Penculikan?!

481 48 1
                                    

Cklek.

Brak.

"Lu-lu ngapain?" Derrel terkejut saat Rian menarik tangannya dan mendorongnya kembali ke pintu dengan satu tangannya yang berada tepat disebelah kepala Derrel.

"Ngasih lu hadiah lainnya," Rian menyeringai dan mendekatkan kelalanya.

"Lu gay?!" Derrel mendorong celat tubuh Rian.

"Gua nggak gay," jawab Rian santai.

"Terus perlakuan lu tadi apa? pelecahan namanya, nggak heran cowok banyak harta kaya lu jomblo, ternyata lu gay," Derrel langsung membuka pintu dan ....

Tep.

"Tunggu, gua minta maaf, gua aja yang pergi, ini kan hadiah kontes lu," Rian menahan tangan Derrel, lalu berlalu melewati Derrel.

"Jangan lu pikir banyak uang itu bisa buat orang bahagia, kebahagian nggak bisa dibeli," Rian melangkah cepat meninggalkan Derrel sendiri.

Derrel menyeret kopernya dan meletakannya disisi lemari, ia menjatuhkan dirinya diranjang, ia merasa bersalah atas apa yang ia katakan.

"Ngapain gua nerasa bersalah gini? kan dia duluan yabg lecehin gua, harusnya gua yang marah," Derrel membuang napas panjang, ia bangkit untuk menyalakan lampu lalu mandi.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Lu udah dapet hadiahnya?! gila gercep banget dah," Ayudia berseru didalam kelas membuat banyak sorot mata menatap kami.

"Iya, kemarin pas gua lari, gua nabrak si Rian, terus dia langsung nganterin gua ke apartemen plus ngasih duit 50 jutanya," Derrel hanya kembali fokus dengan tugas mapel kuliahannya.

"Jadi ... lu udah jadi pacar?" Ayudia melirik Derrel.

"Pacar apaan? kan gua udah bilang bakal nolak hadiah yang satu itu, malah gua yakin sekarang kita nggak bakal ketemu si Rian lagi," Derrel menyeringai disesi pembicaraannya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Dimas disini!" teriak Tres menyahuti ketiga kakak kelasnya.

"Loh bang Ian mana? tumben nggak bareng," Ayudia menatap ketiganya dengan mulut menganga.

"Nggak tau, dari pagi nggak masuk," Dimas mebyahutinya lalu duduk.

"Gua juga udah coba nelepon ke rumahnya tapi nggak diangkat," Vicki menyantap kornetnya.

"Sakit kayanya," Kevin menyuruput teh pocinya.

"Tapi kayanya nggak mungkin sakit, kemaren gua bareng Rian, tapi dia baik-baik aja," Derrel merasa ada yang ganjal, ia selalu meneliti situasi dengan firasatnya, dan firasat bahanya sudah berbunyi sangat keras.

"Eh, bentar ya, mau ngangkat telepon," ucap Tres meninggalkan teman-temannya.

"Emang kemaren lu kemana, Der sama si Rian?" Vicki mengunyah kornet terakhirnya.

"Ke apartemen."

"Ngapain lu?" tiba-tiba aja Dimas bersemangat.

"Gua menang kontes yang dia buat, dia ngasih kunci sama nganterin gua ke apartemennya," Derrel berdiri berniat mengembelikan mangkuk baso.

"Yakin cuma nganterin."

"Eh gua balik ya, Der, Sap, bilangin ke dosen yang kelas sore, gua izin," Tres langsung berlari meninggalkan kantin.

"Sap, gua juga bilangin izin, nih mangkuknya tolong balikin, gua udah bayar kok," Derrel pun langsung meninggalkan kantin dan membututi Rian.

"Iya kak, aku segera kesana," Tres terlihat menaiki mobil Avanza Hitam.

(Cin)Derrel(la) Où les histoires vivent. Découvrez maintenant