Part 25

70 5 0
                                    

Apapun yang terjadi, sampai kapanpun juga, kita nggak akan pernah bisa satu.
———

Renata membanting punggungnya di atas ranjangnya. Ah, sudah seminggu ia tidak bertemu dengan tempat empuk nan nyaman miliknya satu ini. Pikirannya kini kembali kepada Aska. Laki-laki itu, kenapa harus membuatnya gila seperti ini.

Terdengar suara dari dalam tas Renata. Ia mengambil benda pipih itu dan melihat siapa yang mengirimnya pesan.

Aska : Mau jalan sama gue atau mau ngobrol aja di balkon ?

Dengan sigap Renata menoleh kearah balkon kamarnya dan benar saja, Aska berdiri sambil menyandarkan tubuhnya ke pagar balkon, dengan satu tangan masuk ke dalam kantong celananya dan satunya lagi menggenggam ponsel.

Jujur, Renata menyukai pemandangan seperti itu, bagaimana tidak, laki-laki itu lah yang ia sayangi saat ini tapi mau bagaimana lagi, ia harus menghadapi sebuah kenyataan yang mengatakan bahwa Aska bukan lah seorang yang tepat untuknya. Kalau boleh dikatakan, Renata sama sekali tidak percaya kalau Aska adalah seorang yang memiliki kelainan psikologi.

Renata jalan dengan pelan ke arah balkon dan berhenti tepat di depan pintu kaca. Aska merasakan kehadirannya, ia mengangkat kepalanya seraya memasukan ponselnya ke dalam kantong celananya. Kini mereka hanya saling tatap dibatasi oleh kaca di antara mereka.

Aska mendapati rasa tidak menentu yang diberikan Renata dari tatapannya. Tapi yang pasti, Aska dapat melihat bahwa saat ini Renata sedang khawatir.

Dengan pasti, Renata membuka pintu balkon dan mengijinkan angin sore untuk masuk dan menghembus wajah Renata dengan tenang.

Tidak ada diantara mereka yang ingin menghentikan keheningan ini terlebih dahulu. Mereka  hanya memilih untuk saling menatap. Tatapan yang sudah lama tak di dapat oleh Renata. Tatapan tajam itu kini kembali ada dari Aska. Tajam dan dalam, sepertinya itu memang ciri khas dari seorang Aska. Ia dapat dengan mudah mengintimidasi seseorang dengan tatapan seperti itu.

"Maaf," kata itu dengan mudah keluar begitu saja dari bibir Aska.

"Buat apa ?" tanya Renata bingung.

"Buat semua kesalahan yang udah gue buat ke lo, karena gue udah bikin lo khawatir, dan apapun yang gue lakuin ke lo waktu itu, itu cuman pura-pura."

Mendengar perkataan itu, rasanya Renata ingin saja melemparkan dirinya ke jurang tak berujung, mengakhiri hidupnya dengan tragis. Oh, ini sudah cukup lebih tragis dari pemikirannya tadi. Mengetahui bahwa Aska adalah seorang psikopat saja sudah membuat dia gila dan kini ia harus mendapat kabar baru bahwa selama ini Aska hanya berpura-pura. Sungguh, hari ini adalah hari yang paling membuatnya stres.

"Gue bukan psikopat, percayalah, gue nggak sampe segitunya, kalau gue psikopat gue udah bunuh lu dari kapan," lanjut Aska.

"Lo tahu nggak sih, lo bikin cerita ini alurnya pabalieut," kata Renata sama sekali tidak membalas perkataan Aska.

"Nggak usah ganti topik," balas Aska.

"Ya terus, lo mengharapkan balasan apa dari gue."

Mereka berhenti berbicara, hanya matalah yang mereka gunakan untuk menyalurkan perasaan satu sama lain.

"Kemana aja lo selama ini ?" tanya Aska.

"Kenapa lo pengen tahu ?" tanya Renata lagi.

"Nggak boleh ?"

"Gue pergi bareng Elang, cari tahu apapun tentang lo," jawab Renata.

"Terus ?"

"Gue dapet informasi lo pernah masuk penjara waktu itu, sebenernya gue nggak punya hak buat nanya tapi, kenapa bisa ?"

ASKANATA [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang