23. Tentang Masa Lalu

254 22 3
                                    

Entah untuk keberapa kalinya, semalam Dexie melihat Levi pulang dengan Ray lagi. Ingin sekali pemuda itu menerjang Ray dan menanyakan apa saja yang mereka lakukan di luar sana hingga larut malam. Anehnya orang tuanya hanya bertanya sebentar kemudian menyuruh Levi dan Ray segera masuk kamar. Entah seperti apa pesona Ray di hadapan orang tuanya sehingga tak ada yang curiga ataupun menegur dengan kebiasaan pulang malam itu.

Dexie tak bisa begitu saja meredakan gedoran dadanya yang membara. Rasa cemburu ini sangat membuatnya tak terkendali. Ada rasa ingin membalas Ray atas kekalahannya. Padahal siapa Ray itu? Hanya mantan narapidana yang merusak nama baik keluarganya, tetapi selalu mendapat pujian ekstra dari orang lain.

“Lama-lama gue bosen juga sama lo. Lo sekarang udah kayak anak perawan yang lagi jatuh cinta. Ngelamun terus,” oceh Pram di samping Dexie. Mereka sedang berada di atas atap ketika Dexie memikirkan tentang kejadian semalam.

Dexie mengembuskan napas lelah kemudian melirik Pram yang begitu nikmatnya menyesap rokok. “Lo nggak pernah naksir cewek?”

Pram terbatuk-batuk lalu tertawa terbahak. “Jadi itu yang bikin lo jadi gabut begini. Masih soal Levi.” Pram melanjutnya tawanya tetapi lantas mendapat lirikan tajam dari Dexie. “Oke, oke. Iya gue tahu lo naksir sama Levi,” Pram menginjak rokoknya yang masih separuh. “Gue tahu Levi manis. Tapi dari pada ngejar cewek bego yang lebih milih napi, mending gue cari cewek lain yang lebih agresif.”

“Yola nggak agresif!”

Pram kembali tertawa. “Siapa bilang gue mau ngejar Yola?”

“Gue tahu lo suka godain adek gue. Kalau lo sampe berani deketin Yola, gue pastiin lo nggak bisa jalan lagi.”

“Wuih, sadis amat lo jadi orang. Nggak perlu serius amat gitu, Bro. Lagian hak gue dong mau deketin siapa. Mau adek lo kek, mau Levi kek…”

“Cuma orang sinting yang nggak tahu bejatnya lo.”

Lagi-lagi Pram tertawa sambil geleng-geleng kepala. “Mending jadi cowok bejat dari pada jadi cowok bucin kayak lo. Tampang lo aja serem. Tapi hati lo benyek kayak kue busuk.”

“Berengsek lo!” Dexie melempar sepotong kayu dari bangku rusak, tetapi Pram segera menangkisnya.

Bagi Pram, mengejar cinta itu adalah bullshit. Namun jika Dexie melarangnya sampai berani mengancamnya, baginya itu adalah sebuah tantangan. Selama ini dia memang tidak pernah memberi perhatian kepada gadis mana pun seperti yang dilakukan pemuda SMA lainnya. Tetapi sejak menjadi teman dekat Dexie, otomatis dia seringkali bertemu Yola. Dan ada keinginan untuk selalu menggoda Yola yang memang lebih cerewet dibanding Levi. Lebih menarik dibandingkan teman gadisnya yang lain. Lalu tekad itu muncul dengan sendirinya. Sekali-kali Dexie harus dilawan, supaya tidak selalu berlagak seperti bos.

***

“Gue mohon banget sama lo, Lev, mending lo jauhin Kak Ray. Dia nggak baik buat lo, Lev. Nggak baik juga buat hubungan kita. Gue pengin kita dan Kak Dexie dan Kak Sammy seperti dulu lagi. Bukan saling musuhan kayak begini.”

“Yol, gue nggak pernah ngajak kalian musuhan. Tapi kalian sendiri yang nggak suka sama keputusan gue.”

“Jelas aja gue nggak suka sama keputusan lo. Lo udah kayak anak nggak terdidik sampai-sampai mau pacaran sama napi.”

“Yol, cukup! Lo harus dengerin gue.”

“Lo yang harus dengerin gue!”

Levi mengembuskan napas lelah. Lelah karena sejak semalam Yola terus memberinya nasihat seolah-olah dia anak muda yang hilang arah. Sampai saat ini, pada waktu istirahat sekolah, Yola masih saja merongrongnya dan memintanya putus dari Ray.

InvidiousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang