5. Hesti

391 59 20
                                    

Selama latihan sama Desta, gue melihat sisi lain dari dia.

Desta gampang menyerah. Tapi, dengan dorongan kecil, dia kembali bersemangat.

Gue suka melihat Desta berusaha keras berlatih, wajahnya yang berkeringat seakan bersinar penuh semangat. Dan malam ini mungkin malam terakhir gue melihat semangatnya.

Dan gue sengaja nantangin dia sparing, supaya punya waktu lebih lama bersamanya.

Gue menunggu lama, tapi nggak ada jawaban darinya. Sepertinya dia emang harus didorong dulu baru bisa maju.

"Ah, lupa. Lo kan cowok penakut."

"Siapa takut? Ayo, aku nyerang, kamu jaga ya."

Sudah gue duga. Nih bocah emang harus di dorong buat maju. Susah juga kalau semua cowok seperti dia.

Setelah mengambil posisi saling berhadapan, sparing pun dimulai.

Gue takjun oleh kemampuan Desta main bola basket. Baru satu minggu latihan, udah bisa gocek sambil dribble. Dan gue akui, dia punya bakat menembak jarak jauh. Dia nembak dari tengah lapangan dan masuk.

Gue yang udah lama bisa maen basket aja susah nembak dari jarak jauh.

"Segitu doang kemampuan guru basket?" Dan kesombongannya membuat gue geram pengen jambak dia.

"Nggak usah belagu lu," jawab gue. "Gue sengaja ngalah. Sekarang, giliran lo ngerebut bola dari gue!"

Sambil bawa bola, kali ini gue berusaha menyelinap masuk mencetak angka, tapi dia berhasil memblokir jalan. Gue berbalik badan. Sambil men-dribble, punggung gue mendorong dadanya mundur. Sedikit demi sedikit gue berhasi mendekati ring basket.

Tangannya lumayan panjang dan berusaha merebut bola. Cukup susah buat ngelewatin dia, apalagi untuk menembak.

Tiba tiba tangannya nyentuh dada gue dan sontak, gue sikut pipinya dia, mendorong dia hingga jatuh.

Gue nggak peduli lagi sama bola. Gue langsung nyilang tangan melindungi dada gue sambil melihat dia terduduk mengelus pipi.

"Heeh, lu sialan banget sih!"

"Sialan apa?" tanya dia.

"Lu pegang apa tadi?"

"Tete... nggak sengaja. Tadi---"

"Mesum!"

"Nggak sengaja, serius."

Gue mencoba mencerna apa yang terjadi tadi. Mungkin dia nggak sengaja. Dan gue juga nggak sengaja nyikut dia.

Tiba - tiba sedang enak - enak main, datang tiga cowok. Mereka anak SMP, rumah mereka di luar kompleks dan gue nggak kenal mereka.

"Widih pacaran malam malam," kata cowok kurus berambut cepak. "Masih kecil udah berani yaa."

Yang badannya gendut ngambil bola. "Ah, bolanya bagus. Buat kita ya."

Itu bola kenang - kenangan dari Kak Radit. Jelas gue nggak mau ngasih. "Balikin!" Gue berusaha merebut, tapi di dorong sampai jatuh sama cowok berkaca mata.

"Apa lo? Berani sama kita?" Kata si kaca mata.

Gue sekali lagi maju, kali ini sama dia di cengkram kerah kaos gue, diangkat terus dilempar.

Tangan gue lecet dan punggung gue sakit. Gue nangis keras banget, malah diketawain. Gue merinding di kelilingi tiga cowok yang lebih besar dari gue

Desta tiba tiba datang bawa sapu yang biasa dipakai tukang jaga kebun buat nyapu. Dia mukul punggung si kaca mata. Dua temannya kaget. Lalu ayunan gagang sapu menghantam selangkangan pemuda jurus. Desta menyodok perut si gendut hingga gendut meringis bertekuk lutut.

"Hesti, kabur!" Desta menggandeng gue lari.

"Bola gue, bola gue!"

"Udah biarin aja!"

Kami berlari menuju pos jaga dan melapor kepada mereka. Ketika sekuriti datang, bola dan tiga bocah nggak kelihatan lagi.

