10. Desta

372 59 11
                                    

Aku hendak menghubungi Dian, sekedar mau nanya tentang perlengkaoan MOS, lantaran aku nggak melihat perlengkalan Hesti sama sekali.

Semoga aja dia bawa, batinku.

"Desta, gimana, udah siap?" Sherin menghampiriku. Dia membantu menyiapkan perlengkapan MOS-ku.

"Nggak usah repot - repot, Kak."

"Nggak repot kok. Kamu harus siap. Tapi temang aja, aku pengurus OSIS kok."

"Iya, Kak. Makasih."


Dia memaksa memakaikan topi kerucut berbahan gulungan kertas kartoon berlapis kertas kado mirip topi ulang tahun ke kepalaku. Dia juga merapikan beberapa helai rambutku yang nampak menutupi kening.

"Nah, dah cakep."

"Makasih, Kak."

Banyak mata memandangi kami dengan berbagai reaksi. Semoga saja nggak ada yang iri lantaran Sherin si cantik, memberi perhatian lebih kepadaku.

"Ihir Sherin udah dapat pacar baru." Gadis semok datang melingkarkan lengan ke leher jenjang Sherin. Matanya menyusuri sekujur tubuhku, dari ujung sepatu sampai rambut. "Sembilan dari sepuluh. Jeli banget matamu Sherin, tahu aja ada yang beginian."

"Apaan sih." Sherin menyingkirkan lengan gadis itu dan pipinya memerah. "Desta, jangan dengerin. Dia emang gitu orangnya. Suka asal nyeloteh."

Ketika berjabat tangan dengan teman Sherin, alisnya yang tebal terangkat. "Woah, lenganmu keras berurat plus keren banget. Kamu nge gym atau nguli? Udah lama pacaran sama Sherin? Waah jangan jangan ini alasan Sherin putus--"


Panik Sherin mendorong Cindy pergi. "Udah sana, urusin panggung, tutup gerbang. Maaf ya, teman - temanku emang rada gimana gitu."

"Santai saja Kak. Aku juga punya teman culas."

"Oh ya?"

Belum sempat kami mengobrol lebih jauh, kegaduhan tercipta di sudut lain lapangan. Hesti kena semprot senior.


Kasihan Hesti kelabakan. Dian di sebelahnya panik, bingung, melambai kepadaku beberapa kali supaya aku menolong.

Aku mau ke sana membantu Hesti, namun Kak Sherin mendahuluiku. Dia melerai mereka berdua dengan menyuruh Hesti pergi.

Aku perhatikan Hesti nggak memakai satupun perlengkapan MOS. Apa yang terjadi?

Aku tahu, beberapa hari yang lalu dia mempersiapkan semua perlengkapan MOS dengan baik. Kemana semua itu pergi?

"Yang nggak lengkap perlengkapan MOS, naik sini, ke panggung!" ujar senior berambut kribo.

Aku yakin banyak orang bakal naik ke panggung. Namun, dugaanku salah. Hanya gadis sus yang nggak lengkap perlengkapan MOS.

Hesti tertunduk berdiri di panggung, sesekali mengamati sekitar dengan pandangan was was. Aku tahu betapa mengerikannya dihukum sendiri.


Dulu, sewaktu pertama kali MOS SMP, aku senasib dengan Hesti. Kala itu aku dihukum sendiri dan rasanya nggak enak.

Magnetic LoveWhere stories live. Discover now