Chapter 2

9.3K 555 6
                                    

Pria tampan yang tengah makan malam bersamanya ini bernama Rexone, teman baik Nath dalam hal dunia bunuh-membunuh. Di khalayak umum, Rexone Leonardo-- nama lengkapnya sering disebut sebagai anak emas negara dimana pria itu mampu mendongkrak pendapatan negara menggunakan statusnya sebagai menteri perdagangan. Bayangkan, seorang pejabat pemerintah yang diagungkan-agungkan malah menjadi seorang psikopat kejam yang sangat menikmati rasa sakit dari korbannya.

Marsha tidak habis pikir, mengapa ada orang seperti Nath dan juga Rexone yang kesenangan bermain-main dengan nyawa manusia. Seakan nyawa manusia adalah hal yang tidak berharga.

"Katakan padaku, apa yang kau inginkan di dunia ini?" tanya Rexone secara tiba-tiba.

Dahi Marsha mengeryit namun tidak lama kemudian dengan pasti dia menjawab.

"Menghentikan kalian menghilangkan nyawa orang lain."

"Kalian? Berarti aku juga?"

Marsha mengangguk, "Anggap saja aku ingin berbuat kebaikan dengan menghentikan kalian melakukan pembunuhan."

Rexone terbahak dengan masih menatap ke arah Marsha yang tengah melahap seporsi kalkun panggang. Gadis itu terlihat biasa saja, padahal Rexone sadar bahwa Marsha tengah ketakutan sekarang. Ah, gadis milik Nath memang pandai memanipulasi, namun tidak sampai membuat Rexone terkelabui.

"Rexone, barangmu sudah kukemas di kamar merah."

Marsha menghentikan gerakan makannya disaat mendengar Nath berucap, pria itu baru saja keluar dari kamar yang di sebut kamar merah, kamar yang selalu saja terkunci pada siang hari namun terbuka pada malam hari. Suara teriakan yang berasal dari kamar merah menandakan begitu kejamnya Nath memperlakukan korbannya.

Hah, membayangkan apa yang di perbuat Nath sontak membuat Marsha mual dan mendadak tidak nafsu makan.

"Aku ingin istirahat di kamar saja," ucap Marsha, atau dalam artian jelas 'aku tidak ingin ikut campur dalam urusan kalian'.

Belum sempat Marsha beranjak, kedua bahunya malah ditekan keras oleh Nath hingga dia kembali duduk. Selalu saja seperti ini, Nath tidak akan puas jika Marsha tidak ikut untuk menyaksikan bagaimana korban Nath di bawa keluar dari mansion ini.

Marsha meringis ketika Nath meremas kuat kedua bahunya.

"Aku kira kalian berteman karena saat itu kau mengajaknya berbicara," ujar Nath.

"Dia mengatakan bahwa kau menggodanya." Marsha berdecih, bisa-bisanya dia berlagak seperti perempuan yang cemburuan di depan Nath. 

"Kau cemburu? apa perlu aku memutilasinya?"

Sialan, bisakah untuk hari ini saja Marsha tidak mendengar kata-kata sarkas berbau kekerasan dari mulut Nath?

"Hei Nath, aku menginginkan tubuh korbanmu utuh!" timpal Rexone,  pria itu sedikit kesal karena di abaikan oleh dua sejoli di hadapannya. Jadi nyamuk ketika dua orang berlawanan jenis bermesraan memang sangat menjengkelkan. Lebih baik dia secepatnya membawa mayat di kamar merah daripada harus berada di ruang makan ini lebih lama. 

Ketika Rexone mulai melangkah mendekati kamar merah langsung saja Marsha bergedik ngeri. Gadis itu menyingkirkan tangan Nath dari bahunya lalu berlari menuju kamarnya, namun sekali lagi pergerakannya dihentikan oleh Nath, pria itu langsung menggendong tubuh Marsha, membawanya ke arah kamar paling Marsha hindari di mansion ini.

Di sana terlihat sebuah mayat yang berada dalam koper besar, tergeletak dengan posisi bagaikan janin di dalam rahim seorang ibu. Bibir yang membiru dan tubuh yang kaku membuktikan bahwa tidak ada lagi kehidupan yang berlanjut.

DANGEROUS I Sadistic NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang