9. Being Vulnerable and a Bunch of Apologies

179 23 24
                                    

Hari ini benar-benar hari yang aneh banget, pikir Grisel sambil melangkah ke arah dapur, ingin mencari air dingin. Entah untuk diminum atau untuk disiramkan ke kepalanya di mana sentuhan Yuda masih terasa, akan ia putuskan nanti.

Dimulai dari dirinya yang tiba-tiba jatuh tak sadarkan diri dan patah kaki, sampai sesi curhat ala Mamah Dedeh--namun lebih intense--bersama Yuda. Sampai hari ini, Grisel masih tidak bisa memutuskan apakah dia sudah cukup mengenal Yuda untuk menyebutnya teman, apakah Grisel ingin masih berhubungan dengan Yuda setelah acara bedah kampus selesai, dan sekian apakah lainnya yang membuat kepalanya pusing. Alasan lain lagi kenapa dia harus bertemu air dingin sekarang.

Grisel menekan tombol air dingin di dispenser, suara percikan air yang mengalir ke dalam gelasnya menemani pikirannya yang sedang mengembara. Sosok Yuda yang menangis menceritakan kejadian traumatis dalam hidupnya membuat sesuatu di dalam diri Grisel terasa sakit, sampai tangannya refleks mencengkeram gelasnya. Grisel tahu bagaimana rasanya ketika kesalahan-kesalahan dalam hidup kita menolak meninggalkan memori, menghantui tiap-tiap malam, berdiri di samping kita setiap kita melongok ke dalam cermin.

Sekali lagi, Grisel bukan orang paling berempati di dunia, tapi kalau ia jadi Yuda, setiap kali ia teringat kejadian itu pastilah Grisel akan menangis juga. Bahkan dalam kasusnya, Grisel barangkali akan mengamuk dan memukuli punching bag-nya tanpa ampun.

Grisel tidak tahu apa yang membuat Yuda menceritakan kejadian tersebut padanya. Bukan hal yang mudah untuk membuka diri dan menceritakan kejadian paling menyakitkan yang terjadi di kehidupan kita. Bukan berarti Grisel tidak suka, tapi ia hanya sedikit penasaran.

Dipandanginya gelas hijau yang kini penuh air dingin sampai ke bibir gelas tersebut. Kalau Grisel guncangkan sedikit lagi saja gelas ini, bisa dipastikan sekian tetes air akan jatuh ke lantai. Ingatan tentang hari itu berputar lagi di kepalanya. Seluruh insiden yang terjadi pada Grisel dan bagaimana reaksi Yuda terhadap insiden-insiden tersebut.

Mungkin kalau gelas ini adalah Yuda, ingatan mengenai kejadian menakutkan tersebut adalah air yang memenuhi gelas sampai nyaris tumpah. Kemudian Grisel dan kakinya yang patah, Grisel dan kecerobohannya yang membuatnya hampir tertabrak, adalah guncangan kecil yang membuat air tersebut tumpah tanpa bisa ditahan-tahan.

Tanpa sadar, semata-mata karena refleks, diseimbangkannya gelas tersebut dengan kedua tangan, kemudian diletakkan di atas meja, dengan keseimbangan dan kehati-hatian yang luar biasa.

"Udah pulang?" sebuah suara mengagetkan Grisel. Ayahnya berdiri bersandar di pintu dapur, menatap anak semata wayangnya sambil tersenyum mengantuk.

Grisel hanya mengerjap sekilas. "Iya, udah." kemudian pandangannya kembali beralih pada gelas hijaunya.

"Kamu bikin sesuatu?"

"Nggak, cuma air putih."

Ayahnya tersenyum lagi, senyum yang seharusnya penuh pengertian, tapi senyum itu tidak terasa seperti apa-apa bagi Grisel. Ia tidak merasa dimengerti. Setiap kali Grisel menatap ayahnya, hanya ada perasaan kosong yang memenuhi hatinya. Seakan ayahnya tidak berada di depan matanya, seakan kehadiran ayahnya akan selalu terasa seperti ilusi. Grisel tidak pernah tahu bagaimana harus bersikap di sekitar ayahnya. Selalu hati-hati, mungkin. Karena ayahnya tidak pernah terasa seperti ayah, lebih sering terasa seperti tamu. Grisel tidak bisa ngedumel dan marah-marah pada ayahnya seperti yang sering ia lakukan pada ibunya. Apa yang ayahnya katakan padanya lebih sering terasa seperti angin lalu dibanding seperti perkataan seorang ayah yang seharusnya diingat.

Grisel tahu, ayahnya bukan orang jahat. Ia hanya terlalu sering tidak hadir.

Sampai-sampai kalau ayahnya berbicara padanya pikiran Grisel secara otomatis akan terlepas dari tubuhnya, melanglang buana entah ke mana dan suara ayahnya hanya terdengar sayup-sayup, seperti kicauan burung tetangganya yang selalu samar-samar Grisel dengar setiap pagi ketika nyawanya lengkap saja belum.

GraduallyWhere stories live. Discover now