11. Honeymoon?

108 21 60
                                    

Langit senja dengan perpaduan warna jingga kebirun di atas hamparan laut yang kini turut memantulakan rona merah di permukaannya menjadi satu-satunya pemandangan indah di hadapan Annastasia saat ini. Ia merapatkan padding yang secara acak ia ambil dari gantungan di depan pintu sebelum Jimin menariknya keluar. Terpaan angin laut selama hampir dua jam membuat tubuhnya sedikit menggigil kedinginan.

Dalam hatinya tidak berhenti mengumpat untuk pria di sebelahnya. Satu-satunya tersangka utama yang membawanya pergi sampai sejauh ini. Meski tak dapat dipungkiri, tempat ini memiliki keindahan tersendiri di mata Anna. Namun, ia juga merasa tersiksa karena kedinginan juga rasa lapar yang memberontak di dalam perutnya sejak tadi. Sepotong roti buatan Jimin dan juga setengah porsi jajangmyeon sudah pasti terkuras habis selama perjalanan ke tempat ini.

Sudah hampir dua jam mereka hanya berdiam diri di bibir pantai. Menatap kosong pada lautan biru yang menghampar luas. Karena bukan akhir pekan, tempat ini jadi tidak terlalu ramai pengunjung. Hanya suara deburan ombak yang menemani keheningan di antara keduanya.

Anna memperhatikan Jimin yang terus saja diam sejak tadi. Bahkan selama perjalanan menuju ke pantai ini, pria itu tidak banyak berbicara meski sebelumnya ia kelewat jahil menyeretnya untuk pergi bersama. Ada raut bingung dan juga beban yang berat dari pancaran matanya membuat Anna bertanya-tanya. Hal apa yang membuat pria itu begitu kacau seperti ini. Lagi-lagi, tanpa disadari ia diam-diam memperhatikan suaminya.

"Hwang Jimin, punggungmu enggak pegal, ya? Sudah hampir satu jam loh, kamu duduk di atas pasir begitu," ucap Anna sudah tidak tahan lagi. Ia menghentakkan kaki serta berusaha untuk bangun dari duduk tidak jelas menemani pria yang baru dinikahinya kemarin itu.

Namun, satu gerakan Jimin menahan pergelangan tangan Anna membuat wanita itu mengurungkan niatnya. Jimin menoleh, menatap Anna dengan pandangan sendu lalu mengulas satu senyum tipis dari bibir plum-nya.

"Sebentar lagi. Aku mohon ... sebentar lagi, Anna." Ditatapnya mata hazel Anna dengan wajah penuh pengharapan. Ada pancaran putus asa dari pandangan matanya yang ditangkap oleh si wanita.

Jika boleh jujur, Anna tidak tega melihat pria itu seperti ini. Ia juga penasaran perihal apa yang membuat pria yang biasa menjahilinya itu kini terlihat murung. Ingin sekali bertanya, tetapi menyadari posisinya tidak memungkinkan untuk bertanya lebih jauh. Lagipula, Annastasia cukup mengenal Hwang Jimin. Pria manis itu tidak mudah menceritakan apa yang menjadi beban hidupnya kepada orang lain.

Hingga kini yang dapat ia lakukan hanyalah mengembuskan napas kesal. Ia mendengkus tanpa menatap Jimin. Pandangannya lurus ke depan menghadap lautan yang perlahan sudah mulai gelap karena sang mentari hendak beranjak. "Aku lapar, dan aku juga kedinginan," gerutunya dengan bibir mengerucut dan tampang sebal.

Jimin hanya menanggapi dengan senyuman sekilas. Ia beranjak lalu melepas padding miliknya. Melemparkan asal hingga menimpa kepala Anna. Hal itu sontak membuat wanita itu tersentak. Ia melotot pada si pemilik pakaian hangat. "Kamu udah gila, ya? Kamu bisa mati kedinginan kalau kasih ini ke aku!" ocehnya, tetapi Jimin hanya terkekeh mendengarnya.

"Jangan percaya diri! Aku cuma nitipin itu ke kamu, bukan ngasih, kok!" elak Jimin membuat Anna hanya mendengkus mendengarnya.

Setelahnya mereka hanya saling diam dalam lamunan masing-masing. Jimin masih setia menatap kosong pada lautan luas di hadapan. Sementara Anna, sesekali ia memperhatikan pria di sampingnya dalam diam. Menatap khawatir pada sosok yang kini menjadi suaminya. Saat ini Jimin hanya mengenakan hoodie yang tidak terlalu tebal di tengah dinginnya senja di tepi pantai. Ditambah kondisi tubuhnya yang Anna yakini cukup kelelahan usai mengemudi dalam perjalanan panjang menuju tempat ini. Belum lagi raut wajah muram yang ia tunjukkan tanpa sebab pasti yang dapat wanita itu ketahui, membuat ia semakin khawatir.

TemptationWhere stories live. Discover now