Gue sedih. Bola itu bola pemberian Kak Radit.

"Udah ntar kalau ada uang aku beliin yang baru," kata Desta.

Selama perjalanan pukang, Desta berusaha menghibur gue dengan ngelawak. Nggak lucu, tapi eajahnya dia bikin gue ketawa.

Ternyata Desta ganteng. Dia juga bisa diandelin di kala mendesak.

Sesampainya di rumah, gue mandi bersih terus terkapar di kamar mandang langit langit.

Gue senyum senyum sendiri. Dada gue masih berdebar, mengenang wajah Desta. Kira - kira dia merasakan debaran yang gue rasakan nggak, ya?

Walau kehilangan bola basket, gue menemukan kenangan yang lain. Kenangan bersama Desta.

Dan ketika tidur, gue mimpi main basket sama cowok keren, kayaknya anak kuliahan. Wajahnya bersinar, nggak mungkin itu Desta, karena dia jago banget maen basketnya. Entah kenapa gue mimpi begini. Mungkin karena kebanyakan main basket? Gegara ngajarin Desta.

Hari berlalu silih berganti. Kami jarang ketemu, karena fokus ke ujian masing masing.

Gue penasaran dengan ujian basket Desta. Wajar kan, gue gurunya, pasti pengen tahu murid basket gue sukses apa kagak.

Sore ini gue seperti biasa, beli bakso Pak Udin sambil ngintip rumah sebelah. Bukannya ketemu Desta, malah ketemu Oppa Korea KW.

Kiki sepedaan sore sore dan seperti biasa, dia dan dua temannya beli bakso. Kiki duduk santai di sepeda ngehadap gue.

"Hes, kamu katanya minta diajarin basket sama Desta?"

"Kagak. Siapa yang bilang?"

"Ya katanya Desta. Kamu minta Desta ngajarin main basket malam malam ya?"

"Gue? Minta ajarin main basket ke dia?"

Kiki mengangguk. "Katanya sih gitu."

Gue merasa aneh mendengar kalimat itu, tapi Kiki kan sohibnya Desta. Dia lebih sering ketemu Desta daripada gue. Bisa aja Desta bilang gitu ke dia, kan?

"Katanya Desta, lu datang malam malam memelas gitu, minta diajarin basket. Ya Desta kasihan sama Monyet macam lu--"

"Monyet?" Gue menaruh mangkuk bakso ke sebelah. "Dia manggil gue monyet?"

"Ya.... gitu lah. Emang bener ya, kamu minta diajarin main basket?"

Wah ngelunjak si Desta. "Denger ya. Bukan gue yang minta diajarin main basket, tapi noh, Kucing Garong yang minta gue ajarin dia main basket!"

"Eh? Nggak mungkin." Kiki menjawab, "Desta jago main basket, kok. Buktinya dia kemarin pas tes basket dapat nilai A-."

"Bener itu, bener itu, bener itu," cowok cungkring berkacamata menimpali. "Desta bilang kalau dia jago main basket sejak lahir. Katanya, si Monyet yang minta dia ngelatih."

Wah, kebangetan nih Kucing. Lagian, dia udah janji nggak manggil gue pake sebutan Monyet lagi, kan.

"Dengar ya. Dia nemuin gue, melas pengen dilatih basket. Dia goblok nggak bisa main basker, lemah pula, baru ditenggor udah jatuh. Dan bilangin ke dia. Jadi cowok mulutnya dijaga dong! Heh, ngapain pegang hape?"

"Balas pesan," sahut Kiki.

Nafsu makan gue hilang. Gue pengen ninju muka Desta sampai bonyok!

Ini pengkhianatan terbesar dalam hidup gue.

Bayangin. Gue udah bela belain malam malam dingin ke lapangan, kehilangan bola basket, semua demi ngajarin Cowok Munafik itu main basket. Tapi seenak jidat dia ngebalik narasi.

Dan cowok macam apa dia? Cowok yang dipegang omongannya, kan? Dia udah janji nggak manggil gue Monyet lagi.

Desta, gue sumpahin lo botak seumur hidup!

****
Jangan lupa vote, ya.

Magnetic LoveWhere stories live. Discover now