Strange Overtones: IV

6.2K 971 124
                                    

Sejak kejadian di flat Haechan, Mark sudah memupuskan niatnya untuk berakrab ria dengan tetangganya. Ia kini lebih banyak menghabiskan waktunya di kantor atau minum-minum di pub yang tidak jauh dari flat. Seperti hari ini, ia terduduk lesu di bar dengan wajah bertekuk. Pub yang kerap disinggahi Mark tentu berbeda dengan klub malam atau gay bar, justru di pub ini banyak disinggahi para pekerja setengah baya yang mencoba sedikit relax dari pekerjaan mereka. Tidak ada musik EDM yang memekakan telinga atau wanita-wanita penghibur yang wara-wiri mencari pelanggan, satu-satunya musik ditempat ini adalah pertunjukan solo gitar yang banyak menyanyikan lagu-lagu tahun 70-80an. Pub ini bagaikan surga bagi Mark, karena di tempat ini ia bisa mendinginkan kepalanya dari serba-serbi kehidupan yang tidak masuk akal.

Terhitung sudah hampir 5 hari berturut-turut Mark tidak mengindahkan ajakan Haechan untuk berbelanja bersama atau sekedar mengobrol. Mark beralasan ia mulai sibuk mengurusi pekerjaannya, Haechan tentu saja tidak bisa memaksa. Haechan juga sempat meminta maaf soal menyoal kebohongannya dengan Lucas, namun Mark tak ambil pusing dan mengiyakan permintaan maaf Haechan dengan segera sambil berlalu. Mark sudah banyak terbebani dengan load pekerjaannya sebagai redaktur dan pewarta senior, ditambah lagi sekarang sudah memasuki masa-masa pemilihan umum. Unit kerja Mark di kantor dibuat cukup pusing, karena harus menyusun schedule liputan dan memantau kegiatan pemilu dengan seksama untuk mendapatkan berita akurat. Beberapa kali ia harus mengadakan interview langsung yang disiarkan pada siaran website kantor beritanya. Tak ada Haechan sama sekali di kepalanya saat ini, toh ia hanya tetangganya saja.

***

Berbeda dengan Mark, saat ini Haechan sedang limbung. Ia terduduk di depan pintu flat Mark, menunggu sang empunya pulang. Haechan merasa bersalah karena harus mengorbankan Mark untuk kepentingan pribadinya. Walau sempat beberapa kali Mark mengatakan ia memaafkan Haechan namun ia merasa belum puas, terlebih lagi Mark terlihat acuh dan menolak setiap ajakannya untuk sekedar berbelanja dan mengobrol. Bahkan Mark sudah tidak pernah lagi membuka balkonnya seperti biasa. Haechan memeriksa telepon genggamnya setelah bunyi ringtone menginvasi keheningan lorong flat. Lucas baru saja mengiriminya pesan singkat jika ia sedang dalam perjalanan bisnis bersama ayahnya. Haechan menghela nafas, kekasih tampannya itu selalu saja sibuk akhir-akhir ini. Mungkin pria seperti Lucaslah yang diharapkan ayahnya, yang patuh dan mau-mau saja masa depan hidupnya diatur-atur. Tidak bisa begitu denganku batin Haechan. Hampir satu jam ia terduduk menepi di lorong hampa tersebut, hanya suara klakson mobil dan deru kendaraan bermotor dari luar sana saja yang betah menemaninya. Tak lama ia tertidur dengan sendirinya.

Mark yang baru saja keluar dari pintu liftnya, terkejut melihat sesosok manusia duduk tertunduk di depan pintu flatnya. Ia segera menghampiri, berjongkok dihadapannya dan mengangkat kepala pria tersebut menggunakan satu jarinya. Mark mendengus, Haechan masih tertidur bahkan. "Hei bangun bangun." Ujar Mark datar sambil terus mengangkat kepala Haechan dengan satu jarinya. Mark berseloroh, "Kepala mu kecil juga ya, ringan sekali pasti isinya sedikit." Ia lalu menertawakan ucapannya sendiri.

"Hei maksudmu apa!" Dengus Haechan.

Mark terkejut, tiba-tiba Haechan membelalakan matanya dan terbangun karena mendengar ocehan menyebalkan dari Mark. Mark masih saja menoyor kepala Haechan dengan satu jarinya. "Kalau ini ada isinya, kau kenapa masih di sini?" sambil mengeluarkan seringaian menghinanya.

Haechan ingin sekali menjambak rambut Mark saat itu juga ah tidak-tidak bukan hanya menjambak, ia juga ingin menendang selangkangan pria kurang ajar di hadapannya ini. Tapi tentu saja demi perdamaian dunia yang diprakarsai oleh PBB ia mencoba lebih mawas diri dan memilih diam walau di dalam hati ia sudah membombardir Mark dengan bom atom. "Seumur hidupmu sudah kau dedikasikan untuk kerja ya?" Tanya Haechan tiba-tiba.

Strange Overtones (Completed)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu