Strange Overtones: III

7.5K 960 160
                                    

Sudah hampir dua minggu sejak kepindahan Haechan di flat kuning gading itu. Tentu saja hubungan antar tetangga flat tersebut bisa dibilang cukup akrab. Mark seringkali bertamu ke flat Haechan dan juga sebaliknya. Entah mereka menghabiskan waktu dengan minum-minum bir atau sekedar berbelanja bahan makanan bersama. Tidak ada yang spesial, hanya obrolan sesama pria. Tampaknya Mark dan Haechan menghargai privasi masing-masing dan tidak ingin mengotori hubungan antar tetangga itu dengan tetek bengek romansa.

"Mark apa kau punya pacar?" Tanya Haechan tiba-tiba di dalam perjalanan pulang mereka usai berbelanja. Jarak pusat perbelanjaan dengan flat mereka kira-kira hanya 500 meter dan mereka memilih untuk berjalan kaki sambil menikmati udara malam musim gugur.

"Hah?"

"Hah.... Apa? Kau pasti punya banyak... huh iya kan?" cecar Haechan sambil menggigiti es krim stick batangannya.

"Aku tidak butuh pacaran, kau tau aku sangat sibuk dan tidak butuh hal-hal tidak penting seperti itu." Jawab Mark tak mau kalah. Mark tentu menjaga harga dirinya dan menjunjungnya tinggi-tinggi. Ia tak ingin dicap sebagai pria pencinta. Hidupnya sudah sangat sempurna tanpa seorang kekasih tentu saja. Mark menyeringai dalam diamnya menikmati pikirannya sendiri.

Haechan melihatnya dan berjengit sedikit jengah dengan jawaban Mark. Bagaimana bisa pria yang lumayan ini tidak memiliki kekasih. Apa dia gila kerja atau memang dia nyatanya tidak menarik secara seksual, Haechan ngeri membayangkannya. "Kau tidak gila kan atau terkena penyakit seksual?" tanya Haechan sambil mencibir Mark.

Mark terkejut mendengar penuturan pria ceplas-ceplos di sebelahnya. Ia sedikit mendidih dan sejujurnya ia kesal. "Tentu saja tidak. Ah pengangguran sepertimu tidak mengerti tentang pencapaian karir. Kepala kecilmu tidak akan sanggup memikirkannya." Balas Mark tanpa tedeng aling-aling.

Haechan menganga mendengar jawaban Mark. Ia tentu saja merasa sedikit banyak tersinggung dan sontak mempercepat langkahnya meninggalkan Mark. Ia tau ia agak keterlaluan menanyakan hal yang bersifat privat kepada Mark namun nyatanya Haechan tidak serius, ia hanya sedikit bermain-main. Sayangnya hal tersebut dibalas dengan ketus oleh Mark.

Mark yang menyaksikan hal tersebut merasa keheranan. Ia berusaha menyusul derap langkah Haechan. Mark membatin sepertinya ia salah bicara. Namun Haechan duluanlah yang memulainya. Ia merasa semua yang ia lakukan pada Haechan toh fair-fair saja. "Haechan.... tunggu." Sela Mark yang mulai kepayahan mengejar derap langkah Haechan yang kini mulai terlihat seperti sedang berlari-lari kecil.

"Aku tidak tahan ingin ke kamar kecil Mark." Dalih Haechan sambil mempercepat langkahnya dan menahan air mata yang sejak tadi bergumul di ujung mata lentiknya. Haechan merasa sangat sensitif soal menyoal status sosialnya. Terusir dari rumah bukanlah hal yang sepele. Kenapa orang-orang seakan ingin mengulitinya hidup-hidup. Haechan masih punya harga diri seorang pria. Ia tidak ingin orang-orang merendahkannya lalu merasa kasihan. Tidak! Tidak bisa begitu.

Mark memperlambat langkahnya, ia mulai menyadari kesalahan yang ia perbuat. Ia mendengus kasar dan mengusap wajahnya. Ia memperhatikan Haechan yang sudah masuk duluan ke dalam lift menuju lantai 5 flat mereka. Pintu lift tersebut bahkan sudah tertutup sebelum Mark sempat masuk ke dalam sana. Ia hanya berdiri dan menanti lift tersebut kembali turun menjemputnya. Mark salah kaprah, tidak seharusnya ia membandingkan ambisinya dengan ketidakmampuan Haechan. Ia merasa sangat bersalah.

Sesampainya di lantai 5 pada flat mereka, Mark langsung terburu-buru mengetuk pintu flat Haechan. Mark bukanlah pria yang terbiasa memendam masalahnya. Jika ia terjebak dalam persoalan rumit ia akan langsung menyelesaikannya pada saat itu juga. Terdengar tidak sabaran, namun Mark hanya tidak mau hal-hal yang bisa ia selesaikan secepat kilat terus berlarut-larut dan mengganggu performa karir dan kehidupannya.

Strange Overtones (Completed)Where stories live. Discover now