Semringah

66 8 14
                                    

Ajis

Bel istirahat mengalun lumayan keras. Kurenggangkan tubuh yang terasa pegal usai duduk cukup lama di pelataran atap sekolah. Gawaiku menunjukkan pukul 09.30. Sudah 4 jam 28 menit sejak aku tiba di sini, sementara gambar bergerak pada layar gawaiku terus menghitung mundur. Seminggu lagi aku akan kembali ke tempatku berasal, tepat pukul 22.00.

Pada 29 Januari 2018, entah keajaiban apa yang membawaku sampai ke masa 26 tahun lalu ketika Febiola Mindy masih berstatus sebagai siswi SMA. Mungkin ini ada kaitannya dengan momen terakhir sebelum aku tiba di sini.

Rindu, aku benar-benar ingin menemui sosok itu.

Kakiku lantas menuruni tangga dengan santai. Aku tak peduli dengan beberapa siswa yang berseliweran di loron kelas. Netraku lebih fokus mencari ruang kelas Mindy. 

Aku mengintip ke setiap ruang kelas melalui jendela, memastikan apakah Mindy ada atau tidak. Namun, nihil. Aku pun memutuskan pergi ke kantin, satu-satunya tempat yang mungkin Mindy singgahi saat ini. 

***

Kantin saat itu benar-benar ramai. Indra penglihatanku harus bekerja ekstra demi menemukan sosok yang kucari. Beberapa gadis dengan rambut panjang terurai tampak mirip dengan Mindy hingga aku kesulitan karena berulang kali salah orang.

"Febiola Mindy!"

Kali ini aku tidak salah. Itu benar-benar Mindy. Kulihat ia tengah duduk bersama ketiga temannya, dua perempuan dan satu laki-laki. Kebetulan, di sebelah Mindy masih ada tempat kosong. Segera saja aku duduk tanpa mengindahkan tatapan penuh tanya Mindy dan teman-temannya.

"Siapa, Ndy?"

Salah satu siswi yang bersebelahan dengan Mindy tampak waswas denganku. Ah, tidak. Lebih tepatnya mereka berempat merasa waswas, termasuk Mindy. Mungkin mereka berpikir aku siswa mesum gila yang tengah mengincar gadis itu, padahal sama sekali tidak.

Kursi di sampingku bergerak mundur akibat Mindy beranjak. Wajahnya tampak kesal karenaku. Ia sengaja berpindah ke samping teman perempuannya di seberang—entah siapa itu, juga sengaja memilih tak berhadapan denganku.

"Lo siapa?"

Salah satu teman perempuan Mindy yang duduk sejajar denganku tiba-tiba bertanya. Senyum manisku berubah menjadi senyum misterius. Diam-diam, aku telah menyiapkan jawaban untuk pertanyaan itu.

"Orang kedua yang paling mencintai Febiola Mindy," sahutku percaya diri. Sepasang netraku terpusat pada Mindy seorang, membuatnya melongo seketika.

"Emang enggak salah gue mikir lo aneh!"

"Itu fakta," ujarku santai. Kali ini kening Mindy mengerut, seolah-olah berkata ucapanku hanya picisan. Meski begitu, aku tetap tersenyum.

"Adek kelas, ya?"

Aku terkejut dengan pertanyaan itu. Lantas aku mengusap leher belakang dengan canggung, memikirkan jawaban yang sekiranya tepat untuk mereka.

"Hehehe, ketahuan," jawabku kemudian. Satu tanganku terulur pada Mindy bersama sederetan gigi putih yang tampak jelas. "Ajis Fabian, kelas X IPS 2."

Tak ada tanda pengenal kelas yang melekat pada seragamku, jadi aku menyebut kelas itu dengan asal. Semoga mereka tak curiga.

 Semoga mereka tak curiga

Oops! Bu görüntü içerik kurallarımıza uymuyor. Yayımlamaya devam etmek için görüntüyü kaldırmayı ya da başka bir görüntü yüklemeyi deneyin.
No Longer | Park JisungHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin