13. Secret Mission

91 20 53
                                    

"Aku harus ke kantor. Ada pekerjaan yang enggak bisa kutinggal saat ini," ujar Jimin dengan wajah menyesal. Pasalnya mereka baru saja pulang ke Seoul setelah melakukan perjalanan jauh dari Sokcho. Anna terlihat khawatir, tetapi ia juga tidak bisa melarang suaminya itu.

Maka yang dapat ia lakukan hanyalah mengagguk terpaksa seraya berkata, "Jangan terlalu keras bekerja, dan jangan lupa besok aku ada penyerahan jabatan yang baru sebagai ketua komisaris pada perusahaan."

Jimin tersenyum seraya mengangguk. "Aku akan datang sebagai seorang suami yang bangga padamu," ucapnya terdengar begitu manis di telinga Annastasia.

Begitulah percakapan mereka kemarin siang setibanya di apartemen. Jimin pergi dengan buru-buru tanpa sempat Anna tanyai lebih lanjut. Sebagai seorang istri yang baik, maka Anna hanya berusaha mengerti akan keadaan suami sementaranya itu.

Banyak pasang mata yang memperhatikannya sejak tadi. Berkali-kali menerima ucapan selamat atas penyerahan jabatan barunya. Namun, seseorang yang digadang-gadang akan menjadi pendamping hidupnya tidak juga nampak di antara keramaian.

Matanya terus menelisik setiap sudut ruangan besar yang dijadikan sebagai tempat penyerahan jabatan barunya. Banyak orang yang dikenalnya hanya sebatas nama dan jabatan—yang kebanyakan adalah pemilik saham yang lain. Namun, tidak ada yang benar-benar akrab dalam lingkup pertemanannya.

Ia melangkah tergesa mencari keberadaan sekretarisnya. Hingga tanpa sadar dirinya menabrak seorang pria tengah berdiri di tepian meja dengan minuman di tangan. Keduanya sama-sama terkejut kemudian saling meminta maaf.

"M-maafkan saya. Saya berjalan tidak memperhatikan," ujar Anna merasa bersalah karena kini dilihatnya jas yang dikenakan pria tersebut sedikit basah dengan noda sirop pada lengan kirinya.

"Tidak apa, Nona. Aku bisa membersihkannya nanti," sahut sang pria lembut dan penuh pengertian.

"Sungguh, anda bisa melepas jas anda dan saya akan meminta orang membawanya ke laundry jika anda tidak keberatan."

Satu senyuman lebar hingga menampilkan gusi yang khas milik pria itu ditujukan untuk Anna. "Sungguh. Enggak apa-apa. Ini acara anda, jangan memusingkan hal kecil semacam ini yang dapat merusak suasana hati anda. Ngomong-ngomong, selamat atas jabatan barumu, Nona ...?"

"Annastasia," sahut Anna seraya mengulurkan tangan untuk saling berjabatan.

"Min Yoonki. Perkenalkan, saya salah satu pemasok kain pada perusahaan anda." Perkenalan Yoonki menjawab pertanyaan Anna yang sejak tadi kebingungan siapa pria di hadapan ini. Ia memang baru beberapa bulan bekerja di sini. Jadi belum banyak bertemu dengan koleganya selain beberapa pemegang saham terbesar yang kebanyakan adalah anggota kluarga Kim.

"Senang bertemu dengan anda, Tuan Min. Semoga ke depannya kerja sama kita dapat berjalan lancar." Anna berujar lembut, tetapi juga tegas dalam setiap katanya. Terdengar sangat anggun dan juga seksi secara bersamaan di telinga seorang Min Yoonki. Pria dua puluh delapan tahun yang diam-diam memperhatikan Anna sejak tadi.

Min Yooki hanya mengangguk dengan senyum ramah yang tercetak jelas pada wajah pucatnya. Membuat Anna sedikitnya salah tingkah akan keramahan yang pria itu tunjukkan. Namun, saat ini tidak seharusnya ia berlarut dalam obrolan basa basi bersama pria manis ini.

"Maaf, bukan bermaksud tidak sopan, tapi saya sedang mencari seseorang saat ini," ucapya agak ragu karena merasa tidak enak karena meninggalkan obrolan bersama rekan bisnisnya ditambah kesalahan kecilnya menumpahkan minuman pada jas pria itu.

Yoonki merubah ekspresinya menjadi lebih pengertian untuk mempersilakan Anna yang sudah merasa tidak nyaman pada obrolan mereka. "Tentu, sudah pasti banyak tamu yang harus anda sambut, bukan?"

Malas berbasa basi lagi, Anna hanya merespons dengan senyum tipis lalu berjalan menjauh dari pria itu. Tujuan utamanya saat ini adalah mencari keberadaan Jeon Jaemin—sekretaris yang ia tugaskan mencari keberadaan Hwang Jimin. Acara sudah hampir berakhir, tetapi pria itu tak juga menampakkan batang hidungnya.

