11 - Mereka Datang

Start from the beginning
                                    

Gue mengerjap. Hari sudah malam. Lexi sedang baca buku di sofa ditemani satu cangkir berisi minuman panas dan sepiring kue pukis. Gue terbangun persis beberapa menit menjelang azan Isya. Jadi selama itu gue hilang kesadaran.Menoleh ke arah Lexi yang lagi khusyuk membaca sambil memijit-mijit keningnya. Dia bukan cuma membaca. Tapi seperti menghafalkan sesuatu.

Gue pergi ke kamar mandi untuk memastikan sesuatu. Karena ingatan gue terakhir kali adalah gue masuk kamar mandi dan seperti mengacau. Namun ketika gue sampai di sana, kamar mandi gue baik-baik saja seolah nggak pernah terjadi apa-apa.

"Ada yang mau lo jelasin ke gue?" gue bertanya begitu kembali ke Lexi dan duduk di seberangnya.

"Lo jadi demit. Mecahin keran. Ngerusak cermin. Teriak-teriak. Jatilan. Minta makan beling," jawab Lexi tak serius dengan wajah yang masih fokus ke bacaan.

"Lex gue serius."

"Serius."

"Lo nggak serius."

Dia lalu menutup bukunya dan menatap gue dengan tatapan menelisik. "Sepertinya setelah makhluk itu memakan semua perasaan negatif lo yang tersisa sekarang adalah lo yang jauh lebih baik. Lo kelihatan nggak murung lagi," kata Lexi setelah berlagak menganalisa. Tapi memang gue merasa super segar.

"Jadi?"

"Gue punya banyak hal untuk dijelasin. Tapi setelah kita buat kesepakatan."

"Kesepakatan apa?" tanya gue mengambil satu kue pukis dan memakannya.

"Lo harus tinggal di Remember Me untuk sementara. Semacam karantina. Sampai gue bener-bener tahu solusi untuk situasi lo."

"Apa? Lo gila?"

"Lo yang gila kalau masih mau menyangkal apa yang gue pinta." Wajah Lexi serius. "Tadi siang gue yang jemput pacar lo dan antar dia sampai rumah. Gue udah bikin alasan semasukakal mungkin biar Sahnaz nggak mau ke Remember Me. Tapi kayaknya lo juga perlu ngomong sesuatu ke dia secara langsung," Lexi menjeda, "karena kayaknya dia lagi punya masalah juga."

Gue berhenti mengunyah begitu mendengar kalimat terakhir Lexi. "Masalah apa?"

"Dia nggak mau cerita. Mungkin karena dia maunya cuma cerita sama lo."

Pikiran gue langsung gelap. Lalu gue bergegas ke arah cantelan jaket. "Juno pernah bilang, waktu gue kesurupan ada orang yang namanya Ustaz Tarjo yang bisa nyembuhin gue. Jadi sekarang gue cuma perlu nyari orang itu aja. Dan semua ini akan berakhir."

Lexi menaruh buku di atas meja. Lalu menatap seolah gue baru saja mengatakan sesuatu yang tolol.. "Bukannya gue nggak percaya sama ilmunya ustaz yang lo sebutin tadi. Tapi ini beda, Sid."

"Apanya yang beda?" tanya gue sambil meraih jaket di cantelan.

"Tunggu. Lo mau ke mana?"

"Pulang," jawab gue. "Lalu nemuin Sahnaz. Atau nyari Ustaz Tarjo dulu." Gue buru-buru.

"Seriously?"

"Lex."

"Nggak. Gue nggak bakal biarin lo keluar dari tempat ini. Gue sudah lihat seperti apa perubahan wujud lo ketika makhluk itu mengambil alih diri lo. Lo pasti juga ngerasain sebrutal apa makhluk itu dalam diri lo, kan? Lalu sekarang lo mau pulang dan memungkinkan seluruh keluarga lo dalam bahaya? Lo mau membahayakan Sahnaz juga?"

"Sekarang gue udah nggak apa-apa."

"Iya, tapi begitu lo keluar dan perlindungan dari Remember Me memudar, bukan nggak mungkin kalau lo bakal kembali jadi seperti yang lo takutin." Lexi berbicara dengan penekanan memaksa. Wajahnya terlihat sangat kelelahan.

Under Your SpellWhere stories live. Discover now