Part 23

7.1K 885 157
                                    

New Story

###

Part 23

###

Manisnya ga usah banyak-banyak, ya. Ntar diabetes.

Selamat membaca ...

###

"Kau mungkin bisa memaksa kita menjadi pasangan, Saga. Tapi kautahu kita tak akan bisa menjadi orang tua." Sesil memecah keheningan ketika mobil yang mereka tumpangi mulai keluar dari halaman rumah sakit dan membelah lalu lintas yang padat. Setelah mereka bangun jam delapan pagi, Sesil bersikeras meminta pulang. Ia merasa dirinya sudah kembali bugar setelah tertidur dan tak mendapatkan keluhan apa pun. Ia beralasan merasa pusing mencium bau rumah sakit. Beruntung alasan tak masuk akalnya diterima oleh Saga tanpa perdebatan sekecil apa pun.

"Kita sudah menikah." Saga menjawab dengan enggan masih dengan kepala menghadap ke depan. Entah apa yang dipikirkan pria itu ketika mengurut-urut dagunya yang tak gatal sejak masuk ke mobil. Bahkan pria itu tak banyak mengeluh dan terkesan menutup mulut dengan permintaan atau penolakan Sesil yang biasanya akan menjadi masalah besar.

"Ini bukan pernikahan ..."

Saga menoleh. "Terima saja apa yang kuberikan padamu, Sesil. Status, kemewahan, dan ..." Saga melirik jemari tangan Sesil. Mengulurkan tangan dan menggenggam tangan Sesil. Membawa tangan itu ke bibir dan mengecup tempat cincin pernikahan mereka tersemat di jari manis Sesil. " ... cincin ini. Terutama kesabaranku. Banyak-banyaklah berterima kasih agar kau tak terkesan seperti wanita yang tak tahu diri dan tak tahu cara berterima kasih."

Sesil tercenung dengan kata-kata Saga. Menarik tangannya cepat-cepat dari genggaman Saga dan menyembunyikannya di perut. Merasakan panas di pipi yang menyalurkan gelenyar aneh ke pusat dadanya. Ini gila!

Saga menyeringai menangkap rona di kedua pipi Sesil sesaat sebelum wanita itu memalingkan muka darinya. Wanita itu jadi lebih sensitif dari sebelumnya. Apakah karena pengaruh kehamilan? Sebelum berhasil menghamili Sesil, ia memang kerap kali membaca artikel tentang wanita hamil. Emosi, gairah, maupun perubahan bentuk tubuh. Semuanya mengarah ke hal yang baik kecuali gangguan-gangguan kecil semacam mual, pusing, kestabilan emosi yang tak terkendali. Namun, jika dibayar dengan keberhasilannya menakhlukkan kekeraskepalaan Sesil, ia merasa semua baik-baik saja.

"Bagaimana jika aku menolak hamil?" tanya Sesil lagi tak menyerah. Meskipun pertanyaan terdengar tak masuk akal dengan kondisinya yang sekarang. Saga memang lihai berbohong, ia lebih menyukai fakta itu saat pria itu mengatakan kehamilannya. Namun, kejujuran pria itu kali ini menghancurkan dunianya.

"Kau benar-benar tak ingin menyerah, ya?" ejek Saga sambil memutar tubuh menghadap Sesil. Mengunci perhatian Sesil tetap untuknya sebelum melanjutkan. "Bagaimana jika kau memikirkan kata-kataku ini dengan sangat baik. Alih-alih merencanakan penolakanmu atas janin yang sudah bertumbuh di perutmu, pikirkanlah kesehatan dan ketenangan emosi anakku, Sesil. Karena nyawa dan keselamatanmu tergantung pada kondisinya. Selama dia baik-baik saja, aku berjanji kau juga berada dalam kondisi sangat baik. Akan melimpahimu dengan kasih sayangku. Dan melindungimu dari hal-hal yang buruk yang mengancam."

Sesil menelan ludahnya. Kalimat yang seharusnya bernada lembut itu membuat bulu kuduk Sesil merinding. Ancaman yang melumuri janji Saga memaksanya menyegel perjanjian dengan bayaran nyawanya. Melindungi pria itu bilang? Sedangkan pria itulah satu-satunya hal paling berbahaya di hidupnya.

"Aku membencimu, Saga," desis Sesil menepis ketakutan yang bercokol di dadanya. Memangnya apa yang akan pria itu lakukan pada wanita yang sedang mengandung anak yang sangat diinginkan Saga. Mau tak mau, Saga akan melindungi dirinya untuk melindungi anak pria itu sendiri. "Aku juga membenci anak ini."

New Story Saga and Sesil (Tersedia di Google Play Book & Kubaca)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang