"Papa kamu benci sama kamu, tau alasannya?" Aura mengangguk sebagai jawaban.
"Dan sejak Serly umur 8 tahun, papa kamu hilang tanpa kabar. 2 Tahun dia selalu ngirim uang, tapi setelah itu? Udah gak ada!"
"Maksud Kakak apa? Bukannya selama ini papa selalu kirim uang?" tanya Aura dengan heran.
"Benerkan, 'kakak cuman lambang kata dari kamu untuk Serly. Tapi nyatanya? Kamu gak pernah tau kehidupannya!"
"Please kak, jangan bertele-tele."
"Serly gak pernah berubah, cuman dia terpaksa buat berubah. Setiap pulang sekolah dia selalu kerja paruh waktu, dan kalau malam? Dia kerja di club. Buat siapa? Buat Aura, orang yang katanya satu-satunya keluarga yang Serly punya. Orang yang katanya paling sayang sama Serly, tapi mana buktinya? Hari ini tanpa tau sebuah kebenaran, orang itu ngebentak kakaknya, hebat!" Reta menepukkan tangan tanda kagum, sedangkan Aura sudah menangis, apa benar yang dikatakan Reta? Sangat ironis.
"Kak?" panggil Aura pada Serly, saat gadis itu ingin meraih tangan Serly, Reta menepisnya.
"Nggak, dia bukan kakak kamu! Saya sabar saat kamu melawan, tapi saya sahabatnya. Saya gak akan biarin siapapun nyakitin dia, bahkan adiknya sekalipun. Bagi saya, 'sahabat adalah segalanya!"
"Selama ini saya ingin menjadi nomor satu buat Serly. Saya selalu ada buat dia. Saya ikut kerja, meski kehidupan saya tercukupi. Tapi sayang, kamu tetap menjadi nomor satu buat dia,
"Saya selalu ingin membantu dia untuk pengobatan kamu, tapi kamu tau apa yang dia bilang? Adiknya, tanggung jawabnya! Papanya tidak pernah mengajarkan dia untuk menerima kasihan dari siapapun. Dia boleh menerima pemberian, asal orang itu punya hubungan denganmu. Tapi begonya, Serly gak bisa bedain mana kasian, mana peduli!"
"Terus hubungannya dengan Devan apa?" tanya Aura yang masih bingung.
"Kalau Devan bisa menjadi pacarmu, dia akan membantumu setulus hati tanpa paksaan, seperti yang saat ini Ravin lakuin. Kakak kamu bisa ajah ngebiarin kamu sama Ravin, tapi apa kamu tega liat dia kerja paruh waktu tanpa kenal lelah?"
"Dia capek Ra. Di balik sikap tegasnya, dia punya jiwa yang rapuh. Dia gak sekuat yang kamu liat. Dia lelah, tapi istirahat sebentar saja bisa membuatnya kehilangan sosok adik, keluarga satu-satunya. Saya sebagai sahabatnya saja tidak diizinkan membantunya, apa lagi mereka yang baru mengenalmu? Dia rela kehilangan masa remaja yang harusnya dia nikmatin, asal dia gak kehilangan adiknya. Dan dia rela dianggap kejam oleh seluruh dunia, asalkan dengan cara itu dia bisa ngelindungin adiknya!"
"Tapi gak gini kan Kak caranya?" tanya Aura dengan tangisannya. Kakaknya hebat, Aura jadi mengerti.
"Terus gimana caranya? Kerja didua tempat sekaligus, bahkan gak cukup buat kamu oprasi. Jalan satu-satunya cuman Devan. Selama ini kakak kamu berusaha ngerti kehidupanmu, tapi bisa tidak sekali saja kamu mengerti dia? Dia gak minta banyak Ra, cukup kurangi bebannya," ucap Reta yang kini matanya sudah berkaca-kaca.
"Kalau itu yang terbaik, aku iklas...." Serly memeluk Aura, akhirnya adiknya mau mengerti.
"Kamu memang Adik Kakak. Kakak janji setelah kamu sembuh, Kakak akan kasih seluruh kebahagiaan yang selama kamu impikan." Aura mengangguk dalam pelukan Serly. Harus bagaimana lagi? Kalau kakaknya saja bisa mengerti akan dirinya, kenapa dia tidak?
"Sekarang mending kamu temuin Devan, biar dia berenti jadi tukang kuping!" ucapan Reta berhasil membuat Devan yang menguping di pintu yang tidak tertutup rapat, kini terjatuh di lantai, sambil memasang cengiran tak berdosanya.
"Lo!?" ucap Serly dengan ketus kemudian menghapus air matanya dengan kasar.
"Udah, sana anterin Aura check up!" Sesuai perintah Reta, Devan menarik tangan Aura yang kini masih menangis.
YOU ARE READING
My Selection (End)
Teen FictionBukan kisah seorang gadis yang mengejar cowok dingin. Melainkan kisah tentang seorang cowok yang mencintai sosok gadis dalam diam, dan memperjuangkan gadis itu dengan caranya sendiri. Sakit itu sederhana, tapi perihnya yang membahana. Sakit itu keti...
44~MY SELECTION~Serly Dan Aura
Start from the beginning
