Challenge

4.6K 308 4
                                    

Hari ketiga di Jakarta.

Setelah semalam meneteskan air mata tanpa henti, sedikit banyak wajah Karen tak dapat berbohong mengenai suasana hatinya saat ini. Lingkaran hitam di bawah kelopak mataya dan sembab yang kini menghiasi wajahnya.

Menyapukan sebuah make up tipis, ia berharap hal tersebut dapat menutupi apa yang sedang terjadi.

Hari ini adalah hari pertama ia bekerja di rumah sakit milik Kenneth. Semalam, Rossie menelfonnya dan mengatakan hari ini seorang pasien akan bertemu dengannya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Seorang pasien yang terlanjur kecewa dengan pihak rumah sakit dan menuliskan kekecewaannya tersebut dalam media sosial. Karen tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini dan lantas bergegas ke rumah sakit.

Mengendarai mobilnya tidak sampai setengah jam ia tiba di lokasi yang dimaksud. Memakai jas putih kebanggaannya, Karen sudah siap dengan apa yang akan dikerjakannya. Bertemu dengan Laura di lobby rumah sakit, Karen menanyakan dengan cepat dimana ruangan tempat ia akan memeriksa pasiennya.

"Laura, sudahkah Rossie mengabarimu soal pasien yang akan saya temui hari ini ?" Karen bertanya tanpa basa-basi.

"Mereka sudah tiba sejam yang lalu dokter. Saat ini ada di ruang perawatan anak di lantai empat rumah sakit. Mari saya antarkan" Laura menjawab dengan ramah dan mengajak Karen langsung menuju lift rumah sakit.

Tak banyak bicara pagi ini, membuat Karen ingin fokus dengan tugas di hadapannya.

Memasuki ruangan yang dimaksud, agak kaget karena ia mendapati seorang pasien anak kecil yang jika diterka, usianya mungkin baru menginjak enam atau tujuh tahun. Di sebelahnya nampak seorang perempuan yang hampir sebaya dengannya, yang dapat dipastikan adalah ibunya.

Anak tersebut tampak merenggut dan tidak nyaman dengan kondisinya. Wajahnya pucat dan ditangannya tertancap sebuah jarum infus. Ia tampak merengek dengan keras kepada ibunya. Si ibu nampak kesulitan menghadapi putrinya saat ini.

"Halo.. anak cantik mengapa menangis ?" Karen menyapa sambil tersenyum.

Yang ditanya menoleh dan melihat Karen dengan tatapan heran. Namun lantas membuat tangisnya teralihkan dengan kehadiran orang baru di sebelahnya. Si Ibu menatap Karen dengan tatapan seolah meminta pertolongan.

"Kamu dokter yang akan menyuntikku yaa ?" Anak itu menebak dengan wajah takut-takut.

Karen tersenyum menatap gadis kecil di hadapannya. Ia melihat mainan kecil anak tersebut di sebelah ranjang tidurnya. Tampak sepasang sayap peri dan bando berbulu putih.

"Aku bukan dokter, hanya orang yang ingin membantumu" Karen memakai sayap peri dan bando itu dengan cepat. Dan kembali tersenyum menatap gadis di sebelahnya.

"Bagaimana penampilanku ? Apa aku seorang dokter sekarang ?"

Gadis kecil itu tampak menilai dan memandang Karen dengan tatapan datar. Sebuah senyuman terbit di wajahnya.

"Kamu terlihat seperti ibu peri, aku suka rambut panjangmu. Kamu terlihat cantik" anak itu menyambut Karen dengan tatapan berbinarnya. Nampaknya rasa bosan dan sakit teralihkan dengan penampilan Karen saat ini.

"Oh yaaa ? Apa aku terlihat cantik jika berputar seperti ini ?" Karen memegang terusan putih selututya dan melakukan gerakan berputar. Bagian bawah terusannya mengembang dengan indah.

Gadis kecil tersebut tersenyum dan bertepuk tangan, membuat perasaan Ibu di sebelahnya nampak tenang dan lebih lega.

"Oke, sekarang Ibu peri ini akan bertanya siapa nama gadis cantik ini ?" Karen menundukkan tubuhnya dan berbicara dengan tinggi sejajar anak itu.

Second Gift (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang