20. Misteri Bekal

267 23 1
                                    

Untuk yang kesekian kali, Levi dengan bahagia membawakan bekal makan siang untuk Ray. Tak ada kalimat yang bisa menggambarkan suasana hatinya yang sedang bersorak. Perasaan seperti ini adalah rasa pertama yang pernah dialaminya. Dengan adanya Ray, semua jadi berbeda. Hal sepele apa pun menjadi sangat berkesan jika dilalui dengan Ray. Katakanlah bahwa sate bukanlah makanan mewah. Namun dengan ada Ray di sampingnya dan cowok itu untuk pertama kali menunjukkan kebaikannya, dunia Levi menjadi lain. Berlanjut dengan pertemuan-pertemuan lainnya yang lebih menegangkan.

Tak ada gunanya memedulikan Dexie yang masih saja menatapnya dengan sorot mata dingin. Kalau boleh jujur, Levi merasa tak nyaman. Dia bisa saja meminta pindah kost ke tempat lain kalau saja ibunya mengizinkan. Sayangnya selain itu, dia tak punya alasan yang lebih masuk akal untuk keluar dari rumah Yola.

Seandainya saja, pindah tempat tinggal itu mudah, dia dan Ray akan mudah bertemu tanpa harus bersembunyi seperti orang yang sedang berselingkuh. Seperti pula yang terjadi hari ini. Ingin rasanya Levi duduk manis di boncengan Ray. Tapi dia tidak punya pilihan lain selain memasuki mobil Dexie seperti biasanya. Yang tidak biasa adalah, Dexie memintanya duduk di samping cowok itu. Padahal biasanya Sammy yang duduk di depan.

“Apa-apaan, nih?” omel Sammy ketika Dexie menyuruhnya untuk duduk di belakang. Mata cowok itu berkeliaran dengan memandang Dexie dan Levi bergantian. “Lo pengin duduk berdua bareng Levi, gitu?” Sammy masih tak terima.

“Lo cepet masuk atau milih naik taksi aja,” jawab Dexie dingin tanpa menoleh. Tatapan cowok itu lurus ke depan. Sesekali melirik Ray yang bersiap di atas motor, dari kaca spionnya.

“Hahaha,” Sammy tertawa sarkastis, “lo sekarang laris amat sih, Lev?” cowok itu segera masuk dengan jengkel. “Woi, tamu emang harus diutamain!” Sammy mengomel tidak jelas.

“Diem, Kak, diem! Lo makin hari makin cerewet ngelebihin cewek.” Yola bersungut karena Sammy terus saja berisik. Walaupun sebenarnya dia juga merasa janggal dengan keputusan Dexie, tapi dia berusaha untuk mengikuti alur saja.

“Kak, gue di belakang aja kayak biasanya.” Levi bersuara merasa tak nyaman. Di belakang mobil, Ray masih mengawasinya. Dia tentu saja tidak ingin membuat Ray berpikir macam-macam.

“Masuk aja.”

Levi menoleh ke belakang lagi, seperti meminta persetujuan Ray. Ketika samar-samar dia melihat Ray mengangguk, gadis itu akhirnya masuk juga ke dalam mobil. Lalu perjalanan yang biasanya menyenangkan menjadi sepi. Hanya sesekali saja Sammy bernyanyi tidak jelas untuk meluapkan kekesalannya.

Sesampainya di halaman sekolah, Levi segera turun untuk menghindari percakapan apa pun dengan Dexie, Sammy, atau Yola. Hubungan yang dulunya hangat kini menjadi dingin karena status barunya yang telah menjadi kekasih Ray. Sebenarnya dia merasa tidak nyaman. Tapi ini tidak bisa dihindari begitu saja. Masalah harus dihadapi.

Seperti biasa, Yola segera menyusulnya seolah tak sabar untuk menginterogasinya. Walaupun dia sebenarnya enggan untuk melayani sahabatnya itu, tapi demi menutupi hubungannya dengan Ray, dia tidak boleh bertingkar yang mencurigakan.

“Lev, kayaknya Kak Dexie beneran naksir lo deh.”

“Gue nggak tahu, Yol.”

“Udah jelas tadi dia nyuruh lo duduk di sampingnya. Apa itu artinya kalau bukan karena dia naksir lo?”

“Kali aja karena Sammy cerewet banget, Yol.”

“Mau duduk di depan atau di belakang, Kak Sam tetep aja cerewet.”

“Gue nggak mau mikir macem-macem, Yol. Selama Kak Dexie nggak bilang apa-apa, berarti emang dia nggak punya perasaan apa-apa.”

“Perasaan nggak mudah diungkapin kali.”

InvidiousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang