Can You Stop ?

4.7K 302 9
                                    

Berusaha membuka mata dengan berat dan bergeser dari ranjang yang kini ditidurinya, Karen baru sadar bahwa pergerakannya menjadi terbatas karena ternyata di lengannya tertancap jarum infus. Ia tak sadar siapa yang melakukannya dan teringat bahwa kemarin siang ia diantarkan oleh Andreas setelah merasa tak cukup kuat untuk pulang ke apartemen dan mengendarai mobilnya sendiri.

Yaa akhirnya mau tidak mau Karen menyandarkan harapan pada pria yang menjadi sahabat baiknya itu. Meski mungkin setelah ini Karen harus berusaha menjelaskan kembali bahwa ia tidak memiliki harapan lebih dari seorang sahabat.

Termenung dengan kondisi duduk di ranjangnya, ia hanya mampu memijit pelan kepalanya yang masih cukup terasa pusing meski tidak separah sebelumnya. Karen benci menjadi lemah seperti ini, jika saja tak mengingat dengan baik bahwa sakit adalah penggugur dosa-dosanya.

Sepi dan sendiri, nyatanya memang sebuah kenyataan yang harus dilewatinya dengan tabah. Terbiasa untuk tidak membuat orang tuanya khawatir, Karen lebih memilih merahasiakan hal ini dari kedua orang tuanya dan berusaha menyelesaikan masalahnya sendiri.

Suara derit pintu tampak terdengar berat. Pintu tersebut terbuka dengan pelan dan nampak sosok yang tidak pernah diduganya sebelumnya berada di dalam kamar apartemennya. Menatap Karen dengan tatapan datarnya, Kenneth berjalan memasuki kamarnya dan nampak membawa sebuah nampan yang dapat Karen duga bahwa itu adalah sebuah makanan.

Bagaimana bisa pria itu berada disini dan membawakannya makanan seperti tidak terjadi apa-apa ? Jangan lupakan pakaian santai yang dikenakan oleh Kenneth. Sepagi ini berada di apartemennya dengan pakaian rumahan semacam itu membuatnya berfikir apakah pria itu menginap di apartemennya ?

Tak ingin berdebat dengan dirinya sendiri, Karen lebih memilih diam dan mencerna apakah semua yang tampak di hadapannya adalah nyata. Ia ingat benar Andreas yang membawanya pulang, tapi mengapa justru Kenneth yang saat ini berada di apartemennya ?

"Sudah selesai berfikirnya ?" Suara itu kini terdengar sangat jelas. Kenneth sudah duduk di sisi ranjangnya dan kini tengah menatap Karen dengan tatapan datarnya, seperti biasa.

"Kamu perlu sarapan" Kenneth berkata lagi sambil menyodorkan semangkuk bubur yang tadi dibawanya.

Karen mengernyit heran. Dia benar-benar tidak faham apa yang sudah terjadi dan masih mencoba merenungi kejadian yang menimpanya hari ini.

"Apa yang kamu lakukan disini ?" Karen akhirnya bertanya setelah sekian lama ia menimbang-nimbang untuk berbicara dengan pria di hadapannya.

"Melakukan apa yang seharusnya kulakukan" Kenneth menjawab tanpa mengalihkan kegiatannya dari menyiapkan sarapan dan memeriksa beberapa botol obat yang terletak di sebelah ranjang Karen.

Harusnya memang Karen tidak perlu bertanya jika hanya mendapat jawaban tidak jelas semacam itu.

Ia mengarahkan pandangannya dan mengamati keadaan di sekeliling kamarnya. Beberapa lilin aromaterapi dinyalakan dan nampak sebagian yang sudah mulia padam karena jelas sudah terbakar habis sejak semalam. Selan infus di pergelangan tangan dan banyaknya obat yang tengah diperiksa oleh Kenneth.

Dan oh.. pakaiannya, mengapa kini ia sudah berganti pakaian dengan pakaian rumahan juga ? Berfikir keras namun enggan sekali lagi menanyakan hal itu pada Kenneth. Meskipun menyebalkan rasanya tidak mungkin Kenneth melakukan hal seperti itu.

"Laura yang mengganti pakaianmu jika itu yang sejak tadi kamu khawatirkan" Kenneth menjawab seolah tahu apa yang sedang difikirkan oleh Karen dalam benaknya.

"Laura ?"

"Setidaknya itu bentuk tanggung jawabnya terhadap dirimu sekarang ini" Kenneth menjawab dengan hal yang justru membuat kepala Karen bertambah pusing.

Second Gift (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang