"Posesif," ucap Utari saat itu.

"Bukannya aku dari dulu se-posesif ini sama kamu?" balas Arion mengunci tubuh Utari dalam pelukannya.

"Iya sih, heran kok aku bisa suka!" wanita itu mengerucutkan bibirnya dengan lucu membuat Arion tak kuasa untuk tidak mengecupnya dengan gemas.

***

"Iya sayang, ini aku sudah OTW pulang." Utari terkejut ketika ponsel yang baru saja dia matikan itu di rampas seseorang dari belakang.

Matanya membulat, tubuhnya mengejang, perutnya mual ketika melihat pria yang berdiri di hadapannya itu. Utari mampir sebentar di sebuah toko untuk membeli baterai, ketika teringat dia membutuhkannya untuk mengganti baterai jam di rumah dan meja kerjanya.

Utari dengan cepat merampas kembali ponsel yang sempat diambil pria itu.

"Ternyata Dion benar, lo makin cantik aja!" ucapnya menyeringai.

"Mundur! Atau gue teriak!" ancam Utari berusaha mengontrol dirinya agar tidak terlihat lema. Jalanan saat itu tidak begitu ramai karena hari mulai gelap.

"Semakin sulit, semakin memikat. Tari, lo tuh ...." Pria itu maju mencengkeram tangan Utari membuatnya berusaha setengah mati untuk melepas. Dia berteriak sekuat-kuatnya menarik perhatian beberapa warga yang lewat. Namun, mereka yang melihat seakan tak berani mendekat. Pria itu mendorong Utari hingga ke mobilnya. Utari meronta sekuat yang dia bisa.

Dalam kekalutan, tiba-tiba pria itu jatuh tersungkur, wajahnya mencium aspal. Saat dia akan bangkit tubuhnya sudah di tindih, tenaga yang dia keluarkan untuk berontak percuma. Kedua tangannya di borgol ke belakang.

"Tari, kamu nggak apa-apa?" ucap pria dengan jaket kulit berwarna hitam.

"Eros?" Tari berusaha menyadarkan dirinya sendiri.

"Nggak apa-apa, aku nggak apa-apa," tambahnya lagi.

"Ayo aku bawa ke rumah sakit dekat sini, sepertinya tanganmu memar," Eros menuntun Utari masuk ke dalam mobil, sedangkan pria yang kini sudah terborgol itu di bawa dengan mobil lain oleh rekan Eros yang lain. Kebetulan mereka sedang melintasi daerah itu.

Utari masih merasakan kegugupannya. Tubuhnya masih saja tegang.

Setelah selesai dari rumah sakit untuk melakukan visum dan menjawab beberapa pertanyaan dari petugas. Utari minta di bawa ke rumah Sela, adiknya.

"Kamu ada the, Dek?" tanya Utari setiba di rumah Sela setelah di antar Eros. Eros kembali pamit setelah menceritakan apa yang terjadi dan kemudian pamit untuk mengurus sisanya. Arion juga sudah dikabari dan sedang dalam perjalanan.

"Nggak ada, Kak. Susu aja ya, nanti tehnya aku beli dekat sini," ucap sang adik terlihat cemas.

"Iya nggak apa-apa, kamu udah ngasih tau Rafa, Kakak mau nginep di sini malam ini. Jemput besok saja," ucap Utari mulai meluruskan tubuhnya.

"Sudah sih, tapi Mas Arion seperti nggak setuju. Dia cemas sama Kak tari," ucap Sela lagi.

"Hmm, Kakak tau tapi, Mas-mu pasti mengerti," ucapnya kemudian tertidur.

***

Eros hanya mampu melihat punggung pria yang baru beberapa jam yang lalu dia tangkap kini harus rela dia lepaskan. Latar belakang membuat pria itu dapat dengan mudah mengelak dari hukum.

"Percuma, gue bisa bebas dengan mudah, salam buat Utari," ucapnya melengos membuat Eros naik pitam.

Di lain sisi sebuah seringai dengan mata penuh kemarahan memperhatikan gerak-gerik pria yang baru saja lepas dari jeratan hukum itu. Dalam diam dia mengikuti ke mana arah mobil di depannya itu pergi.

"Im, gue uda bilang jangan gegabah. Kasih gue waktu buat mastiin ini semua nggak ada kaitan sama Utari, paham lo!!" pinta Desta sedikit emosi setelah tadi menggunakan konseksi ayahnya untuk mengeluarkan Baim dari penjara dengan jaminan.

"Oke .. Oke .. thanks ya, Sob," ujar Baim sekenanya dan masuk ke dalam rumah. Desta hanya menggeleng tak percaya atas apa yang temannya itu lakukan. Padahal sebelumnya dia sudah memperingati agar tidak melakukan hal-hal yang gegabah.

Mobil Desta melaju kencang meninggalkan kediaman Baim. Dia yang sedari tadi melihat kedua orang itu berbincang akhirnya turun dari mobilnya. Menatap sebuah rumah yang tidak terlalu besar dan terlalu kecil itu. Sebuah Mini Cooper terparkir rapi di halaman samping rumah itu.

Baim yang belum mengganti pakaiannya, berjalan menuju dapur dan hendak memeriksa halaman belakang rumahnya. Sedari dia memasuki rumah, anjing peliharaan tetangga belakang rumahnya terdengar sangat berisik. Dia sedikit terkejut ketika mendapati pintu belakang tidak terkunci.

Saat Baim membuka pintu seseorang menancapkan sebuah pena ke leher Baim, dan pria itu tersungkur dengan memegang lehernya yang mengeluarkan banyak darah. dia beringsut mundur sambil tetap memegang lehernya. Suaranya tidak bisa keluar. dia yang suda masuk ke dalam rumah meredupkan penerangan rumah itu.

"Too .. Loo ..ngg," ucap Baim parau.

Dia berjalan santai ke dalam rumah mencari sesuatu di dalam dapur.

"Sia .. pa?" pria yang mengeluarkan banyak darah itu berupaya mendekati ponsel yang terletak di meja tak jauh dari dia berada kini. Wajah Baim di tendang dengan kuat, membuat rasa sakit yang dia rasakan bertambah.

"Anak nakal," bisiknya, dan sebuah tinju mendarat di wajah Baim yang mengenaskan. Pria itu pingsan.

===========================

lagi #dirumahaja nih, demam. Semoga segera pulih. Rasa-rasanya sih kecapean, mungkin membuat masker memang semelelahkan ini :')

Jangan kasih kendor, menulis bisa dari mana aja. Apalagi kalau ingat para telorist yang rajin banget ngasih peringatan.

chuu,

Bii

Psikopat Analog [TAMAT]Where stories live. Discover now