Part 9 - Dia Pergi

3.6K 347 2
                                    

Suasana Restoran di hotel bintang lima ini terasa syahdu. Sepasang suami istri tampak menikmati santapan lezat. Kemudian tak lama setelahnya, pramusaji datang membawa makanan penutup dan seorang chef di belakang.

"Loh? Kami tidak pesan ini." Si wanita heran. Mengira bahwa pramusaji salah menyajikan makanan untuk mereka.

"Itu permintaan maaf dari saya." suara lembut itu mengalihkan fokus suami istri tadi dan kaget melihat siapa yang datang.

Najia tersenyum manis. Baju koki dan topi khasnya menghiasi wajah cantik khas melayu Najia.

"Restoran ini milik kamu?" Naqi berujar. Najia tertawa pelan.
"Milik Ayah. Saya hanya tukang masak."
"Kamu merendah, Najia." Langit berujar pelan.

"Chef, ada pelaggan yang kompline." Najia mengangguk pelan saat salah satu pramusajinya berbisik.

"Ini hadiah dari saya tanda permintaan maaf atas tingkah bodoh saya di toko roti kemarin. Saya mengagumi Kak Naqila. Semoga persalinanya lancar. Dan saya harap Kakak tidak menaruh curiga terhadap Pak Fathur. Itu murni kebodohan saya. Saya merasa malu.. Selamat menikmati makan malamnya. Malam ini khusus kalian, tidak perlu membayar." Najia menunduk hormat dan tersenyum sopan. Ia pamit dan mengikuti pramusaji yang memintanya untuk cepat datang ke arah orang yang compline masalah masakannya malam ini.

Padahal masih mau ngobrol sama Kak Naqila.

"Ada yang bisa saya bantu?"
"Saya pesannya tadi tidak spisy. Ini masih ada pedesnya. Saya itu alergi mananan pedes." Najia mengamati isi piring perempuan yang berujar barusan. Mengangguk paham dan meminta maaf.

"Kami minta maaf, mungkin pramusaji lupa mencatat pesanan anda. Atas ketidak nyamanan ini saya akan buatkan makanan baru sesuai selera anda."

"Tidak perlu, saya hanya ingin sampaikan supaya lebih teliti." wanita itu berujar dengan nada tegas dan anggun.

Najia mengangguk dan kembali memint maaf. "Saya sangat merasa bersalah, untuk mengobati rasa bersalah ini, saya akan masakkan makanan terbaik milik restoran ini spesial untuk anda dan.. " Najia memandang lelaki di hadapan wanita tadi hanya sekilas. Menelan ludah kaku dan kembali berujar "Pasangan anda. Mohon menunggu dan terimalah permintaan maaf saya." Najia menunduk dan kembali ke kichen. Ia mengambil bahan makanan terbaik dan mulai memasak.  Saat memasak tak terasa air matanya tumpah. Membuat orang yang berada di kichen menjadi heran.

"Kenapa berhenti?! Cepat selesaikan pesanan!"
"Ya Chef!!" teriak mereka serempak.

Tak butuh waktu lama, masakannya selesai. Bahkan Najia sendiri yang mengantarnya menuju meja dua orang tadi. Dari kejauhan, Najia mendapati Naqi dan Langit berdiri si sisi meja tamunya yang komplen. Najia meneguhkan hati. Ia melangkah mantap menuju meja itu.

"Makanan spesial untuk tamu spesial." ucapnya dengan senyuman yang tenang. Lelaki yang duduk di hadapan wanita tadi tak lepas menatap wajah Najia. Ia menemukan besar air mata di pipi gadis itu. Apa Najia menangis? Kenapa?

"Aku dan Naqi pamit." sepasang suami istri itu melangkah meninggalkan kedua insan tadi beserta Najia. Gadis itu menyiapkan makanan di atas meja. Tak lupa ia tersenyum dan menunggu reaksi wanita itu.

"Hem.. Makanannya lezat, sesuai selera saya. Maaf karena komplain, pelayanan di sini sangat bagus."
"Terima kasih, kalau begitu saya parmisi, semo-"
"Tunggu dulu, Chef."
Najia teridiam. Menunggu apa yang wanita itu ucapkan. Ia begitu ingin pergi dari sini. Bukankah tempatya berdiri sekarang bagaikan neraka. Najia bahkan berusaha tidak menatap lelaki itu dari tadi. Takut hatinya semakin berdarah.

"Bagaimana? Masakannya enak kan? Aku jadi berpikir untuk mengadakan pesta pernikahan di sini, Fathur."

Deg!

"Apa chef juga bisa memasakkan makanan untuk acara lamaran? 20 hari lagi saya akan lamaran. Kamu setuju kan Fathur?"

Najia kepayahan menopang tubuh. Tolong berhenti, hatinya sudah cukup sakit. Ia mengeratkan jemarinya. Hal itu bahkan tidak luput dari perhatian lelaki itu. "Terserah kamu, Dina. Saya akan setuju saja."

Najia menelan ludah susah payah. Ia tersenyum dan membungkuk sembari meminta maaf.

"Saya sangat menyesal. Saya tidak akan berkerja sebagai kepala chef lagi di sini mulai minggu depan. Saya memiliki rencana lain. Jika Ibu Dina mau mengadakan pesta di sini, atau untuk acara lamaran, Chef baru akan memberikan rekomendasi makanan tidak kalah lezat. Kami akan berikan diskon untuk bapak dan ibu. Saya turut bahagia akan rencana kalian dimasa depan. Saya pamit dulu, Ibu Dina.. Dan Bapak Fathur.. " Najia berlalu begitu saja tanpa peduli bahwa Dina masih ingin membujuknya menjadi chef untuk pesta lamaran dan pernikahannya nanti.

***

"Ya, Dok? Dokter panggil saya?"
"Kamu Yuli temannya Najia kan?"
"Eh.. Iya,"
"Masuk." Ucap Fathur. Ia menepikan laptopnya dan mengamati Yuli yang mendekat. Mereka hanya diam beberapa saat, Yuli bahkan tampak tak nyaman karena kesunyian ini. Sebenarnya Fathur binggung mau bicara mulai dari mana. Ia takut Yuli salah paham.

Makanya Fathur hanya diam sedari tadi. Otaknya sibuk memilih kosa kata yang pas.

"Eh.. Saya mau ngasi tau sesuatu, Dok." Yuli paham situasi. Untung dia orangnya peka.

"Najia kirim salam. Dia tidak sempat pamit sama Dokter. Najia kan sudah selesai S2-nya. Dia berencana tidak menghadiri wisuda, jadi langsung pindah ke Malaysia. Najia akan buka restoran di sana. Lagian kan Najia juara satu master chef Malaysia, bukan hal yang tidak mungkin kalau Najia akan sukses di kampung sendiri." Yuli terkekeh pelan. Ia membenarkan letak jilbabnya.

Sunyi menghantui lagi. Hingga Yuli rasanya tidak tahan.

"Saya boleh pamit tidak, Dok?"
"Silahkan."

"Gila ih.. Kok bisa Najia suka modelan es batu begini. Ramahnya cuma sama anak-anak PA-nya dan sesama dosen. Iya sih di kelas juga ramah tapi kalau udah keluar kelas kok jadi beda sih. Aneh!!" Yuli mengerutu dalam diam. Ia pun pergi meninggalkan ruangan Fathur.

Tbc~

Segelas Cappuchino (End)Where stories live. Discover now