu itu aku nggak ngerti bahkan nggak peduli sama omongan Mama. Tapi sekarang aku sadar kalo Mama ada benernya. Sekarang kan aku udah ada kamu. Jadi bakal lebih baik kalo kamu yang ngatur semuanya kan?" jelas Mas Devin.

Tentu penjelasannya itu semakin membuatku bertanya. Apa hakku mengatur keuangan Mas Devin? Aku rasa aku tidak pantas untuk itu. Selama ini aku hanya mendapat uang belanja yang diberikan Mas Devin tiap bulan. Dan mengembalikan sisanya ketika memang ada sisa saat aku berbelanja. Dan sekarang aku yang mengaturnya sendiri? Apa aku bisa?

"tapi Mas__"

"udaahh, kamu pasti bisa kok. O iya kamu juga bisa beli apapun yang kamu mau. Jadi, jangan belanja kebutuhan rumah aja. Beli sesuatu yang kamu pengen juga." kata Mas Devin memotong ucapanku.

"kamu mau ngomong apa tadi?" lanjutnya.

Astaughfirrullah, kini jantungku mulai berdetak kencang lagi. Aku bingung bagaimana caranya aku menyampaikan hal yang ingin kukatakan ini. Aku malu mengatakannya. Tapi.. Ahh sudahlah aku harus mengatakannya. Mas Devin berhak atas ini.

"heeyy... Kaaan kebiasaan kan kamu tuh. Sukanya ngelamun. Kenapa? Mau ngomong apa sih?" tanyanya lagi.

Dengan menarik dan menghembuskan napas, aku mengumpulkan keberanianku berbicara padanya. Aku mulai menghadap kepadanya dan menatap dalam matanya.

"Mas.. "

"hm?" jawabnya yang juga ikut melihat mataku.

"aku udah siap." ucapku yang merubah pandangan matanya menjadi tidak percaya.

"maksud kamu, kamu.. "

"iya Mas, aku tau kamu emang udah bener-bener berubah. Dan aku rasa sekarang udah waktunya aku kasih hak kamu sebagai suami aku. Aku mau jadi istri seutuhnya Mas. Aku siap kasih kesucian yang selama ini aku jaga buat suami aku." jawabku mantap.

"kamu yakin?" tanyanya memastikan lagi.

Aku pun mengangguk menjawab pertanyaannya.

💧💧💧💧💧

Assalamualaikum..

Apa kabar semua? Semoga masih dalam kondisi baik-baik saja ya..

Hari ini sudah bisa up lagi, semoga bisa menemani teman-teman semua..

Terimakasih untuk teman-teman semua karena selalu meninggalkan komen di setiap part nya. Saya senang sekali setiap ada komen yang masuk pada part yang baru saya up. Jujur, itu yang selalu saya tunggu-tunggu setelah mempublish cerita saya. Itu bisa menjadi sebuah semangat bagi saya untuk menulis. Oleh karenanya, saya bisa up lagi hari ini.

Happy reading...

Oh iya, selamat hari kartini juga ya buat semuanya..

Wassalamualaikum...

#stayathome
21 April 2020

Hafiza (END-COMPLETED) ✔Where stories live. Discover now