Strange Overtones: VI

5.7K 852 117
                                    

Pagi itu Mark tiba–tiba mendelik, ia terbangun dan mengusap wajahnya kasar. Setelah drama-drama omong kosong soal ia nyaris collapsed semalam, keberuntungan masih berada di pihak Mark karena ia dipertemukan dengan akhir pekan sehingga ia tidak harus mengangkat pantatnya menuju kantor. Mark mengambil telepon genggamnya lalu mulai memeriksa beberapa pesan singkat serta emailnya. Tidak banyak yang ia temukan di sana selain beberapa schedule interview dan materi monthly meeting unit kerjanya.

Mark mengaduk kopi perlahan, sambil nanar ia memberi asupan caffeine dalam darah agar kesadarannya berada tepat pada puncak kepala. Bukannya ia lemah terhadap hujan, hanya saja kemarin cuaca di luar sedang payah-payahnya. Suhu udara dan perputaran awan hitam berarak menuju kota lalu menjadi momok untuk setiap orang yang kebetulan saat itu mungkin sedang melakukan perjalanan. Mark menyeruput sedikit kopinya sambil membuka tira-tirai penutup flat. Ia juga membuka pintu kaca balkon dengan harapan udara sabtu pagi mampu mengobati dari sakit kepala dashyat yang ditimpanya semalam. Pelan-pelan suara tetangga sebelah lirih memenuhi ruangan flatnya.

Suasana flat Haechan pagi itu terasa segar, ia baru saja membersihkan perabotannya dari debu dan memasang wewangian aroma-therapy untuk melonggarkan urat syarafnya yang kerap menengang. Tadi pagi-pagi sekali Lucas meneleponnya untuk mengajak kencan, tanpa berpikir dua kali Haechan menerima ajakan Lucas. Sudah hampir satu minggu lebih mereka bahkan tidak bersua, mood Haechan lantas membaik. Ia bersenandung  salah satu lagu favoritnya dari grup musik Extreme yang juga sempat dinyanyikan kembali oleh grup boyband ternama Westlife.

"Saying I love you

Is not the words I want to hear from you

It's not that I want you

Not to say, but if you only knew

How easy it would be to show me how you feel

More than words is all you have to do to make it real...."

Seperti biasa Haechan menyanyikannya dengan antusias, lagu akustik manis tersebut tentu saja menggambarkan perasaannya yang bisa dibilang cukup merindukan eksistensi Lucas di ruang dan waktu yang sama dengannya.

Sementara itu di flat sebelah, senandung riuh rendah tersebut mengundang Mark untuk mengambil gitarnya yang tergantung rapi di sela-sela rak buku yang selalu ia sebut dan bangga-banggakan sebagai perpustakaan pribadinya. Mark diam-diam mengiringi Haechan bernyanyi dari flat miliknya. Mark dengan terampil memetik gitar dan menghantam setiap chords. Bunyi tiap senar yang bergesekan dengan kutikula Mark terdengar sangat renyah namun menenangkan. Ia ikut bernyanyi lirih bersamaan dengan sayup-sayup suara lembut Haechan yang memudar ditelan kesunyian ruang flatnya. Mark tentu bukan seorang pencinta, ia tidak terbiasa dengan romansa-romansa manis. Di dalam kehidupan Mark hanya ada ia seorang dan pekerjaannya. Kehadiran Haechan adalah sebuah excuse? Lantas excuse seperti apa? Batin Mark yang masih saja berkutat dengan kebimbangan dan kebingungan yang sama. Mark menerawang jauh menerka-nerka perasaan seperti apa yang hendak ia bagi kepada pria yang tak tau datang dari mana dan tiba-tiba bertingkah seolah ia lah satu-satunya di dunia ini. Lamunan Mark dipecah oleh suara ketukan pintu. Mark beranjak sambil menghela nafas dan membuka pintu.

"Mark? You okay? Tanya Haechan setelah ia menyelonong masuk ke dalam flat Mark sambil menaruh sebuah mangkuk penganan yang masih berasap.

"Apa itu?"

"Ini mushroom soup, semalam kau benar-benar terlihat tidak sehat Mark." Haechan berujar datar dan menempelkan telapak tangannya ke kening Mark.

Mark berjengit setengah menghindari tangan itu. "Aku sudah lumayan." Jawabnya singkat.

"Ish kau itu terlihat hampir mati tuan sok kuat." Kekeh Haechan berusaha mengingat-ngingat wajah pucat Mark kala itu.

Strange Overtones (Completed)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora