Tak Ingin

54 7 11
                                    

Mindy

Aku sengaja bungkam, mengabaikan uluran tangan pemuda aneh itu. Jujur saja, aku semakin penasaran dengannya. Namun, aku menahan diri. Bisa saja semua ucapannya hanya bohong, sementara aku tak bisa memastikan kebenarannya.

Selagi keheningan menyelimuti kami, tiba-tiba Bimo mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Fabian. Aku sedikit terkejut. Bukan karena tingkah Fabian, melainkan tawa Chaerin dan pemuda itu. Entah apa yang mereka pikirkan, padahal itu tidak lucu.

"Bimo Agam," ucap Bimo dengan senyum khasnya. Fabian tertawa jenaka seraya menaikturunkan tangannya yang tengah berjabat dengan Bimo.

Kurasa sesi perkenalan pemuda itu cukup. Aku pun bermaksud meninggalkan kantin, terpaksa menyisakan mi ayam dan teh hangat yang tadi kubeli.

"Balik duluan, ya," kataku dengan wajah yang menyuratkan suasana hati tidak baik.

"Kakiku terburu-buru mengambil langkah lebar, seakan-akan Fabian tengah membuntuti. Kupikir itu mungkin saja, mengingat dirinya benar-benar seperti penguntit.

"Mimin!"

Aku menghela napas jenuh atas panggilan yang amat kubenci. Kakiku berhenti secara spontan selagi menoleh ke sumber suara. Seorang pemuda yang amat kukenal tampak berlari mendekat.

Tepat ketika ia berdiri di depanku, kulayangkan pukulan pada lengan atasnya.

"Aduh! Iya, sorry. Kelepasan."

Pemuda itu—Wahyu Mahesha—selalu saja mengutarakan alasan yang sama sembari cengar-cengir. Pasti karena pukulanku bukan hal baru baginya.

"Sekarang apa?" tanyaku geram. Sesekali pandanganku tertuju pada lorong-lorong kelas, memastikan Ajis Fabian tak memunculkan batang hidungnya.

Wahyu buru-buru merogoh selembar poster ukuran A5 dari saku celana seragamnya. "Weekend ini ada street concert. Lo, kan, suka musik. Nonton, ya?"

"Gue bakal nonton ...," jawabku cepat dengan nada menggantung. "Bareng Kak Cindy."

Raut kecewa tampak jelas di wajah pemuda itu. Tak terhitung sudah berapa kali aku menolak ajakannya dengan alasan yang sama, pergi dengan Kak Cindy. Mudah saja untukku mengiakan ajakannya sebagai teman, tetapi aku tak ingin ia menganggap itu tanda bahwa perasaannya akan kubalas suatu hari nanti.

Wahyu bukan pemuda yang menarik perhatianku, sejauh ini.

"Udah, kan? Gue ke kelas dulu," ujarku segera tanpa menunggu respons pemuda itu. Kuharap ia berhenti melakukan kebiasaan itu secepatnya.

Sepanjang jalan menuju kelas, aku terus teringat dengan Ajis Fabian. Ia begitu asing, tetapi mengapa bersikap seolah-olah telah mengenalku cukup lama? Sungguh aneh. Aku menahan diri untuk tidak menoleh ke belakang, khawatir mengejutkan diriku sendiri kalau ternyata pemuda itu benar-benar tengah membuntutiku.

"Tadi itu siapa?"

Jantungku berdetak cepat saking terkejutnya. Apa ia hantu? Semacam siluman? Atau mungkin jin botol? Cepat sekali datangnya! Bahkan, tepat ketika aku tengah berpikir apa yang mungkin ia lakukan saat ini. Ternyata memang mengikutiku. 

Aku berusaha tetap memasang wajah dingin untuk menutupi rasa terkejut yang masih menggelitik tubuh. "Bukan urusan lo," sahutku dengan nada sebal.

"Tentu itu urusanku."

Kakiku berhenti melangkah. Tatapan tajam kulayangkan padanya sebagai isyarat bahwa aku muak dengan teka-teki yang ia ciptakan.

"Berhenti sok ngenal gue, Ajis Fabian!" ujarku penuh penekanan. Aku cukup marah padanya dan itu jelas dari caraku berbicara, tetapi mengapa ia masih bisa terkekeh-kekeh? Marahku kurang garang? Pemuda ini benar-benar tidak normal.

"Kalau memang kenal, gimana?"

Aku terdiam seribu bahasa kala wajahnya mendadak begitu dekat dengan wajahku. Apa-apaan anak ini? Jelas sekali ia sengaja melakukannya. Lantas mengapa pipiku terasa hangat? Ini gila! Aku harus lebih waspada padanya.

"Simpen sendiri khayalan lo!"

Syukurlah kelasku berada tak jauh dari tempat kami berdiri. Cepat-cepat aku berlari masuk, merasakan segarnya pendingin ruangan untuk meredam marah dan rasa hangat yang masih menjalari pipiku.

.

.

.

Hwang Hyunjin as Wahyu Mahesha

Hwang Hyunjin as Wahyu Mahesha

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
No Longer | Park JisungWhere stories live. Discover now