10. Being on Each Other's Mind

164 20 41
                                    

"Lo dapet berapa?" Yuda mencoba mengintip kertas yang dipegang Ara. Mereka baru saja menyelesaikan mata kuliah terakhir ujian akhir semester hari itu. Masih ada tiga matkul lagi minggu depan, namun suasana kampus sekarang menunjukkan betapa tidak sabarnya para mahasiswa menunggu segala ujian ini selesai secepat mungkin.

Ara mendelik, menyembunyikan kertasnya dari Yuda. "Rahasia."

"Sombongnya... Pasti A, deh." sahut Dira rese.

"A plus plus plus plus—aw!" Yuda meracau sebelum Ara mencubit lengannya.

"Diem deh. Mending urusin nilai lo sendiri." ujarnya ketus.

Yuda nyengir. "Yah, nilainya gue udah dapet. Nggak bisa diurusin lagi dong? Mau diubah juga udah gak bisa, apalagi dengan dosen yang pelit nilai gitu."

"Emang punya lo berapa sih?" tanya Dira, kini berusaha mengintip nilai Yuda. Yuda menirukan gestur Ara yang menyembunyikan nilainya, namun bukan Yuda namanya kalau tidak melebih-lebihkan. Ara hanya memutar bola matanya melihat tingkah Yuda.

Dira, sementara itu, bersorak girang, "Lo B+! Ha ha! Gue menang kali ini." Dira melambaikan kertas dengan huruf A yang ditulis dengan tinta biru itu dengan bangga.

"Siapa juga yang jadiin ini lomba," gerutu Ara pelan sementara Yuda hanya mengangkat bahu, berusaha terlihat tidak peduli—padahal sebetulnya peduli banget—ketika Dira mengumumkan nilainya keras-keras. Dira menyenggol Ara, masih cengar cengir.

"Jadi, lo dapet berapa, nona muda?"

Ara melotot. "Nggak usah panggil gue dengan sebutan norak gitu."

"Panggilan itu mah nggak norak sama sekali," ujar Dira, kini cengirannya makin lebar. "Lo pasti belum tau panggilan Yuda ke cewek yang dia lagi deket sekarang."

Kedua mata Ara melebar di balik kacamatanya. "Oh yaa? Lagi deket sama siapa sekarang?"

Yuda pura-pura tuli. Ara, sebaliknya, keketusannya berubah menjadi kegairahan yang terlihat berlebihan. "Siapa Yud? Kasih tau dong! Pelit."

"Lo kenapa sih girang amat?" Yuda mengulur-ngulur jawabannya.

"Soalnya lo kalo lagi naksir cewek dermawan banget."

Sialan. Cewek ini memang jago sekali melihat keuntungan dalam segala situasi. Belum lagi dia kalau penasaran akan dikejar terus sampai dapat jawabannya.

Termasuk perkara satu ini.

"Ayo dong, kasih tau gue. Kok Dira dikasih tau tapi gue nggak???" Ara merengek sepanjang perjalanan mereka menuju kantin.

"Gue mah tau sendiri," Dira berujar pongah. "Mana mungkin sih Yuda bisa menyembunyikan apa pun dari gue? Apalagi masalah cewek. Ya nggak, Yud?"

"Masa?? Iya Yud? Dira tau sendiri? Bukan lo kasih tau? Nggak percaya, ah. Masa Dira sejago itu nebaknya—"

Yuda memotong rentetan rengekan Ara. "Dia mah emang nggak gue kasih tau, tapi ngubek-ngubek sendiri di hp gue! Terus dia ngeliat pinned chat gue yang ada—" Yuda berhenti bicara, kupingnya memerah.

Keduanya langsung heboh.

"Yang ada pinned chat 'Yang Mulia Grisel'! Ya kan Yud? YA KAAAN." Dira teriak-teriak berisik.

Bukan Ara namanya kalau tidak punya sejuta pertanyaan tentang apa pun. "WAAH. Namanya Grisel? Anak mana? Orangnya kayak gimana? Lo kenal dari mana? Dari kapan?" timpal Ara tanpa menarik napas.

"Stop, oke stop stop. Ntar gue ceritain ya, pemirsa. Gue laper banget. Kita cari meja dulu oke? Sebelum lo berdua gue makan saking lapernya gue."

"Oke. Deal." Ara menyahut tidak sabar, kemudian melesat ke meja kosong di pojokan. Dira terkekeh-kekeh menyebalkan, kemudian menghampiri tukang nasi goreng untuk memesan satu porsi besar. Yuda meneriaki Dira, memintanya untuk memesan satu porsi lagi untuknya. Ia harus mengisi kembali tenaganya yang habis karena ujian. Setelah mendapat acungan jempol dari Dira sebagai balasan, Yuda menyusul Ara ke meja yang sudah ia tempati.

GraduallyWhere stories live. Discover now