PART 2. Klub Fotografi

229 43 42
                                    


Happy reading


Part 2. Klub Fotografi



"Gue emang ganteng, engga kayak lo burik, dekil, tomboy."
---Garriel Anugrah--

°
°
°

Daisy berjalan kearah kulkas sembari menghentakkan kakinya dengan kesal karena Elfatan tidak bisa mengantarnya pulang. Gadis itu meneguk botol Tupperware yang berisi air dingin dengan rakus. Tenggorokannya kering karena terlalu lama menunggu angkot, apalagi cuaca saat ini sedang panas-panasnya.

Daisy menutup pintu kulkas lalu melangkahkan kakinya menuju meja makan sembari memegang botol Tupperware kesayangan bundanya. Dia membuka tudung saji yang ada di atas meja. Namun, tidak ada apa-apa disana yang ada hanya piring kosong.

Aneh! Bundanya tidak pernah absen untuk memasak saat Daisy sudah pulang sekolah,tapi sekarang tidak ada apa-apa diatas meja makan. Daisy berjalan ke arah lemari dan membukanya satu persatu hingga menemukan makanan kesukaannya.

Daisy mengambil mie instan itu,kemudian mengambil panci yang tergantung dekat rak piring. Namun, panci yang ia pegang jatuh kebawah karena tangannya yang licin menimbulkan suara bising didalam dapur.

“Pake jatoh segala lagi,” kesal Daisy. Namun, tetap merendahkan tubuhnya untuk mengambil panci itu.

“Kamu apain panci kesayangan Bunda?” celetuk Rindi sembari berkacak pinggang membuat putrinya berjengit.

Daisy meringis mendengar suara Bundanya yang tajam. Dia tidak tahu jika pendengaran Bundanya bisa lebih kuat saat barang-barang kesayangannya itu terjatuh. Mungkin setelah ini Daisy akan mendapat ceramah.

Daisy menegakkan tubuhnya. “Nggak sengaja, Bun.”

Daisy berjalan ke arah kompor tanpa memperdulikan tatapan tajam Rindi untuknya.

“Kamu tahu? Panci ini lebih tua dari kamu loh. Ini Bunda beli waktu Bunda belum menikah,” katanya membuat Daisy memutar bola mata malas.

“Lah terus? Aku harus manggil panci itu Kakak?” tanya Daisy. Kemudian, merendahkan tubuh hingga wajahnya kini sejajar dengan panci yang ada di atas kompor.

“Kak panci, maaf ya, maaf banget nih. Saya mau masa indomie boleh ngga, kak?” ucap Daisy dengan nada lembut membuat Rindi  membelalakkan mata kaget.

Rindi mengemplang bahu Daisy. “Gila kamu,ya?!”

“Akhhh sakit, Bun!” ringis Daisy kesakitan sambil memegangi bahunya yang sakit.

“Terus Bunda peduli?”

Daisy menguncupkan bibirnya kesal. Selalu begini. Bundanya lebih sayang sama barang-barang kesayangannya dibanding anaknya sendiri.

“Tiris Bindi pidili?” cibir Daisy membuatnya kembali meringis kesakitan karena wanita paruh baya itu menarik telinga kanan Daisy dengan kencang.

Daisy memegang telinganya yang ditarik. “Sakit, Bun!” rengek Daisy.

“Masakin Bunda mie instan juga!” titahnya sambil melepaskan tangan dari telinga putrinya.

“Kok aku sih, Bun?” tanya Daisy tidak terima.

“Gantian! Sesekali kamu jadi babu, biar tahu gimana capeknya bunda,” ujar Rindi lalu meninggalkan putrinya yang tengah menahan kekesalan.

Sesekali jadi babu matamu, batin Daisy.

Let Him Goحيث تعيش القصص. اكتشف الآن