Strange Overtones: IX

5.4K 797 241
                                    

"So are you have crush on me Mark?" Selidik Haechan sambil melesakkan popcorn ke dalam rongga mulutnya, dengan renyah ia mengunyah puff-puff jagung tersebut. Haechan duduk meringkuk di sofa. Sementara Mark duduk di atas karpet dengan meja kecil aneh yang ia klaim sebagai mini office, jujur Haechan tidak pernah paham pikiran nerd yang satu ini. Well, betul-betul out of the box.

Semalam mereka berdua menghabiskan waktu dengan minum-minum sampai mereka tertidur di sofa flat Mark. Mark hampir menangis semalam, ia bercerita tentang pemecatannya secara sepihak akibat ulah nara sumbernya yang super menyebalkan dan kini ia sudah disibukkan kembali oleh pekerjaan baru?! Entah Haechan tidak begitu mengetahuinya. Mereka berdua lalu memutuskan pindah ke flat Haechan untuk merayakan masa-masa pengangguran dengan movie marathon. Haechan memilihkan film The Proposal karena jujur ia sangat menyukai akting Ryan Reynolds, selain memang aktor pria itu terkenal tampan dan seksi tentu saja. Mark tidak banyak bicara selain setuju-setuju saja dengan pilihan pria mungil itu walau ia tau tendensi Haechan menonton film tersebut hanya ingin melihat ketampanan sang aktor.

"Kau ini bicara apa?" Mark membuang muka. Mark saat ini sedang berkutat di depan laptopnya, tadi pagi Hendery menelepon dan memberikan peluang bisnis yang cukup menjanjikan. Ia tidak bisa tidak menerima karena memang inilah jalan terakhir untuk mewujudkan mimpinya di atas kehancuran yang luluh lantak tak beraturan. Mark demanding kali ini, biar ia mendapatkan epic comeback-nya setelah ribuan kali dibuat mati oleh manusia-manusia tanpa empati yang menjijikan itu.

"Kau bilang sendiri semalam, kau kira aku ini tuli apa?"Haechan memukul kepala Mark dengan bantal sofanya, ia terlihat kesal.

"Aw.... aku hanya terbawa emosi." Kekeh Mark sambil menolehkan kepalanya ke belakang menggoda Haechan. "Kau belum memberitahuku tuh, kenapa kau memilih tidak pergi dengan pria yang kau akui tampan itu pfft aku lebih tampan tentu saja." Mark percaya diri dan tersenyum miring lalu ia beranjak mendudukkan diri di samping Haechan yang lambat laun cuping telinganya memerah, entah karena peredaran darahnya yang terlalu lancar atau hal lain yang tentu saja Haechan tidak mau mengakuinya.

"Aku ingat orang tua ku."

"Sejak kapan? Tsk imposibble."

"Ish Mark!" Seru Haechan sambil memukul lengan Mark.

Haechan berdiam diri mengingat kejadian kemarin yang begitu pahit namun melegakan. Sesampainya ia di airport, ia hanya tercenung dan terlihat tidak waras. Terlalu banyak konsekuensi yang harus ia dan Lucas tanggung apabila mereka nekat memutuskan hal tersebut secara sepihak, terutama pihak keluarga mereka berdua. Sebut saja Haechan pengecut, sejatinya Haechan hanya tak ingin melukai lebih banyak orang. Lucas saat itu mungkin saja berpikiran yang sama, karena mereka berdua tidak banyak bicara seperti biasanya. Sorot mata tidak puas terpancar dari ceruk-ceruk mata indah itu, hingga Haechan akhirnya buka suara dan melantunkan nada-nada minor yang membuat Lucas terperangah. Haechan memutuskan menyudahi hubungan mereka tepat sesaat setelah operator airport mengumumkan pesawat yang mereka akan tumpangi sudah siap untuk boarding. Kala itu Haechan memeluk erat tubuh Lucas, aroma mint dan kayu-kayuan yang menempel di tubuhnya akan ia ingat baik-baik. Serta mencuri satu kecupan singkat yang tidak akan pernah ia miliki lagi. Haechan tidak bisa tidak menangis, ia lunturkan harga dirinya sebagai pria. Haechan ingin seluruh dunia tau ia sedang patah hati. Melalui exit door, Haechan tutup segala memory mengenai Lucas dan kisah-kisah menyenangkan di masa mudanya.

"Jangan melamun." Sergah Mark.

"Mark kenapa hidup ini tidak adil?" Haechan melenguh dan membuang nafasnya kasar. Isi kepalanya berantakan, soal perkara hidup, Lucas dan mimpi-mimpinya, serta pria yang di hadapannya yang tiba-tiba menyeruak masuk dan tanpa tedeng aling-aling seenaknya melakukan ini dan itu kepada Haechan. Haechan mencoba mengasah kepekaan di tengah-tengah rasionalitasnya. Ia memandangi wajah Mark yang kuyu karena stress akibat kehilangan pekerjaan, Haechan refleks mengelus rambut-rambut Mark yang berantakan. Entah ia coba menyalurkan rasa sayang atau kepedulian, yang jelas Haechan sangat memaknainya.

Strange Overtones (Completed)Where stories live. Discover now