Strange Overtones: I

27.4K 1.5K 111
                                    


Siang yang begitu terik dan memenjarakan, pemuda berparas cukup tampan terlihat sibuk mondar-mandir di balkon flatnya. Ia berbicara keras di telpon genggam, entah apa yang membuatnya tampak gusar. Dengan segala kemarahan yang menjalar di urat-urat kepala yang pelan-pelan menyembul, ia terlihat membanting telpon genggam ke atas meja dan menjatuhkan diri ke sebuah kursi rotan hitam yang warnanya mulai pias karna dimakan cuaca. Diusapnya permukaan wajah yang kalut dengan terburu-buru hingga suara telpon genggamnya kembali memekakan telinga.

"Damn!! mau apa lagi?" sergahnya tanpa basa-basi.

"Mark.... kumohon ini permintaan kepala redaksi! Kau menulis artikel politikus itu cukup keras. Mereka tidak bisa apa-apa untuk membelamu demi Tuhan, ah!" Seru Renjun dengan tergesa sebelum Mark kembali menutup sambungan telepon penuh emosi itu.

"Lalu kalian seenaknya menyuruhku untuk membuat surat permintaan maaf secara resmi dan terbuka? Itu sama saja menjilat pantat mereka Renjun. Mereka mafia busuk di pemerintahan, astaga ini gila!" dengus Mark tak gentar sambil beranjak kasar dari kursi rotannya yang berderit lemah.

"Mark aku minta maaf.... kau harus melakukannya atau kau dipecat... aku minta maaf aku cuma seorang staff personalia, aku bisa apa...." jawab Renjun lemah dari seberang sana. Entah sudah kehabisan tenaga atau merasa bersalah ia mematikan sambungan telponnya sepihak.

Mark kembali mendengus kasar. Hidupnya seolah dipermainkan dan ia tidak suka. Sudah 3 tahun ia bekerja sebagai redaktur serta merangkap sebagai pewarta senior pada kantor berita surat kabar yang cukup memiliki nama di kota. Ia bahkan rela meninggalkan kehidupan sendok emas-nya demi pekerjaan impian yang dia anggap sebagai pekerjaan mulia yakni menyuarakan kabar berita dan informasi. Di usianya yang menginjak 27 tahun, Mark merasa sudah saatnya ia mempertahankan harga diri dan idealismenya dalam setiap artikel dan essay yang ia terbitkan. Demi Tuhan ia sangat membenci politikus-politikus busuk di pemerintahan yang membuat kebijakan omong kosong alih-alih kepentingan publik. Ia menulis sebuah artikel yang cukup keras pada sebuah kolom surat kabar dan secara terang-terangan mengkritisi seorang politikus flamboyan yang ia yakini kutu busuk di pemerintahan. Dan di sini ia berakhir. Di balkon flatnya meracau karena dipaksa untuk meminta maaf atau meninggalkan pekerjaan impiannya. Hidup ini tidak adil.

Mark memijat keningnya perlahan, ia menghela nafas dengan keras seolah ingin memberitakan kepada seluruh dunia kalau ia sedang berduka. Ya, karena kini ia berada di depan laptopnya mengetik surat permintaan maaf kepada politikus gila. "Sungguh keparat!" sergah Mark ketus menghardik setiap kalimat basa-basi yang sedang ia gelontorkan. "menjijikan!" sergahnya kembali. 15 menit sebelumnya Mark menelpon Renjun yang merupakan staff personalia merangkap teman baiknya. Ia memilih mengalah pada kenyataan pahit dan menelan bulat-bulat ego dan idealismenya demi dapat bertahan di kantor berita impiannya tersebut. Renjun menerima kabar baik itu dengan sorak sorai, karena kegiatan dan stabilitas kantor mata pencahariannya tersebut dapat kembali normal. Setidaknya tidak ada drama-drama sialan tentang kantor berita ditutup secara tiba-tiba dan mengakibatkan ia kembali menjadi pengangguran, sungguh melegakan bagi Renjun.

Usai mengetikan kalimat terakhirnya, Mark terlihat bergidik ngeri. Ia tidak pernah bisa membayangkan dirinya akan menulis kalimat-kalimat penjilat ini dan terlebih lagi dicetak besar-besar dalam sebuah kolom yang siap disebar melalui surat kabar ke seluruh penjuru negeri. Sendu Mark mulai berpikir singkat untuk menjadi redaktur gaya hidup saja daripada berurusan dengan mafia-mafia ulung tersebut. Sejujurnya ia lelah, namun posisi redaktur pada kolom politik dan keamanan dunia merupakan salah-satu pencapaian terbesarnya, terlebih lagi tulisannya dikenal cukup sharp dan aktual. Bahkan Mark sukses mendapatkan beasiswa S2-nya pada perguruan tinggi ternama karena salah satu berita yang ia muat mendapatkan gelar tulisan artikel politik terbaik dalam sebuah award. Hari ini akan ia ingat baik-baik, kelak suatu saat ia berjanji akan membalaskan semua penghinaan ini.

Strange Overtones (Completed)Where stories live. Discover now