"Jaemin, apa kamu udah dapat kabar tentang Jimin?" Jaemin yang tengah sibuk dengan ponsel di tangan sedikit tersentak saat tiba-tiba saja Anna muncul di hadapannya. Pria itu buru-buru memasukkan ponsel pada saku celana. Kemudian menatap Anna dengan wajah datar seraya menggeleng sebagai jawaban.

"Kamu udah hubungi Kim Taejoon? Pria itu kaki tangannya, enggak mungkin dia enggak tahu Jimin di mana." Kini Anna melipat tangan di dada sambil menatap kesal pada Jaemin karena tidak mendapat jawaban yang memuaskan. Namun, lagi-lagi gelengan kepala yang Jaemin berikan.

"Taejoon enggak bisa dihubungi. Aku udah hubungi ke kantornya, tapi sekretarisnya bilang, mereka sedang sibuk jadi enggak bisa diganggu."

Tapi kamu udah janji untuk datang, Jim ....

Anna terdiam beberapa saat. Pikirannya kembali pada ucapan Jimin kemarin sebelum pergi. Kemudian ia berdecak dan berjalan melewati Jaemin yang kebingungan. Pria bergigi kelinci itu berjalan mengikuti langkah lebar Anna. Menyusul ke mana pun perempuan yang sudah dianggapnya kakak sejak lama itu. Hingga kaki jenjang itu berhenti melangkah tiba-tiba, membuat Jaemin spontan turut menghentikan gerak kakinya.

"Kamu tangani orang-orang di sini. Katakan pada mereka, kalau aku lagi enggak enak badan. Aku harus cari Hwang Jimin sekarang juga. Perasaanku enggak enak banget, Jeon," titah Anna pada sekretarisnya itu. Jaemin yang memaang tidak pernah bisa menolak apapun keinginan Anna, maka hanya dapat mengangguk atas setiap ucapan wanita itu.

*****

"Kenapa kamu enggak nahan dia sama sekali, sih?" kesal seorang pria berbadan tinggi pada lawan bicaranya. Di hadapannya, berdiri pria lain yang kini hanya memasang wajah datar seraya mengedikkan bahu acuh.

"Aku udah coba mengalihkan perhatiannya, ngajak dia ngobrol, tapi kayaknya dia enggak tertarik sama aku, tuh," sahutnya terdengar santai tanpa beban seraya menyeruput minuman di tangan kanannya. Lengan yang mengangkat gelas menampilkan balutan jas yang sedikit basah dan terlihat lengket karena noda cairan manis.

"Demi apa pun, Min Yoonki! Kamu enggak bersihin lengan jasmu dari tadi?" tanya yang lebih tinggi, sejak tadi ia tidak dapat menutupi raut kesalnya pada sosok pria pucat yang terlihat acuh di hadapannya.

"Aku malas jalan ke kamar mandi. Lagian, ini enggak terlalu banyak noda kok," sahutnya masih dengan gaya cuek. Namun, pria lawan bicaranya itu berdecak sebal hingga menyeret lengan pria yang lebih kecil itu untuk mengikuti langkahnya menuju kamar mandi.

"Kalau kamu diemin, ini bisa lengket dan membuat kulitmu enggak nyaman. Orang lain juga akan risih lihat kamu kayak gini," omel pria itu seraya mengusap sapu tangan yang telah dibasahi oleh air pada lengan jas yang Yoonki kenakan.

Pria berkulit pucat itu berdecak. "Enggak usah berlebihan, Jeon! Ini cuma noda kecil, enggak akan kelihatan, kok. Lagian kenapa sih, orang-orang kaya itu ribet banget harus merhatiin penampilan bahkan sampai ke lengan kayak gini."

"Karena mereka hidup untuk memusingkan hal ini. Enggak kayak kamu, yang hidup dengan memusingkan harus makan apa besok," sahut pria yang dipanggil Jeon. Jeon jaemin, pria bergigi kelinci berperawakan tinggi yang sejak tadi terus memperhatikan interaksi antara Anna dan juga Yoonki.

Yoongi hanya mencebik tanpa minat merespons lebih lanjut ucapan Jaemin. Ia memilih sibuk mengeringkan lengan jasnya pada hand dryer yang ada pada toilet itu. Karena bagaimanapun, ia tidak dapat menampik apa yang Jaemin katakan. Pria dua puluh lima tahun itu sepenuhnya benar. Ia hidup untuk memikirkan bagaimana caranya bertahan pada dunia yang pelik ini. Bahkan ia rela melakukan banyak pekerjaan sekaligus hanya untuk mendapatkan uang.

"Karena Plan A tidak sepenuhnya berhasil, maka kita akan menjalankan Plan B. Setelah ini aku akan mengatur pertemuanmu dengan Anna, di sana kamu harus benar-benar bisa menarik perhatiannya. Aku membayarmu untuk itu, jika kau lupa!"

Tbc ...

Terima kasih sudah baca 💜

TemptationWhere stories live. Discover now