🌷DIC -Bersalah

5.1K 467 3
                                    

Bismillah ...
Vote dulu ya sebelum lanjut 😊
________________________________

Sejak kehilangan sang Ibu dua minggu lalu, Faila hanya dapat meredam sedihnya sendirian. Berbagai cara telah dicobanya untuk mencari Ibu. Ibu tak dapat ditemukannya. Keberadaan Ibu selalu mejadi tanya yang tidak ditemukan jawabannya.

Pencarian ibu hanya lewat sebuah doa yang dia pinta, agar Allah memberi jawaban atas perrtanyaannya. Lutfan memang selalu ada untuknya, mendekapnya dikala dingin, mencipta rona dipipinya, membuatnya tertawa, membuatnya tidak sendiri, melengkapi hati yang hampa akan cinta. Tapi … bagaimanapun satu tempat untuk sang malaikat, tak akan bisa digantikan oleh siapapun..

“Sayang?”

Matanya mengerjap. Faila sontak menoleh dan tersenyum pada sang suami yang sudah rapi dengan jasnya. Masa cuti mereka telah habis, kembali tiba hari yang disibukkan dengan aktivitas diluar rumah.

Terutama Lutfan yang harus segera masuk. Sebagai CO perusahaan tanggung jawabanya pada perusahaan sangatlah besar.
Bunyi kursi berderit, keduanya duduk berhadapan mulai makan. Seperti biasa, Lutfan menikmati makanannya dengan pujian. Membuat rona pipi itu lagi-lagi tercipta. Walaupun sudah sering, tapi tidak menghentikan rasa bahagia dalam dirinya.

“Oh ya, Humaira ….”

“Kenapa, Mas?”

“Kemungkinan Mas hari ini lembur, berhubung banyak berkas yang belum Mas urus.”

Bibir Faila membulat seraya mengangguk. Walaupun  baginya terasa berat, sendirian di rumah. Biasanya ada Lutfan seharian bersamanya, ibu pun tak lagi ada sebagai tujuannya. Tapi, dia bukan anak kecil yang manja harus ditemani seharian. Kini dia sudah menjadi istri Lutfan. Bagaimana pun masalah ini tidak boleh membuatnya terpuruk lama. Kehilangan Ibu, pasti ada hikmah dari Allah SWT.

“Nanti siang, Faila boleh antar bekal gak, Mas?”

“Kamu gak kerepotan?”

“Gak. Lagian Faila gak ada agenda hari ini.”

“Ya udah boleh. Kayaknya Mas bakal semangat ini diantar bekal sama humaira.”

Segaris senyum tercipta. “Nanti Faila masak yang enak.”

“Masakan istriku selalu enak.”

Pagi hari selalu indah, bersama obrolan singkat yang selalu mengundang rona dan bahagia. Di sini Faila bersyukur, dihadiahi seorang suami seperti Lutfan. Tiada hari tanpa tatapan lembutnya, senyuman manisnya, panggilan memabukkannya, nada manja dan godaanya. Semua ini membuat hati yang awalnya tak tersemat kata cinta, berubah sekejap mata menjadi cinta yang memabukannya. Cinta halal atas ridhonya.

“Kalau gitu suamimu ini berangkat ya Humaira.” Lutfan mengedipkan sebelah matanya.

Faila tertawa. Begitu keduanya berdiri, Lutfan menghadiahinya kecupan di dahi. Lalu memainkan hidungnya dan tersenyum manis.

“Sayangku ... jaga diri di rumah ya? Tunggu suami tampanmu ini pulang.”

Lagi-lagi semburat merah. Lutfan terkekeh. “Kalau  bisa, Mas akan cepat-cepat menyelesaikan berkas di kantor. Biar bisa berduan lagi sama istriku ini.”

“Kayaknya Mas harus pergi sekarang sebelum terlambat.”

Lutfan memang ahli membuat dadanya berdebar tak kuasa, semburat muncul tanpa bisa dicegah,
dan hati yang berbunga akan rasa cinta yang seolah bertambah setiap harinya.

“Salah tingkahmu, membuat Mas rasanya enggan untuk pergi. Sayang sekali wajah malu ini dilewatkan untuk ditatap.”

“Untung Faila gak ada sakit jantung, Mas.”

Dalam Isak Cinta [END]Where stories live. Discover now