Strange Overtones: XVII

3.9K 567 146
                                    

Haechan memijat-mijat pelipisnya dengan gusar, arloji yang melingkar elegan dipergelangan tangan kurus si empunya tersebut sudah menunjukkan jam makan siang. Hari yang cukup melelahkan bagi Haechan, ia belum sama sekali bercakap-cakap dengan Herin perihal peristiwa kemarin. Perempuan itu mendadak mendapat tugas untuk meninjau langsung project Sir Johnny di kota sebelah. Haechan hanya bisa meringkuk di kubikelnya memikirkan segala peristiwa buruk yang menimpa silih berganti. Dipenghujung musim gugur, langit lebih cenderung bewarna abu-abu kelam. Kaca-kaca besar pada lantai 23 pada gedung perkantoran tersebut lebih sering tertutup tirai karena kilatan petir membuat para staff bergidik ngeri. Haechan butuh udara segar untuk sejenak merelaksasikan urat syarafnya yang menegang. Ia meraih telepon genggamnya dan bergegas mencari restoran terdekat untuk setidaknya mencicipi penganan makan siang yang semoga saja bisa memperbaiki mood buruk yang sudah ia pendam beberapa hari belakangan.

Derap langkah Haechan terkesan tidak sabaran, kemampuannya untuk mentransformasikan ini dan itu sudah sangat tidak relevan. Mark pria sialan yang membuatnya uring-uringan seolah merapal mantra dan membuat Haechan gagal mengontrol emosinya, Haechan merutuki Mark seakan pria itu berdiri di sampingnya lalu mengikuti derap langkah penuh kekesalan di sepanjang perjalanan menuju restoran Jepang cepat saji di gedung perkantoran Sir Alex James. Ada beberapa tenant dan restoran di komplek gedung perkantoran tersebut, serta beberapa kafe-kafe kecil yang selaras dengan ragam estetika perkantoran modern juga turut menghiasi di sisi-sisi gedung. Udara dingin menyelimuti perasaan kalut Haechan, ia berulang kali mendesah kesal, memaki dalam hati, dan berteriak dalam diam. Sungguh menyebalkan.

Haechan menyusuri jalan setapak yang apik, beberapa staff tak mau kalah berlomba-lomba mencapai restoran atau kafe tujuan mereka. Mendung semakin membumbung dan menyelimuti langit, Haechan menatapi beberapa pengunjung yang mengobrol antusias mengisi jam makan siang mereka dengan gegap gempita sebelum kembali berkutat di kubikel-kubikel suram, sementara ia sendiri masih tenggelam dengan omong kosong. Ujung mata haechan menangkap beberapa sosok yang ia kenal di sebuah kafe yang tepat berada di sebelah restoran jepang cepat saji yang ingin ia tuju. Haechan lantas tidak tinggal diam, ia sibuk mengabsen sekelompok orang yang nampak sedang mengadakan meeting atau sekedar sharing persoalan bisnis mereka. Mark, Hendery, Renjun dan seorang wanita yang tidak pernah ia kenal sebelumnya hadir di tengah-tengah lingkaran itu. Haechan mengernyit heran, Mark tidak pernah membawa dan membahas sosok wanita selama mereka bertetangga, sementara Mark terlihat cukup akrab dengan wanita tersebut. Haechan mendesah dan memilih abai, merasa seharusnya ia paham jika ia memang tidak berhak untuk mengetahui siapa saja orang-orang di inner circle Mark. Haechan membuang muka dan mencoba untuk fokus memilih menu di restoran jepang, namun sayangnya pikiran itu sudah terdistraksi oleh sosok wanita yang duduk tepat di sebelah Mark, mereka tertawa lepas, wanita itu kerap bersandar pada lengan Mark ketika ia tertawa-tawa sumringah serta Hendery dan Renjun pun seakan mengamininya.

Haechan merutuki diri, ia sudah tidak tahan dan merogoh telepon genggam miliknya lalu mulai menekan-nekan sebuah nomor dengan kasar.

"Hallo Renjun?" sapa Haechan lirih. Haechan saat ini sudah kehilangan akal dan butuh keyakinan-keyakinan yang membuatnya lepas dari tanda tanya tak berdasar yang mengkapitalisasi kemampuannya dalam berpikir.

"Eh hai! Tumben ada apa? Jawab Renjun singkat dari seberang sana.

"Aku tadi sepintas melihatmu di area gedung kantorku, apa kau ada di sekitar sini? Tanya Haechan mencoba mencari-cari alasan. Haechan mengigit-gigiti kukunya, ia sedikit panik tetapi ia harus melakukannya untuk membalas rasa penasaran yang menggerogoti sel-sel syaraf.

"Ah ya kami memang berada di area gedung perkantoran Sir Alex James, aku baru ingat kalau ini area kerjamu." Renjun terkekeh. Kekehannya mengundang rasa ingin tau Mark. Mark mendelik ke arah Renjun seolah mempertanyakan siapa lawan bicaranya dalam sunyi, untung saja Renjun paham dan ia berbisik lirih kalau lawan bicaranya adalah Haechan.

Strange Overtones (Completed)Where stories live. Discover now