Strange Overtones: XV

4.7K 613 145
                                    

Matahari merambat naik pelan-pelan melewati batas horizon. Tidak ada bercak biru melainkan semburat kelabu yang tergopoh-gopoh mengisi ruang kosong di atas sana. Musim gugur belum mau membeku dengan segera, ia masih mau bercokol dan mengendap menimbulkan rasa rapuh tak bertuan. Haechan menghembuskan nafas perlahan, kantung matanya memberat. Ia hanya tertidur tiga jam hari itu, tidak banyak yang ia pikirkan melainkan hidupnya sendiri. Ia beranjak menyalakan turntable-nya, memilih beberapa plat yang digadang-gadang mampu membuat minggu pagi tidak semarak itu menjadi lebih terasa baik-baik saja. Haechan memilih sebuah plat pemberian ibunya ketika ia berusia 10 tahun dan membiarkan irama serta nada milik Todd Rundgren, seorang soloist favorite sang ibunda bergulir dilindas jarum tajam. Cakram polimer itu berderit membuat sang empunya mengulas senyum.

Haechan membuka pintu kaca di teras balkon dengan segera, lalu membiarkan udara dingin menyeruak masuk dan mendera sistem-sistem di tubuhnya. Ia mencecap secangkir kopi dan memperhatikan gerak-gerik minggu pagi melalui balkon yang mulai berdebu. Beberapa orang berlalu lalang menapaki trotoar dengan gelas-gelas kopi dalam genggaman, mungkin mengisi akhir pekan dengan berjalan pagi merupakan sesuatu yang tidak buruk. Beberapa pula membawa anjing peliharaan dan terlihat antusias memegang tali kekang serta bersuit berharap sang peliharaan memiliki perasaan yang sama. Penduduk kota memang selalu punya cara untuk mengisi waktu-waktu luang mereka yang padat. Haechan berjengit, ia memandangi teras balkon tetangganya yang senyap. Tidak ada sosok pria yang kerap mengganggunya well, mungkin ia masih berkelana di alam mimpi. Angin musim gugur jauh menyeret Haechan ke hari dimana ia menggerutu atas pengusiran yang ia terima. Ia bertemu Mark yang kaku dan tergagap-gagap, mencoba menjabat tangan dan terlihat bodoh. Pria itu terlihat misterius dan cranky secara bersamaan, bahkan sampai di titik ini pun Haechan masih tidak bisa dengan seenaknya masuk dan mengetuk pintu kehidupan pria tersebut.

"Haechan."

Dua tangan kokoh menggamit pinggang Haechan dan menciumi tengkuknya dari belakang. Pelukan itu semakin erat bersamaan dengan udara dingin yang berlomba-lomba tak mau kalah berkompetisi melawan sinar matahari pagi yang hangat.

"Mark?"

"Maaf aku semalam membiarkanmu sendirian, aku betul-betul mengantuk." Mark menyampirkan dagunya di bahu Haechan mencari celah untuk bergantung.

"Sejak kapan kau tau nomor password flatku hah?" Sergah Haechan.

"Kakakmu yang memberitahukanku, ia khawatir kau mati kelaparan di dalam sini.... Ouch aku bercanda." Mark mengerang mendapati Haechan mencubit pinggangnya.

"Wanita itu memang tidak bisa dipercaya." Dengus Haechan kesal.

"Sudahlah, ia justru takut kau kenapa-kenapa."

"Justru memberikan passwordku kepadamu yang membuatku takut terjadi apa-apa." Sarkas Haechan sambil menolehkan kepalanya dan mendelik ke arah Mark.

"Ayo masuk di sini dingin."

"Tidak mau."

"Bisa-bisanya kau menolak perintah atasanmu!"

"Atasanmu, sejak kapan?"

"Maksudku um.... aku yang selalu berada di atas mu begitu hehe." Dengan konyol Mark memberikan jawabannya yang membuat Haechan mengernyit kengerian.

"Tentu saja aku tau betul tabiat jelekmu Mark Lee." Haechan mendengus.

Mark melonggarkan kedua tangannya, ia melepas rengkuhan Haechan dan merebut secangkir kopi dari genggaman pria mungil yang kini seolah siap melancarkan agresi militer dengan air muka permusuhan. Mark terkekeh dan menghenyakkan tubuh kurusnya di sebuah kursi menikmati kopi hangat itu melesak masuk membasahi kerongkongannya.

Strange Overtones (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang