Strange Overtones: VII

5.8K 864 135
                                    


Haechan menyalakan turntable-nya, ia memutar sebuah piringan hitam. Hatinya kalut, terlalu lelah untuk dijabarkan seperti apa perasaannya saat ini. Ia sembab, lalu biru yang bersarang di nyaris separuh wajahnya sedikit menguar. Minggu pagi yang sejuk karena hujan bulan September turun tanpa malu-malu tidak mampu membuat hatinya menghangat. Kejadian kemarin seolah seperti kilatan pedang yang menyayat-nyayat. Hari dimana seharusnya ia merasa bahagia justru adalah hari dimana ia merasa dirinya seperti manusia yang tidak berguna dan tidak seharusnya hidup di muka bumi ini. Suara hujan yang menyentuh atap-atap flat dan rumah-rumah penduduk berkejar-kejaran dengan suara sang penyanyi yang keluar dari cakram 12 inchi. Haechan merebahkan dirinya di ruang TV, menghadap ke arah teras balkon. Langit begitu kelabu, matahari enggan bersinar.

"Baby remember

Maybe I'm out of luck

Maybe it's running still...."

Suara penyanyi pria itu Haechan dengungkan di dalam kepalanya. Betapa ia lelah menghadapi tiap ketidak-beruntungan yang menyapa dirinya tanpa henti. Ia menyaksikan sendiri rupa-rupa kehidupan berjalan dengan lamban dan mengecewakan. Haechan menghela nafas sendu, setitik air mata menggenangi sudut ceruk mata sayu. Suara ketukan pelan dari ujung pintu membuyarkan kepedihan yang sedang ia rayakan. Sesosok pria dengan kaus hitam berdiri di ambang pintu, ia masih memakai kacamata anehnya. Untuk pertama kalinya Haechan melihat Mark terlihat seperti seorang nerds, iya tentu saja Mark adalah seorang nerds desis Haechan.

"Kau sudah mendingan?" tanya Mark. "Maaf aku tadi tidak bisa menemanimu pagi-pagi betul aku...." belum sempat Mark melanjutkan kata-katanya, Haechan mendekapnya erat. Setelah peristiwa semalam, Haechan menginap di flat Mark. Ia tidak tega menyuruh Haechan pulang ke flatnya sendiri mengingat kondisi mental dan fisiknya yang masih terlalu shock. Terlebih lagi tadi pagi-pagi betul Mark diminta untuk datang ke kantor mengambil beberapa berkas deadline, Haechan hampir menangis kala itu. Haechan masih sangat trauma, kerap beberapa kali Mark mendapati Haechan mendengus dan menitikkan air mata sambil memukul-mukul kepalanya sendiri. Yang bisa Mark lakukan hanyalah memeluknya. "Hei you allright?" tanya Mark sambil membawa Haechan masuk ke flat tertatih-tatih menyamakan langkah mereka berdua yang masih bertautan dan menutup pintunya.

"I dont know, Mark."

"Really?"

"I'm hungry, Sir." Jawab Haechan ceplas-ceplos.

Mark terkekeh geli mendengar penuturan tetangganya. Ia melepaskan tautan mereka berdua dan berusaha mendudukkan Haechan di sofa. Namun lengan Mark ditahan oleh Haechan dan ia merubah formasi tangan mereka menjadi gestur seperti orang yang sedang berdansa, dimana telapak tangan Haechan berada di atas telapak tangan, Mark lalu kemudian ia menarik kembali lengan Mark untuk ia sampirkan di pinggang kecilnya. Haechan mendudukan kepalanya hingga ubun-ubunnya tepat menghunus dada Mark. Mark mencelos, jantungnya sejenak anjlok lalu berdetak prematur.

Sungguh Haechan tidak menangis, air matanya justru mengering. Lelah membiarkan kepalanya bertopang pada dada Mark, ia mendongak menatap Mark dalam-dalam dan mengajaknya ber "slow-dancing." Hujan turun semakin deras seolah mengkaburkan segalanya, suara sang penyanyi lirih mengiringi karya seni patah hati Haechan.

"Bagaimana jika aku tidak bisa hidup tanpa Lucas Mark?" tanya Haechan dengan mata berkilat karena sudah sukses bercampur air.

Mark diam tidak menjawab, ia masih meladeni beat-beat yang membuatnya menarikan tarian yang aneh. Ia cengkeram pinggang Haechan dengan keras dan ia serta merta menundukkan kepalanya pada ceruk leher Haechan dan membaui aroma ikatan kimia mereka. Ia menutup matanya membiarkan waktu berhenti dan mengabaikan segala kegilaan hidup, Mark ingin status quo terhadap pria yang ada di dalam dekapannya itu. Dengan segala keteguhan hatinya, ia melepas paksa tarian patah hati itu. Ia beranjak menuju pintu flat, Haechan menahan erat lengannya lagi dan lagi.

Strange Overtones (Completed)Where stories live. Discover now