"Sia bilang ini rumahnya, gue juga pernah anterin dia ke sini!" tegas Bara, dia tidak mencari ribut dengan anak Parahyangan, bisa saja dia Kakaknya Sia bukan?

Bintang menggaruk kepalanya yang tak gatal, dia sangat bingung dengan situasi ini. "Lagian, sejak kapan Sia punya kenalan anak Singgasana?"

"Bukan urusan lo! Sekarang suruh Sia keluar!"

"Nggak ada Sia di sini. Gue harus bilang berapa kali sama lo?"

"Dia... udah berangkat?"

"Ngapain juga udah berangkat? Sopir bis aja baru nyuci ilernya!" Bintang melihat cowok itu dari atas sampai bawah, dia pun melihat name tag yang cowok kenakan. Bintang langsung mengaga, rasanya dia menggigit lidahnya sendiri sekarang.

"Ba... Ba... Ba...," ucap Bintang sambil menunjuk wajah cowok itu. Bara pun hanya mengangkat alisnya karena Bintang terkesan seperti Minion hidup.

"Ba..." ucap Bintang lagi tidak percaya, bagaimana mungkin, apakah dia benar, Bara William? Tetangga Sia dulu?

"Lo Kakak nya Sia kan?"

"Gue temen kecilnya juga, masa lo nggak tahu? Mungkin bedanya rumah gue agak jauh sama dia." jika Bintang berkata seperti itu, apakah Bara akan memgingatnya? Tidak dipungkiri, Bintang pernah bertemu Bara beberapa kali jika dia main ke rumah Sia dulu.

"Lo nggak tahu gue?" Bara pun menggelengkan kepalanya.

"Yakin?"

"Minta nomor WhatsApp Sia, atau id Line, atau apapun itu," ucap Bara, karena dia tidak mau tahu, bukan untuk berkenalan dengan cowok ini tujuannya datang ke mari.

Bintang pun berpikir dua kali, bukankah Sia sangat ingin bertemu dengan Bara? Dulu saja dia sering mengoceh karena Bara tidak menepati janjinya untuk terap bermain berasama.

"Oke, karena lo Bara William, gue kasih," ucap Bintang sambil membuka ponselnya dan memberikan nomor Sia pada Bara.

***

Saat tengah membantu Ibunya, Sia mendapatkan dering telepon dari orang yang tidak dikenalnya. Tentu saja, Sia tidak mengangkat telepon tersebut. Seseorang pun langsung mengirimkan chat di WhatsApp nya.

Unknown:
Sia.

Sia tidak meresponnya, dia lebih baik membuat nasi goreng untuk bekalnya.

Unknown:
Ini gue, Bara. Barusan gue ke rumah lo, tapi lo nggak ada.

Deg!

Masih teringat jelas saat Bara memarahinya atas kesalahan yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan dirinya. Padahal Sia memiliki trauma, padahal Sia hanya ingin mengembalikan hoodie. Tapi cowok itu malah melampiaskan semua amarah kepadanya.

"Kamu, kemarin pulang larut," ucap Ana lalu memegang lembut tangan Anaknya. Seperti biasanya, senyumnya selalu membuat orang lain merasa nyaman, termasuk Sia.

"Sia punya temen, dia—marah karena kesalahan yang nggak ada hubungannya sama Sia," ucap Sia, dia bangun pagi sekali untuk membantu Ibunya. "Kata Mama, Sia harus gimana?"

"Kamu harus tetep baik sama dia."

"Nggak bisa, Ma."

"Senyumin dia."

"Nggak bisa, aku udah bilang nggak bakal ganggu cia lagi."

Ana mengembuskan napas panjang, terkadang Sia lebih mirip dengannya, tapi Ana tidak menapik, kalau sifat keras kepala Alister mengalir padanya. "Kalau gitu jelasin sama dia, kalau kamu nggak bersalah."

TELUK ALASKA 2 Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt